Perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Bismilahirohmanirohim
allahAbu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bertemu Sa’id bin al-Musayyah, lantas Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya memohon kepada Alah agar mengumpulkan aku dan kamu di pasar surga.” Sa’id bertanya, “Apakah di surga ada pasar?”

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Iya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita kepadaku bahwa penduduk surga ketika telah masuk ke dalam surga, mereka tinggal di dalamnya berkat keutamaan amal perbuatannya, maka mereka diperkenankan kira-kira Hari Jumat sebagaimana hari-hari di dunia, mereka mengunjungi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah menampakkan singgasana-Nya kepada mereka. Dia nampak bagi mereka di salah satu pertamanan surga. Dibuatkan untuk mereka mimbar-mimbar dari cahaya, mimbar-mimbar dari mutiara, mimbar-mimbar dari permata, mimbar-mimbar dari emas, dan mimbar-mimbar dari perak. Orang yang paling rendah tingkatakannya –di dalam tidak ada yang hina- duduk di atas bukit misk (kasturi) dan kapur barus. Mereka tidak memandang bahwa yang mempunyai kursi lebih baik tempatnya daripada mereka.”

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah! Apakah kita dapat melihat Rabb kita?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya. Apakah kalian ragu-ragu dapat melihat matahari dan rembulan pada malam purnama?’ Kami menjawab, “Tentu tidak.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menambahkan, ‘Demikian pula kalian semua tidak ragu-ragu dapat melihat Rabb kalian Azza wa Jalla. Tidak ada seorang pun yang tersisa dari majelis tersebut melainkan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, Dia berkata kepada seseorang di antara kalian, ‘Wahai fulan! Apakah engkau ingat ketika engkau melakukan ini dan itu.’ Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan sebagian kesalahan-kesalahan orang tersebut ketika di dunia. Lalu orang tersebut berkata, ‘Ya Rabbi, bukankah Engkau telah mengampuniku?’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Ya, telah Kuampuni. Lantaran keluasan ampunan-Ku, engkau dapat sampai pada kedudukanmu ini.’ Pada saat mereka dalam kondisi tersebut, tiba-tiba awan menyelubungi mereka dari atas, lalu awan tersebut menurunkan hujan yang baik kepada mereka. Mereka belum pernah menjumpai keharuman yang semisal keharuman tersebut. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Bangunlah menuju kemuliaan yang telah Kusediakan untuk kalian, lalu ambillah yang kalian kehendaki!’.”

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya, “Lantas kami mendatangi pasar yang dikelilingi oleh para malaikat. Di dalamnya terdapat hal-hal yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terbesit dalam hati. Lantas dibawakan untuk kita apa yang kita inginkan. Tidak ada sesuatu pun yang dijual di sana dan tidak perlu membeli. Di pasar itu para penduduk surga saling bertemu satu sama lain. Orang yang mempunyai kedudukan tinggi dapat bertemu orang yang kedudukannya lebih rendah –di dalam surga tidak ada yang hina- lalu dia terpikat dengan pakaian yang dilihatnya. Belum sampai selesai berbicara sehingga dia membayangkan pakaian yang lebih baik lagi. Hal ini lantaran tidak selayaknya seseorang bersedih hati di dalam surga. Selanjutnya kami kembali ke tempat kami masing-masing, lalu istri-istri kita menyambut kita seraya berkata, ‘Selamat datang… sungguh, engkau datang dengan ketampanan dan kebaikan melebihi daripada ketika engkau berpisah dengan kami tadi.’ Kami menjawab, ‘Sungguh, kami baru saja menghadap Rabb Kami Yang Maha Perkasa Subhanahu wa Ta’ala dan memastikan kami akan kembali sebagaimana kami telah kembali.”

(HR. At-Tirmidzi, Dia berkata bahwa hadits ini gharib diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam kitab Sunan-nya Juz II hal. 207)

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Artikel http://www.KisahMuslim.com

Hadist dan Doa Sehari hari

BXP57023Bismillahi rohmanirohimmm…..
Khaulah binti Hakim menuturkan ”Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa singgah di suatu tempat, lalu berdoa “Audzubikalimatillahi-t-tammat min syarri makhalaq” (aku berlindung dengan kalam Allah yang maha sempurna dari kejahatan segala makhluk yang Dia ciptakan), maka tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakan dirinya sampai dia beranjak dari tempatnya itu.” (HR Muslim)

==============================================================
“Bismillahillazi la yadurru ma’asmihi syaiunfillardi wala fissamai wahuwassami’ul ‘alim“

“Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang Ma-ha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

(“Barangsiapa membacanya sebanyak tiga kali ketika pagi dan petang hari, maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakan dirinya.” HR. Abu Dawud 4/323, At-Tirmidzi 5/465, Ibnu Majah dan Ahmad. Lihat Shahih Ibnu Majah 2/332, Al-Allamah Ibnu Baaz berpendapat, isnad hadits tersebut hasan dalam Tuhfatul Akhyar hal. 39.)

=========================================================================

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ
[YAA HAYYU YAA QOYYUUM BI RAHMATIKA ASTAGHITSU ASLIH LII SYA’NI KULLAHU WA LAA TAKILNII ILAA NAFSII THORFATA ‘AININ]

“Wahai yang maha hidup, wahai yang maha berdiri sendiri, dengan rahmat-Mu aku mohon keselamatan, perbaikilah segala urusanku dan janganlah engkau serahkan urusanku sekalipun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan darimu)”

Tafsir Surat albaqorah 1-10

aqse syahidBismillahirohmanirohim…

الم١)

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢)

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣)

وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (٤)

أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٥

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (٦)

خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (٧

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (٨)

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (٩)

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (١

Alif laam miim.
QS. al-Baqarah (2) : 1

Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
QS. al-Baqarah (2) : 2

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
QS. al-Baqarah (2) : 3

Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
QS. al-Baqarah (2) : 4

Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
QS. al-Baqarah (2) : 5

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
QS. al-Baqarah (2) : 6

Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
QS. al-Baqarah (2) : 7

Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
QS. al-Baqarah (2) : 8

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
QS. al-Baqarah (2) : 9

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
QS. al-Baqarah (2) : 10

PENDAHULUAN

Surah ini diturunkan di Madinah dan seluruhnya terdiri dari 286 ayat. Nama al-Baqarah (sapi betina) sendiri diambil dari cerita yang terdapat dalam surat tersebut tentang sapi betina pada masa Nabi Musa. Surah Al-Baqarah merupakan surah yang terpanjang di antara berbagai surat dalam Alquran. Di samping itu, Surah al-Baqarah juga mengandung macam-macam hukum yang tidak terdapat di dalam surat yang lain. Karena itulah, Khalid bin Ma’adan menamakannya dengan Fusthath al-Quran (Tenda Besar Al-Qur’an).Di dalam riwayat lain, Al-Baqarah juga disebut dengan nama Sanam al-Qur’an (Punuknya Al-Qur’an).[1]

Surah ini juga memiliki beberapa keutamaan. Dalam salah satu hadis, Nabi SAW bersabda, “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan. Sungguh, setan akan lari dari suatu rumah yang di dalamnya dibaca Surah Al-Baqarah.”[2] Di samping itu, di dalam surah al-Baqarah, juga terdapat ayat al-Kursi yang memiliki banyak keutamaan. Tentang ayat al-Kursi ini, Nabi Muhammad bersabda dalam salah satu hadisnya, “Pemimpin ayat Al-Qur’an adalah ayat Kursi.”[3] Selain ayat Kursi, kedua ayat terakhir di dalam al-Baqarah juga memiliki banyak keutamaan. Dalam hal ini, Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari Surah al-Baqarah di dalam hari, maka kedua ayat itu akan mencukupkan dirinya.”[4]

D. TAFSIR

1. Alif laam miin.

Ayat ini terdiri dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan mim yang dibaca secara terpisah meski tertulis dalam bentuk satu kata. Ayat yang terletak di awal surah seperti ini disebut pula dengan huruf at-tahajji (huruf abjad). Model ayat seperti ini terdapat di terdapat 19 surah,[5] seperti, alif laam raa, alif laam miim shaad dan sebagainya. Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang ayat-ayat seperti ini. Menurut as-Suyuthi, pendapat yang tepat adalah bahwa ia termasuk ayat mutasyabih (samar) yang mengandung rahasia Allah yang hanya diketahui oleh-Nya.[6] Sebagian ulama seperti Ibnu Abbas berpendapat bahwa ayat (الم) dan ayat lain yang sejenis merupakan singkatan dari kalimat tertentu. Ayat (الم) misalnya dimaknai sebagai singkatan dari أنا الله أعلم (Akulah Allah yang Maha Mengetahui). [7]

Menurut Qatadah, huruf-huruf tersebut merupakan nama-nama Al-Qur’an. Sedangkan menurut Mujahid dan Ibnu Zaid, huruf-huruf itu adalah nama-nama surah. Dikatakan nama surah karena jika Fulan membaca, misalnya المص , maka pendengar pun mengetahui bahwa Fulan sedang membaca sebuah surat yang dibuka dengan المص. Dalam kesempatan lain, Ibnu Abbas mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah sumpah. Lebih lanjut al-Akhfasy menjelaskan bahwa Allah bersumpah dengan huruf-huruf tersebut.[8]

Sedangkan at-Tustari berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut adalah nama Allah yang mengandung berbagai makna dan sifat-Nya. Jika ayat tersebut dipisah-pisahkan, maka huruf alif berarti susunan yang diciptakan Allah. Dia menyusun segala sesuatu sesuai dengan yang Ia kehendaki. Sedangkan huruf lam berarti لُطْفُهُ اْلقَدِيْمُ (kelembutan-Nya yang abadi). Huruf mim berarti مَجْدُهُ الْعَظِيْمُ (kedermawanan-Nya yang agung). Ayat-ayat demikian juga jika digabungkan dengan satu sama lain akan menjadi kata yang bermakna nama Allah, seperti ayat الر, حم, dan ن, akan menjadi الرحمن (ar-Rahman) yang berarti Maha Pengasih.[9]

Masih banyak pandangan ulama yang berupaya untuk menafsirkan tentang ayat-ayat demikian. Namun seperti pandangan Ibnu Katsir, pandangan-pandangan tersebut mungkin untuk dikompromikan, yaitu bahwa ayat-ayat tersebut merupakan nama-nama surah dan nama-nama Allah yang dipergunakan untuk mengawali suatu surah. Setiap huruf dalam ayat-ayat tersebut menunjuk kepada salah satu nama dari nama-nama Allah serta menunjuk kepada suatu sifat dari berbagai sifat-Nya. Hal itu sesuai dengan kebiasaan Alquran yang membuka awal surat dengan ungkapan pujian (tahmid), pensucian (tasbih), dan pengagungan (ta’zhim) kepada Allah. [10]

Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa huruf-huruf itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al-Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf. Jika mereka tidak percaya bahwa Al-Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al-Quran itu.[11]

2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa,

Dalam at-Tafsir al-Muyassar, ayat di atas ditafsirkan bahwa inilah Alquran yang merupakan kitab yang agung. Tak ada keraguan bahwa ia berasal dari Allah. Tak satu pun dari orang bertakwa yang boleh meragukan penjelasannya. Orang-orang yang bertakwa bisa mengambil manfaat darinya, baik berupa ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Mereka itulah orang-orang yang merasa takut kepada Allah dan rela mengikuti hukum-hukum-Nya.[12]

Bagi orang-orang yang bertakwa, Alquran memang kitab suci yang tak diragukan otentisitas dan kebenaran pesan yang dikandungnya. Ia menjadi petunjuk (huda) bagi orang-orang yang bertakwa dalam menjalani hidup ini. Namun bagi orang-orang yang tidak bertakwa, Alquran bisa jadi diragukan kebenaran dan keasliannya. Hal inilah yang terjadi pada sebagian orang Islam yang tergoda dengan para orientalis. Mereka teracuni pemikiran-pemikiran para orientalis yang meragukan kebenaran Alquran. Keraguan-keraguan tersebut akhirnya menggerogoti keimanan. Pada gilirannya, mereka pun tak lagi meyakini Alquran sebagai kitab suci dari Allah yang pasti benar. Mereka bahkan menganggap Alquran hanya sebagai naskah kitab suci biasanya yang bisa dikritik dan diragukan kebenarannya.

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya tentang siapa yang dimaksud dengan orang yang bertakwa. Ayat ini lantas menjelaskan bahwa orang-orang yang bertakwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) beriman kepada yang gaib; 2) mendirikan shalat; dan 3) dan menyumbangkan sebagian rezekinya kepada orang-orang yang berhak.

Dari ciri-ciri tersebut, bisa ditanyakan kembali apa yang dimaksud dengan iman? Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.

Yang ghaib ialah sesuatu yang tak dapat ditangkap oleh pancaindra. Percaya kepada yang gaib yaitu, meyakini adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.

Shalat menurut bahasa Arab berarti doa. Menurut istilah syara’, shalat adalah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusyuk, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.

Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. Menafkahkan sebagian rezeki berarti memberikan sebagian dari harta yang telah diberikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang ditentukan oleh agama, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan lain-lain.[13]

4. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

Setelah ayat sebelumnya menyebutkan tiga ciri orang yang bertakwa, ayat ini menyebutkan dua ciri berikutnya, yaitu (4) meyakini Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil, dan semua kitab lainnya; (5) dan meyakini kehidupan akhirat yang mengakhiri kehidupan dunia atau mengakhiri penciptaan.[14]

Dalam ayat ini, terdapat persoalan bagaimana Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Imam ar-Razi menjelaskan bagaimana proses pewahyuan itu terjadi. Menurutnya, sebelum diturunkan kepada Nabi Muhammad, Jibril mendengar langsung Kalam Allah di langit. Jika ditanyakan, bagaimana cara Jibril mendengar Kalam Allah? Padahal Kalam Allah tidak terdiri dari huruf dan suara seperti yang dikenal manusia. Dalam hal ini, terdapat beberapa kemungkinan.[15]

Pertama, Allah bisa saja menciptakan pendengaran bagi Jibril guna mendengar Kalam-Nya langsung, lantas Allah memberikan kemampuan kepada Jibril untuk mengungkapkannya dalam bentuk ungkapan tertentu dari Kalam-Nya yang qadim tersebut. Kedua, Allah menciptakan tulisan dalam susunan tertentu di Lauh Mahfuz lantas Jibril membaca dan menghafalkannya. Ketiga, Allah menciptakan suara-suara terpisah yang menggambarkan susunan kalimat tertentu yang muncul pada jasad tertentu, lantas Jibril menangkap suara-suara tersebut. Selanjutnya, Allah memberikan pengetahuan kepada Jibril bahwa ungkapan-ungkapan tersebut sesuai dengan makna yang dikandung dari Kalam-Nya yang qadim itu.

Dalam ayat di atas juga disebutkan tentang keyakinan terhadap kehidupan akhirat sebagai salah satu ciri orang-orang bertakwa. Adanya kehidupan akhirat adalah sebuah konsekuensi logis dari prinsip keadilan Tuhan sebagaimana yang diuraikan oleh kalangan Mu’tazilah. Allah telah menjanjikan kebahagiaan di akhirat bagi orang-orang yang mengikuti aturan-aturan-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengancam kesengsaraan di akhirat bagi orang-orang yang tidak sudi mengikuti aturan dan larangan-Nya.

Dengan demikian, jika hari akhirat yang dijanjikan Tuhan itu tidak ada, maka berarti Tuhan tidak adil, padahal Allah tidak mungkin berbuat tidak adil. Hal itu karena orang-orang yang membangkang terhadap aturan dan larangan Allah telah menikmati berbagai kenikmatan di dunia. Sementara orang-orang yang taat kepada-Nya justru tidak menikmati sebagian kenikmatan dunia karena mengikuti perintah-Nya. [16]

5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Ayat-ayat sebelumnya telah menyebutkan lima ciri-ciri orang bertakwa. Selanjutnya pada ayat ini, orang-orang yang bertakwa disebut sebagai orang-orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan sebagai orang-orang yang beruntung. Dengan kata lain, ayat ini merupakan penegasan tentang ganjaran yang akan diperoleh orang-orang bertakwa, yaitu petunjuk dari Allah dan keberuntungan.

Keberuntungan yang diperoleh orang-orang bertakwa itu tidaklah didapat dengan mudah. Ia bukanlah seperti keberuntungan orang yang mendapat hadiah tanpa usaha dan kerja keras. Namun keberuntungan itu harus diperoleh dengan kerja keras. Karena itulah kata dasar yang digunakan dalam ayat di atas adalah al-falh (الفلح), yang berarti membelah dan memotong. Dalam bahasa Arab, petani disebut fallaah (فَلاََّح), karena seorang petani harus bekerja keras dengan membelah atau membajak tanah.[17]

6. Sesungguhnya orang-orang kafir itu sama saja bagi mereka. Kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Setelah diuraikan tentang golongan orang beriman, ayat ini menyebutkan golongan orang kafir. Sekilas ayat di atas menunjukkan bahwa seolah tidak ada gunanya berdakwah terhadap orang-orang kafir. Toh, hasilnya tetap sama saja. Diberi dakwah atau tidak, mereka tetap tidak beriman. Namun, sebenarnya hal itu karena kekafiran yang begitu mendalamlah sehingga membuat mereka tidak jua sudi beriman. Di samping itu, Allah memang memberikan hidayah kepadanya.

Tentang golongan kafir ini, Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar mengklasifikasikan menjadi tiga macam. Pertama, orang yang mengetahui kebenaran namun ia dengan sengaja mengingkarinya. Jumlah orang kafir inilah yang paling sedikit. Kedua, orang yang tidak mengetahui kebenaran, namun tidak ingin mengetahuinya dan tidak suka untuk mengetahuinya. Mereka bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan kebenaran. Ketiga, orang yang telah sakit jiwa dan hatinya. Ia tidak merasakan nikmatnya kebenaran. Tak ada ketertarikan di dalam hati mereka untuk menemukan kebenaran. Hati dan jiwa mereka telah dipenuhi dengan keinginan-keinginan duniawi dan kenikmatan jasmaniah semata. Akal dan pikiran mereka dicurahkan untuk memperoleh keuntungan material saja. Ketiga macam orang kafir seperti itulah yang hasilnya sama saja. Diberi dakwah atau tidak, mereka tetap tak beriman. [18]

7. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Bagi mereka siksa yang amat berat.

Ayat ini merupakan penjelasan lanjutan mengapa orang-orang kafir sama hasilnya: diberi peringatan atau tidak, mereka tetap tak jua beriman. Hal itu karena kekafiran mereka sudah betul-betul kuat dan kokoh. Saking kuat dan kokohnya sehingga seolah Allah menutup hati mereka. Karena itulah, hidayah pun tak jua sampai ke dalam hati sanubari mereka. Allah seolah meletakkan suatu penutup di pendengaran mereka sehingga tidak bisa mendengar ayat-ayat Allah, serta janji dan ancaman-Nya. Petunjuk-petunjuk kebenaran tidak berpengaruh ke dalam hati mereka.

Allah seolah melemparkan penutup mata bagi mereka, lantas mencopot kemampuan mereka untuk melihat dengan gamblang dan jelas. Karena itulah mereka pun terus saja berada dalam kekafiran. Dengan kekafiran itu pula, mereka diganjar dengan siksaan yang dahsyat dari Allah.[19]

Menurut Ibnu Abbas, orang-orang kafir yang telah tertutup hati, telinga, dan mata mereka itu adalah orang-orang Yahudi, seperti Ka’ab bin al-Asyraf, Huyay bin Akhthab, dan Juday bin Akhthab. Namun ada juga yang berpendapat, mereka adalah orang-orang musyrik Mekkah, seperti Utbah, Syaibah, dan al-Walid. [20]

Dalam realitas di masyarakat, kita bisa menemukan orang yang telah tertutup mata hati, telinga, dan matanya. Apapun nasihat dan anjuran kebenaran yang diberikan kepadanya, tak jua mempan untuk membuatnya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Hal itu terjadi saat seseorang melakukan keburukan dan kemaksiatan secara berulang-ulang dan terus-menerus. Karena begitu seringnya keburukan dan kemaksiatan ia lakukan, hati nuraninya jadi tertutup. Ia tak lagi merasa berdosa dan gundah saat melakukan kejahatan dan keburukan.

8. Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian.” Namun mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

Setelah sebelumnya disebutkan penjelasan tentang golongan beriman dan kafir, ayat ini menyebutkan tentang golongan ketiga manusia, yaitu golongan orang munafik. Hal itu selaras dengan penjelasan Imam al-Khazin, bahwa ayat ini memang diturunkan untuk orang-orang munafik, seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, Ma’tab bin Qusyair, Jad bin Qais, dan lain-lain. Secara verbal, mereka menyatakan keislaman mereka agar mereka selamat dari Nabi Muhammad dan para sahabat. Namun sebenarnya mereka merahasiakan kekafiran mereka. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan Yahudi. Sifat orang munafik bisa dikenali dari sikap mereka yang tidak konsisten. Mereka menyatakan Islam, namun hati mereka mengingkari Islam. Pagi hari mereka menyatakan suatu sikap tertentu, tapi di sore hari mereka menyatakan sikap yang berbeda.[21]

Sikap munafik tidak terjadi sebelum peristiwa hijrah kaum muslim dari Mekkah ke Madinah. Setelah hijrah dan kemenangan umat Islam dalam Perang Badar, barulah muncul sikap munafik. Kemenangan itu membuat pamor kaum muslim di Madinah menjadi meningkat. Saat itulah, orang-orang non Muslim di Madinah menjadi merasa gentar. Mereka pun memilih untuk menampakkan keislaman karena merasa takut dan sekedar pura-pura. Hal itu mereka lakukan agar keselamatan nyawa dan harta mereka tetap terjamin. [22]

9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri namun mereka tidak menyadarinya.

Dari aspek qiraat, kata يُخَادِعُوْنَ الله bisa dibaca dengan cara lain. Qiraat yang paling banyak digunakan memang demikian. Namun Abdullah dan Abu Hayat membacanya dengan يَخْدَعُوْنَ الله, tanpa diberi huruf alif pada huruf kha.[23] Sedangkan kata وما يخدعون إلا أنفسهم juga memiliki dua cara membaca. Penduduk Kufah, Hamzah, ‘Ashim, dan al-Kisa’i membacanya dengan يَِخْدَعُوْنَ tanpa huruf alif pada huruf kha. Sementara yang lain membacanya dengan يُخَادِعُوْنَ tambahan huruf alif pada huruf kha. Meski terdapat sedikit perbedaan cara membaca, kata tersebut relatif memiliki makna yang sama.[24]

Ayat ini merupakan lanjutan penjelasan tentang jati diri orang-orang munafik. Ungkapan “mereka hendak menipu Allah” tentu saja bukan makna yang sebenarnya, karena Allah pasti Maha Mengetahui dan Kuasa. Allah tidak akan bisa ditipu oleh siapapun. Di dalam tafsir al-Qurthubi, ungkapan tersebut ditafsirkan, bahwa “mereka menipu Allah menurut pandangan atau dugaan mereka saja.”[25] Karena itulah, ungkapan tersebut dilanjutkan dengan ungkapan berikutnya: “mereka hanyalah menipu diri sendiri.”

10. Dalam hati mereka, terdapat penyakit, lantas Allah menambah penyakit mereka. Bagi mereka siksa yang menyakitkan, disebabkan mereka berdusta.

Ayat ini menjelaskan penyebab orang-orang termasuk golongan munafik. Hal itu karena di dalam hati mereka terdapat penyakit, syak wasangka dan iri hati. Sakit terbagi dua macam, sakit fisik dan sakit psikis. Secara denotatif (hakiki), sakit fisik terdapat di anggota badan yang mengakibatkan seseorang tidak mampu melakukan berbagai perbuatan sebagaimana biasanya. Sedangkan secara konotatif (majazi), sakit psikis terdapat di dalam hati seseorang sehingga mengurangi kesempurnaan perbuatannya, seperti kebodohan, jeleknya akidah, dengki, pemarah, suka maksiat, dan lain-lain. Penyakit-penyakit hati ini bisa mencegah seseorang untuk bisa meraih keutamaan hidup, atau menghalanginya dalam mencapai kehidupan hakiki yang abadi. Ayat di atas mengandung pengertian sakit, baik secara fisik maupun psikis sekaligus. Namun mayoritas ulama menafsirkannya sebagai sakit secara psikis. [26]

Ungkapan “Allah menambah sakit mereka” adalah dikaitkan dengan turunnya Alquran. Bagi orang-orang munafik, setiap kali ayat Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad, mereka pun mengingkari kebenaran ayat tersebut. Pada saat itu, semakin bertambah pula rasa syak wasangka dan kedengkian dalam diri mereka. Dengan demikian, rasa sakit dalam hati mereka juga kian bertambah. [27]

Meski bertambahnya penyakit dalam hati mereka adalah karena ulah orang munafik itu sendiri, namun ayat tersebut menggunakan ungkapan “Allah menambah sakit mereka.” Hal itu karena memang Allah yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini. Allah pula yang menciptakan dan mewujudkan terjadinya sakit mereka yang semakin bertambah. [28]

Sumber : http://racheedus.wordpress.com/

Ayat Kauniyah : Tanda-tanda Kekuasaan Allah Pada Penciptaan Burung, Telurnya, paruhnya, Warnanya, Corak dan Bulunya

burung terbangBismillahirohmanirohim

Kemudian coba perhatikan bentuk tubuh burung. Disebabkan burung telah ditakdirkan terbang di udara maka bobot tubuhnya juga ringan dan ringkas. Burung hanya dilengkapi dengan dua kaki saja tidak empat sebagaimana hewan lainnya. Burung hanya dilengkapi dengan empat jari saja tidak lima. Tempat keluar kotoran dan air kencing juga satu tidak terpisah seperti halnya hewan lain. Burung hanya dilengkapi dengan empat jari saja tidak lima. Tempat keluar kotoran dan air kencing juga satu tidak terpisah seperti halnya hewan lain. Kemudian burung dilengkapi dengan ujung dada depan yang kecil agar mudah menerobos udara kemana saja ia mengarah. Sebagaimana halnya bagian depan kapal dibuat bentuknya seperti itu agar mudah membelah air dan dapat meluncur dengan cepat di atasnya. Kemudian kedua sayap dan ekornya dilengkapi dengan bulu-bulu yang panjang dan berpasangan untuk memudahkan naik turun. Lalu seluruh tubuhnya dibungkus dengan bula agar udara dapat meresap masuk dan membawanya terbang.

Berhubung makanan burung itu adalah daging dan biji-bijian yang ditelan olehnya bulat-bulat tanpa dikunyah, maka burung tidak dilengkapi dengan gigi. Lalu sebagai gantinya burung dilengkapi dengan paruh yang berfungsi untuk mengambil makanan. Sehingga tidak kesulitan dalam mengambil biji-bijian dan tidak bengkok ketika mencabik daging. Berhubung burung-burung itu tidak memiliki gigi sehingga biji-biji yang dimakannya masuk secara utuh tanpa dikunyah maka burung dilengkapi dengan hawa panas pada temboloknya yang akan melumat biji-bijian itu dan memasak daging. Dengan demikian burung tidak memerlukan ayat pengunyah. Bukti yang menunjukkan kepada kita betapa panas hawa dalam tembolok itu adalah biji kismis dan sejenisnya keluar dalam keadaan utuh dari perut manusia dan apabila masuk ke dalam tembolok burung dan di masak di dalamnya maka biji itu tidak akan berbekas sedikitpun.

Kemudian salah satu hikmah ilahi adalah Allah menjadikan burung-burung itu berkembang biak dengan bertelur bukan dengan melahirkan anak. Tujuannya agar tidak memberatkannya. Sebab, sekiranya burung-burung itu mengandung hingga sempurna kandungannya dan berat, tentu sangat berat baginya untuk terbang naik dan turun. Kemudian coba perhatikan hikmah ilahi pada burung yang terbang bebas di udara. Allah memberinya kesabaran selama seminggu atau dua minggu atas kehendaknya. Ia mengerami telur-telurnya dan tabah menanggung kesulitannya. Kemudian apabila telur-telur itu menetas, ia menanggung sulitnya mencari makanan dan mengumpulkan biji-bijian di paruhnya untuk diberikan kepada anak-anaknya yang baru menetas. Burung bukanlah makluk yang memiliki pikiran dan akal tentang nasib dirinya kemudian dan tidaklah mengharapkan apapun dari anak-anaknya seperti yang diharapkan manusia terhadap anak-anaknya. Setiap manusia mengharapkan pertolongan kelak, teman dan nama yang tetap dikenang dari anak-anaknya. Perilaku burung itu menunjukkan bahwa ia sangat belas kasih kepada anak-anaknya. Barangkali ia tidak berpikir tentang kelanjutan anak keturunannya.

Kemudian coba perhatikan bentuk telur, coba lihat kuning telur dan cairan putih di dalamnya. Dari sebagian itulah tercipta anak burung. Dan sebagian lainnya sebagai bahan makanannya sampai anak burung menetas. Coba perhatikan hikmah di balik semua itu. Berhubung anak burung itu dibentuk di dalam selaput yang sangat tertutup rapat, tidak ada celah bagi yang di luar untuk masuk ke dalam, maka Allah menyediakan bahan makanan di dalam telur itu sendiri yang mencukupi hingga telur itu menetas.

Kemudian coba perhatikan bentuk paruh burung, pada saluran makanan sampai ke temboloknya, ukurannya sangat sempit hanya bisa dilewati sedikit makanan. Sekiranya biji-biji yang ia telan berikutnya tidak sampai ke tembolok tentu burung akan membutuhkan waktu lama untuk makan. Berhubung burung-burung itu tidak makan dengan santai, akan tetapi makan dengan sembunyi-sembunyi karena waspada terhadap keadaan sekitarnya, maka paruhnya dibuat seperti keranjang yang tergantung di depannya agar dapat menampung makanan dengan cepat kemudian disalurkan ke tembolok secara perlahan. Paruh juga memiliki keistimewaan lain, yaitu sebagian burung butuh memberi makan anak-anaknya. Maka cara yang paling mudah untuk memberi makanan kepada anak-anaknya adalah dengan paruh.

Kemudian coba perhatikan warna, belang dan coraknya yang dapat engkau lihat pada kebanyakan burung, seperti burung merak, tekukur dan lainnya. Sekiranya warna dan corak itu dilukis dengan pena dan dibentuk dengan tangan niscaya tidak akan bisa seperti itu. Lalu siapakah yang membentuk, melukis dan menciptakannya dalam bentuk yang sangat menakjubkan? Sekiranya semua makhluk berkumpul untuk melukiskan keindahannya niscaya tidak akan mampu.

Coba perhatikan bagaimana bentuk dan warna bulu burung merak! Bentuknya persis seperti tenunan pakaian yang mahal dengan benang yang mahal pula. Satu sama lainnya dirajut rapi seperti rajutan benang dan pintalan rambut. Engkau dapat lihat bila burung merak ingin mengembangkan ekornya maka akan mengembang sedikit demi sedikit. Ekor itu tidak akan terbelit-belit karena udara bisa meresap ke dalamnya. Burung merak dapat menutupnya kembali apabila hendak terbang. Engkau dapat melihat pada tengah bulu ekornya itu terdapat bagian yang keras dan kuat. Bulu-bulu itu terajut di sisi-sisinya seperti rajutan rambut. Bagian tengah yang keras itulah yang disebut dengan ruas bulu yang terletak di bagian tengah bulu. Ruas itu dibuat berongga yang dapat dimasuki udara sehingga dengan begitu dapat mengangkat tubuh burung saat terbang. Mustahil semua itu terjadi secara alami belaka. Dan kalaupun dikatakan sebagai peristiwa alamiah maka itu merupakan bukti yang sangat kuat dan keterangan yang sangat jelas atas kekuasaan Penciptanya. Itulah tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan memberi hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Adapun orang-orang yang beriman akan bertambah pula keimanannya.

Kemudian coba perhatikan burung-burung yang memiliki kaki yang panjang. Burung-burung itu diberi kaki yang panjang disebabkan ia mencari makanan di atas air. Burung-burung itu akan bertumpu pada kedua kakinya yang panjang seolah bagaikan menara dh atas kendaraan. Ia memperhatikan hewan-hewan yang berenang di permukaan air. Jika ia melihat buruannya maka ia akan melangkah perlahan lalu menangkapnya. Kalaulah kakinya dibuat pendek tentunya apabika ia ingin mendekati buruannya untuk menangkapnya maka perutnya akan menyentuh air dan air akan beriak dan bergelombang. Dan hal itu pasti mengejutkan buruannya dan membuatnya lari. Maka diciptakanlah kaki yang panjang agar ia dapat menangkap mangsanya dan tidak merusak acara berburunya.

Setiap burung diciptakan dalam bentuk-bentuk tertentu, seperti kaki yang jangkung dan leher yang panjang. Tujuannya agar mudah meraih makanannya di atas bumi. Jika kakinya panjang namun paruhnya pendek tentu ia tidak akan bisa meraih makanan di tanah. Kadang kala selain lehernya yang panjang burung itu dilengkapi juga paruh yang panjang agar ia semakin mudah meraih makanannya.

Kemudian coba perhatikan burung-burung kecil itu. Mereka mencari makanan sepanjang siang hari. Burung-burung itu tidak pernah kehilangan makanannya dan tidak pernah mendapati makanannya itu terkumpul dan tersedia. Namun ia mencari makanannya dengan terbang kesana kemari ke segala arah dan ke setiap sudut. Maha suci Allah yang telah memudahkannya mencari rizki. Allah tidaklah menjadikannya sebagai sesuatu perkara yang terlalu sulit selama burung itu selalu mencarinya. Dan apabila burung itu diam, maka ia tidak akan memperoleh makanannya. Allah memberinya kekuatan untuk mencari makanannya setiap saat di segala tempat, kendatipun di dinding, di atap dan di loteng. Burung-burung itu memperolehnya setelah bekerja keras, dan tidak akan disertai atau diikuti kecuali oleh burung-burung sejenisnya. Kalaulah makanannya sudah terkumpul dan tersedia seluruhnya maka seluruh burung-burung akan berkumpul dan saling mengalahkan untuk mendapatkannya. Demikian pula kalaulah makanannya sudah terkumpul dan tersedia maka burung-burung itu akan berebutan dan tidak akan mau beranjak dari situ sampai mati.

Demikian pula manusia, sekiranya makanan manusia itu sudah tersedia tanpa harus berusaha dan bekerja keras mendapatkannya maka pasti menjurus kepada kekacauan dan kemalasan. Dan akan terjadi kerusakan yang besar dan akan menyebar perbuatan keji dan penindasan di atas muka bumi. Maha Suci Allah yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui yang tidak menciptakan sesuatu sia-sia belaka.

Coba lihat burung-burung yang hanya keluar pada malam hari, misalnya burung hantu dan kelelawar. Makanannya disediakan di udara, bukan biji-bijian atau daging. Makanannya adalah nyamuk, serangga dan sejenisnya yang banyak berterbangan di udara, hampir-hampir di setiap tempat terdapat serangga tersebut. Apabila diletakkan lentera pada malam hari di atas atap atau di halaman rumah, maka serangga-serangga itu akan berkumpul di sekitarnya dalam jumlah banyak. Serangga-serangga ini sangat kurang kecerdikannya dan sangat lemah tipu muslihatnya. Tidak ada jenis burung yang lebih lemah dan lebih bodoh selain serangga-serangga ini. Sebagai buktinya apabila engkau menghalau serangga-serangga itu maka mereka akan berkumpul di dekat panas api sehingga mereka semua terbakar habis.

Itu merupakan salah satu hikmah dan faedah penciptaan serangga-serangga tersebut. Serangga-serangga itu telah menjadi komoditi makanan bagi sebuah umat yang bertasbih memuji Rabbnya. Sekiranya tidak demikian, niscaya serangga itu akan terus bertambah jumlahnya dan akan menimbulkan mudharat bagi manusia dan akan mengganggu ketenangan mereka.

Sekarang lihatlah kelelawar. Kelelawar termasuk salah satu hewan yang memiliki bentuk yang sangat menakjubkan. Bentuk tuhuhnya perpaduan antara burung dan hewan berkaki empat. Namun secara fisik kelelawar lebih mirip dengan hewan berkaki empat. Kelelawar memiliki dua telinga, gigi dan dubur. Kelelawar juga berkembang biak dengan melahirkan anak, menyusui dan berjalan dengan empat kaki. Kelelawar memiliki dua sayap yang bisa dipakai untuk terbang.

Berhubung penglihatan kelelawar ini lemah dan tidak tahan terhadap sinar matahari maka siang bagi kelelawar seperti malam bagi makhlul lainnya. Apabila matahari tenggelam maka kelelawar-kelelawar itu akan bertebaran. Oleh karena itulah makanan makhluk yang lemah inhpun disesuaikan dengan waktu terbangnya yang hanya pada malam hari. Tidak ada satupun makhluk yang diciptakan sia-sia tanpa hikmah dan arti!

Seorang yang dapat dipercaya menceritakan pengalamannya bahwa ia pernah melihat seekor burung yang bersarang di salah satu pohon. Lalu burung itu melihat seekor ular besar menuju sarangnya dengan membuka mulut siap menelannya. Setelah ia bergerak ke sana kemari mencari tipu muslihat untuk menyelamatkan diri, ia menemukan sebatang kayu di dalam sarangnya. Burung itu meraih batang kayu itu dan melemparkannya ke dalam mulut ular yang tengah menganga. Maka ular itupun meliuk-liuk kesakitan sampai mati!

Sumber: Keajaiban-keajaiban Makhluk dalam Pandangan Al Imam Ibnul Qayyim, karya Abul Mundzir Khalil bin Ibrahim Amin (penerjemah: Abu Ihsan Al-Atsari Al-Maidani), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Sya’ban 1423 H / Oktober 2002 M, hal. 188-194.

Sebesar apa Allah itu?

melihat allah

Bismillahirohmanirohim

Firman Allah :

وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسموات مطويات بيمينه سبحانه وتعالى عما يشركون

“Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak mengagung-agungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat, dan semua langit digulung dengan tangan kananNya. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala perbuatan syirik mereka.” (QS. Az zumar 67).

Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu berkata : “Salah seorang pendeta yahudi datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam seraya berkata :

يا محمد، إنا نجد أن الله يجعل السموات على إصبع، والأرضين على إصبع، والشجر على إصبع، والماء على إصبع، والثرى على إصبع، وسائر الخلق على إصبع، فيقول :” أنا الملك، فضحك النبي  حتى بدت نواجذه تصديقا لقول الحبر، ثم قرأ :

“Wahai Muhammad, sesungguhnya kami dapati (dalam kitab suci kami) bahwa Allah akan meletakkan langit diatas satu jari, pohon-pohon diatas satu jari, air diatas satu jari, tanah diatas satu jari, dan seluruh makhluk diatas satu jari, kemudian Allah berfirman : “Akulah Penguasa (raja)”, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tertawa sampai nampak gigi seri beliau, karena membenarkan ucapan pendeta yahudi itu, kemudian beliau membacakan firman Allah :

وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة

“Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak mengagung-agungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat.” (QS. Az zumar 67).

Dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan :


والجبال والشجر على أصبع، ثم يهزهن فيقول : أنا الملك، أنا الله

“ … gunung-gunung dan pohon-pohon diatas satu jari, kemudian digoncangkannya seraya berfirman :

“Akulah penguasa, Akulah Allah.”

dan dalam riwayat Imam Bukhori dikatakan :

يجعل السموات على إصبع، والماء والثرى على إصبع، وسائر الخلق على إصبع. أخرجاه

“… Allah letakkan semua langit diatas satu jari, air serta tanah diatas satu jari, dan seluruh makhluk diatas satu jari.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

يطوي الله السموات يوم القيامة ثم يأخذهن بيده اليمنى، ثم يقول : أنا الملك، أين الجبارون ؟ أين المتكبرون ؟, ثم يطوي الأرضين السبع، ثم يأخذهن بشماله، ثم يقول : أنا الملك، أين الجبارون ؟ أين المتكبرون ؟

“Allah akan menggulung seluruh lapisan langit pada hari kiamat, lalu diambil dengan tangan kananNya, dan berfirman : “Akulah penguasa, mana orang-orang yang berlaku lalim ? mana orang-orang yang sombong ?, kemudian Allah menggulung ketujuh lapis bumi, lalu diambil dengan tangan kiriNya dan berfirman : “Aku lah Penguasa, mana orang-orang yang berlaku lalim ?, mana orang-orang yang sombong ?”.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata :

ما السموات السبع والأرضون السبع في كف الرحمن إلا كخردلة في يد أحدكم

“Tidaklah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh di Telapak Tangan Ar Rahman, kecuali bagaikan sebutir biji sawi diletakkan di telapak tangan seseorang diantara kalian”.

Faedah yang bisa diambil dari ayat dan hadits-hadits

1. Penjelasan tentang keagungan Allah dan kerdinya semua makhluk jika dibandingkan dengan-Nya.
2. Siapa yang mempersekutukan Allah berarti belum memuliakan Allah dengan semestinya.
3. Penetapan keyakinan adanya dua tangan, jari-jari, dan telapak tangan bagi Allah sesuai dengan yang layak bagi-Nya.
4. Ilmu mulia dari taurat ini masih ada pada yahudi di masa Rasulullah, mereka tidak mengingkari dan tidak memutar-balikanya.
5. Keesaan Allah memegang kerajaan, dan kerajaan selain-Nya akan hilang.

Sumber : Kitab Tauhid, faedah-faedah ayat dan hadits oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

http://shirotholmustaqim.wordpress.com

Berbahagialah Orang yang Sakit

SECRETItulah perkataan dari orang-orang shalih terdahulu. Kalimat yang indah dan penuh makna. Namun, saat ini banyak orang yang melupakan arti dari kalimat tersebut.

Nikmat kesehatan merupakan nikmat yang tiada tanding. Bahkan, bagi mereka yang sedang sakit, mereka rela menghabiskan hartanya agar memperoleh kesehatan. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah yakinlah bahwa setiap penyakit merupakan ketetapan Allah yang Maha Penyayang terhadap setiap hambaNya. Oleh karena itu, berbaik sangkalah kepada Allah atas setiapa ketetapan yang terjadi.

Ingatlah sebuah hadits qudsi,

“Aku tergantung baik sangka hamba terhadap Ku. Jika baik, maka baiklah adanya dan jika buruk, maka buruklah adanya” (HR. Ahmad, Thabrani)

Dan firmanNya,

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah: 216)

فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (An-Nisa: 19)

Ingatlah juga bahwa setiap penyakit yang ditimpa oleh seorang hamba merupakan tanda kasih sayang Allah kepada hambaNya.

“Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai sesuatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka: (HR. Tirmidzi, Baihaqi)

Dan setiap cobaan yang terjadi dapat menjadi jalan diampuni dosa dan ditinggikannya derajat mereka disisi Allah.

“Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengan itu kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhori-Muslim)

Dan diantara ke-Maha Lembutan dan RahmatNya, bahwa apabila Allah menutup satu pintu kebaikan bagi seseorang, pasti Allah akan membukakan banyak pintu kebaikan lainnya.

“Kalau seorang hamba sakit atau sedang berpergian, pasti Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah di masa masih sehat dan sedang bermukim” (HR. Bukhori)

Dan setiap keadaan yang dihadapi oleh seorang yang beriman juga dapat menjadi kebaikan bagi dirinya.

“Sungguh ajaib kondisi seorang mukmin, seluruh kondisinya pasti menjadi baik dan itu hanya dimiliki oleh seorang mukmin saja. Apabila ia memperoleh kenikmatan akan bersyukur, maka kesenangan itu akan menjadi kebaikan buat dirinya. Apabila ia tertimpa musibah ia akan bersabar dan musibah itu pun akan menjadi kebaikan buat dirinya” (HR. Muslim)

Dan yang perlu diketahui setiap muslim juga bahwa setiap penyakit yang diturunkan oleh Allah pasti ada obatnya.

“Setiap penyakit ada obatnya. Jika suatu obat itu tepat (manjur) untuk suatu penyakit maka akan sembuh dengan ijin Allah” (HR. Muslim)

Dan ingatlah ketika Allah berfirman mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam.

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“dan apabila aku sakit. Dia-lah yang menyembuhkanku.” (Asy-syu’ara:80)

Dan obat yang paling mujarab ialah sebagaimana yang Allah Firmankan,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Al-Isra’: 82)

Oleh karena itu, kemuliaan apalagi yang bisa didapatkan setelah kemuliaan yang Allah berikan ini? Keutamaan apa pula yang lebih luas dari keutamaan Allah yang mengaruniai berbagai keutamaan”

“Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit dan dari apa yang tidak aku inginkan)…… Sesungguhnya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau” (HR. Bukhori)

http://abuhuroiroh.wordpress.com

Makna Arti Ujian

nadzar

Bulan suci Ramadlan bulan istimewa. Hari-hari di dalamnya hari-hari istimewa. Saat-saat di dalamnya, saat isitimewa. Bulan dibukakannya segala pengampunan, pintu surga, dan ijabahnya do’a-do’a. Bulan ditebarkannya harapan bagi mereka yang berharap kepada-Nya. Bulan diangkatnya segala kesulitan hidup bagi yang meminta bantuan-Nya. Kalau kita dililit utang piutang, maka Allah adalah Dzat Mahakaya yang menjanjikan terkabulnya doa: Dia dengan mudah akan melunasinya. Di bulan inilah pula sebagai wahana memohon pertolongan Allah atas segala kebutuhan hidup kita.

Ujian hidup tidak bisa kita elakkan dari kehidupan ini; ujian senantiasa menyertai. Dari sejak kecil, kita dibesarkan oleh ujian. Baik itu ujian sekolah, organisasi, dan sebagainya. Sesugguhnya itu ujian yang kecil. Di samping itu, ada ujian hidup yang sesungguhnya dapat mematangkan diri kita.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu seperti yang dialami orang-orang sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah pertolongan Allah?’ Ingatlah sesungguh pertolongan Allah itu sangat dekat.” (QS. Al-Baqarah:214)

Jika Allah SWT menyentuhkan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Yunus (10) : 107

Allah SWT dalam menyebut istilah ujian dalam ayat itu menggunakan kata ‘menyentuhkan’. Musibah kepada kita itu hanya sentuhan bukan pukulan. Adapun ternyata kita merasa sakit, sebabnya kita tidak mau menerima musibah ini. Padahal, jelas-jelas musibah ini sarat dengan berbagai pahala dan hikmah, misalnya bisa menggugurkan dosa, mengangkat derajat keimanan di hadapan Allah SWT. Sehingga, jika saja kita mengetahui dan meyakini tatkala diuji dengan penghinaan sebagai penggugur dosa, maka kita tidak akan merasa demikian perih ketika menerimanya.

Dan juga jangan pernah merasa kita sendirian kapan pun dalam melalui berbagai ujian Allah SWT.

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qoof: 16).

Karena Allah-lah yang mengurus kita setiap saat. Yang menyayangi diri kita sendiri, bahkan lebih daripada kita sendiri. Andai kita mengetahui betapa Allah yang menyayangi hamba-Nya, pasti kita tidak akan mengkhianatinya, karena saking malunya. Andai saja kita tahu kekuasaan Allah SWT yang mutlak sempurna, pasti tidak akan ada lagi harapan atau bergantung dan bersandar kepada selain Allah. Andai saja kita tahu perlindungan Allah Maha Sempurna Maha Kokoh, tentunya kita tidak akan minta tolong pada siapa pun, karena meminta kepada seseorang bisa menyebabkan hina harga diri kita. Meminta kepada Allah, akan meningkatkan harga diri kita, dan tidak akan pernah sedikit pun dikecewakannya.

Allah pun demikian menyangi orang beriman, sebagaimana tersurat dalam sirah nabawiyah: Ketika itu, dalam suatu peperangan, pasukan muslimin mendapat banyak tawanan perang. Di antaranya terlihat seorang perempuan yang menggendong bayi dengan menunjukkan kasih sayangnya melalui pelukan, belaian, disusuinya dan sebagainya. Lalu Rasul saw bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana kiranya menurutmu, ibu tersebut, akan tegakah melemparkan anaknya ke dalam api yang menyala?” “Demi Allah tidak mungkin,” kata para sahabat. “Ketahuilah, Allah mencintai orang yang beriman lebih daripada ibu tersebut mencintai anaknya. Allah tidak mungkin melemparkan yang beriman ke neraka.”

Jadi, sesungguhnya yang mengantarkan kita ke neraka itu kelakuan kita sendiri. Kita diuji dengan sakit, difitnah, dijauhi, kehilangan sesuatu, supaya kita bersih dari dosa-dosa; dosa kita bisa terkikis habis; supaya hati tidak bersandar dan tidak merasa nyaman dengan selain Allah; supaya tatkala pulang ke akhirat kita bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan diridhainya.

Mudah-mudahan Allah SWT menyingkapkan hijab di hati kita, sehingga iman tidak hanya di mulut, melainkan menghujam hingga ke dalam pori-pori hati kita. Setiap saat kita sibuk dengan Allah Yang Maha Gagah. Allah SWT tidak akan pernah mengecewakan hamba-Nya yang hatinya selalu ingat pada-Nya.

“Dan pastilah Allah akan menolong siapa saja yang mau menolong (Dien)-Nya” (QS Al-Hajj : 40)

Tidak ada yang menginginkan kita ke surga kecuali Allah SWT Sang Pencipta. Maka jangan pernah bersuudzon (berburuk sangka) kepada Allah SWT tatkala diuji dari berbagai masalah. Itu semua menunjukkan bahwa kita diuji dan terbukti kita layak masuk surga.

eramuslim.com

Target Hidup

allah

Barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia beruntung.

Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, ia rugi.

Barangsiapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia celaka.

 

Sesungguhnya setiap manusia merugi kecuali orang-orang yang memanfatkan
waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat. Orang merugi bisa dilihat dari
bagaimana perilakunya ketika ia naik kedudukan duniawinya. Di dalam ajaran
Islam, yang penting itu percepatan, bukan kecepatan. Bedanya, kecepatan
itu konstan, percepatan itu perubahan kecepatan per satuan waktu. Seperti
balap mobil. Satu mobil tetap dalam kecepatan sekian, sedangkan yang
lainnya bertahap kecepatan hingga meninggi. Mobil kedua ini tentunya yang
akan menang.

 

Kita banyak sekali melakukan kelalaian yang haru kita taubati. Taubatnya
kita dibuktikan dengan mengisi sisa waktu kita dengan yang bermanfaat
sebaik-baiknya, dan mengajak orang lain untuk menjalankan kebaikan ini.

 

Waktu itu amat menghakimi diri kita. Bila waktu kita isi sia-sia, maka
kita akan menjadi orang sia-sia. Apabila kita isi dengan perbuatan buruk,
maka kita harus siap menanggung perbuatan buruk kita, kecuali dihapus
dengan bertaubat.

 

Waktu itu sama bagi siapa pun, di mana pun, sehari semalam sebanyak 24
jam. Akan tapi mengapa dalam sehari orang ada yang bisa mengurus
perusahaan besar, misalnya, tapi ada juga orang yang tidak bisa mengurus
dirinya pun. Tidak boleh menyalahkan waktu, pasti kita tidak serius
mengaturnya. Pasti tidak serius menggunakan waktu seefektif dan
seefisiennya, sehingga Rasulullah Saw pun mengingatkan bahwa ada dua
nikmat yang kebanyakan manusia terlena, yakni nikmat kesehatan dan waktu
luang.

 

Sesungguhnya Allah SWT sudah menyiapkan waktu kepada kita umat manusia
sama jumlahnya. Bagaimana rahasianya manusia bisa menjalankan percepatan?
Segala sesuatu jalannya sering ditentukan pada target yang hendak dicapai.
Misalnya, orang yang tidak memiliki target hapalan juz’amma, maka tidak
akan tercapai-capai sampai kapan pun hapal juz 30-nya. Kalau tidak bisa
menargetkan yang demikian tinggi, kita harus bisa mengukur kemampuan diri
atau memakai sistem pentahapan. Misal lain, target terpenting dalam hidup
ini menjadi orang yang bertakwa (ahli takwa). Jangan sampai mati kecuali
dalam keadaan beriman. Dengan target seperti itu ia akan memanfaatkan
waktu seoptimalnya. Perintah dan larangan Allah Swt demikian dijaga. Dan
dilakukan pentargetan tahapan, seperti ibadah harian yang ditentukan
percepatannya, sehingga makin bertambah amal-amalnya.

 

Orang-orang yang menjadikan kematian sebagai salah satu target, maka ia
akan meningkat percepatannya. Percepatan yang sangat penting adalah apakah
dalam waktu yang sama menambah hebatnya amal, walaupun tidak dipungkiri
tiap kita berbeda-beda kemampuannya.

 

Perlu kita mencontoh bagaimana manfaat sinar matahari. Supaya rumah ini
terang, kita harus mempunyai keinginan membuka jendela dan garden-garden.
Allah sangat luas memberikan hidayah dan karunianya, hanya kitanya sendiri
yang tidak membuka diri. Tidak ada ketenangan kecuali dengan hati yang
bersih. Tidak ada amal yang diterima kecuali dengan hati yang bersih.
Makanan ada tapi mangkok kotor, apakah yang dipikirkan, makanan atau
mangkok? Yang paling penting dari percepatan itu apa pun adalah kebersihan
hati.

 

Kebersihan bisa dikeruk dan jangan sampai ditahan. Kalau sudah makin
bersih akan banyak yang ditampakkan dari rahasia kehidupan ini, seperti
lalu lintas rejeki, kesalahan-kesalahan diri, dan sebagainya. Tidak ada
yang menghalangi pertolongan Allah, kecuali oleh dosa-dosa kita. Di antara
ibadah yang efektif pula dapat membersihkan hati adalah dengan sholat.

 

Ibarat dengan orang yang memiliki penyakit menular, maka kita pun akan
takut tertular. Seperti itulah kalau kita bergaul dengan orang yang bisa
menularkan sikap buruk. Dan tiada satu pun perbuatan yang menimpa kecuali
dari perbuatan kita sendiri.

eramuslim.com

Rezeki, Saat Ada dan Tiada

surat uang

Bagi orang yang hatinya belum sungguh-sungguh kepada Allah, maka sikapnya ditentukan oleh kondisi hatinya. Ketika diberi ia akan terlalu gembira karena pemberiannya itu, dan saat ditolak ia akan kecewa, karena harapannya tak tersampaikan.

Namun bagi orang yang mengetahui atas apa yang terbaik bagi dirinya itu berasal dari Allah, maka pemberian dan penolakan tidak membuat senang dan susah. Senang dan susahnya jika ia tidak mau bersyukur dan bersabar. Ia akan kecewa bila tidak bisa bersyukur dan bersaba; bukan pada ada dan tiadanya, dia akan kecewa.

Misalnya bagi seorang pedagang yang bergantung pada makhluk, gejalanya dapat dirasakan senang apabila ada pembeli dan kecewa bila tidak ada pembeli.

Mulailah berlatih ketika mendapat karunia, merasa gembira sewajarnya. Kalau mendapat nikmat itu semata-mata hanya kemurahan Allah, jangan dikait-kaitkan dengan kehebatan ibadah kita, karena Allah tidak bisa dipaksa.

Contoh lainnya, ketika memperoleh gaji ia merasa sangat senang, namun ketika uang gaji itu harus keluar untuk membayar keperluannya, lalu ia bersedih, berarti kita masih senangnya dengan sesuatu yang datang, dan sedih dengan sesuaatu yang harus keluar.

Padahal kalau kita tafakuri, uang itu sesungguhnya sejak dari dahulu hingga saat ini terus saja mengalir. Gaji itu lalu lintas takdir Allah sebagai salah satu aliran rejeki. Sehingga bergembiranya kita bukan pada adanya uang, melainkan adanya ladang amal. Bila waktunya uang itu harus pergi, seharusnya tidak bersedih.

Dengan demikian, apabila kita menyukai dengan apa saja yang ditetapkan Allah, maka itu tanda bagi orang yang bersyukur, dan merasa bahagia apabila karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, dan itu juga buah dari syukur.

Perbuatan syukur apabila nikmat itu datang kepada dirinya, lalu ia mengucapkan alhamdulillah. Apabila ia selalu bersyukur kalau nikmat tidak hanya datang pada dirinya, maka inilah sifat syukur yang derajatnya lebih tinggi. Karena kita menyukai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah.

“Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS Az-Zumar : 66)

Pada kenyataannya, ada orang yang menyukai bahwa nikmat itu hanya untuk dirinya, hal itu tidak menjadi amalan yang maksimal bagi dirinya. Semestinya kita menyenangi Allah jika memberi nikmat pada makhluk-makhluknya yang lain, bukan hanya bergembira karena nikmat itu diberikan kepada kita.

Ketika kita menerima suatu nikmat, wajar jika kita menjadi gembira, karena langsung menyangkut dengan diri kita, namun sebuah pencapaian keyakinan yang lebih tinggi apabila kita bersyukur ketika orang lain memperoleh nikmat juga. Ketika kita mendapat nikmat, hendaklah tidak dikait-kaitkan dengan kelebihan dan kemampuan kita, semua semata-mata karena Allah tidak bisa dipaksa oleh siapa pun.

Coba direnungkan, apakah banyak yang cocoknya atau tidak dalam kehidupan kita ini? Barangkali di antara kita akan banyak yang menjawab banyak yang tidak cocoknya. Lalu mengapa kita masih hidup, berpakaian lagi, ditutupi aib. Jadi, di mana ruginya… Bahkan tidak jarang Allah memberikan sesuatu yang tidak cocok, padahal itulah yang terbaik bagi kita.

Yang kita inginkan seringkali yang cocok menurut nafsu, karena pendeknya pengetahuan kita. Barometer bagus menurut kita, itu sesuai dengan dengan nafsu, sedangkan menurut Allah yang bagus cocok menurut iman. Misalnya, sehat menurut kita bagus, tapi Allah Maha Tahu, dengan sakit itu hikmahnya bisa menjadi kita lebih dekat dan terjaga dari maksiat.

Adakalanya kita terus menerus berlimpah rejeki, lalu membuat kita lengah dalam ibadah, maka bisa saja dibuat kejadian yang membuat kita tidak bersandar kepada gaji. Dengan hilang pekerjaan, misalnya. Hingga ia tidak menyandar kepada apa pun, Allah membuatnya ia terlepas pada sandaran apa pun, agar benar-benar tawakal kepada Allah. Hingga benar-benar pasrah kepada-Nya.

Jadi apabila kita masih senang dengan datangnya sesuatu, dan sedih dengan hilangnya sesuatu, maka memang kita masih kekanak-kanakan. Kita masih memanjakan nafsu kita. Tapi kalau mau melihat perbuatan Allah, kita tidak cukup melihat senang dan susah seperti apa adanya, melainkan semua itu sebagai satu karunia.

Jadi tidak boleh sok tahu terhadap takdir yang terbaik baik kita, karena ini yang membuat ‘ada’-nya membuatnya menjadi terlalu bergembira, dan ‘tiada’-nya menjadi sengsara hati.

eramuslim.com

Mengobati Penyakit Hati

RENUNGAN

Dialah Allah Penguasa Tunggal satu-satunya. Dialah Allah Yang Maha Gagah Pemilik Alam Semesta. Semuanya Yang Ada adalah ciptaan-Nya. Takluk pada pemilik-Nya. Yang Maha Tahu Segala Kebutuhan hamba-Nya. Dialah Allah Yang Membagi rejeki hamba-hamba-Nya.

Orang yang paling beruntung adalah orang yang ahli takwa yang hatinya yakin pada Allah, lahirnya istiqamah patuh kepada Allah. Dunia berikut isinya hanya sekadar pelayan, tidak ada-apanya dalam pandangannya. Kita mampir sebentar di dunia untuk berbekal pulang. Besok lusa mungkin tiada. Allah menciptakan kita bukan Allah memerlukan kita, tetapi untuk mengabdi kepada-Nya untuk kepentingan kita, bukan untuk keuntungan Allah.

Allah Maha Tahu niat sekecil apa pun. Senyum, misalnya, bisa saja sama tersenyum, tetapi niatnya Allah SWT mengetahui persis senyum itu untuk siapa. Tiada kebohongan untuk bersembunyi. Hatilah pusat pandangan Allah. Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.” [QS Ali Imran : 29] “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian (dan amalan-amalan kalian)” (HR. Muslim)

Dalam shalat sama gerakan dan bacannya, yang membedakan kondisi hatinya. Allah mengetahui persis apa yang ada di dalam hati kita. Berbahagialah yang berhati bersih, yaitu orang yang ikhlas dalam beramal

Hati bisa dikategorikan menjadi tiga bagian :

Qalbun mayyit

Hatinya seperti mayat. Tidak ada guna sama sekali. Baik buruknya ditentukan hawa nafsu. Maka ia akan berbuat keji dan biadab, karena tidak ada nurani. Mata dan telinga hati sudah buta. Orang seperti ini benar-benar celaka dunia akhirat. Dalam surat Al Baqarah ayat 6 tercantum: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.”

Qalbun Mariidl

Hati yang berpenyakit. Penyakit hati itu sendiri apabila dijelaskan akan meliputi berbagai tingkatan. Di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 10 difirmankan : “Di dalam hati mereka [orang-orang munafik] ada penyakit, maka Allah tambahkan penyakit ke dalam hati mereka dan bagi mereka ada adzab yang pedih disebabkan kedustaan mereka”.

Qalbun Salim (Hati yang selamat)

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS As-Syu’araa 88-89).

Orang berqalbun salimlah yang benar tauhidnya. Seperti dua sisi mata uang, kedua mukanya pasti sama nilainya. Disebabkan Tauhid inilah mengapa para nabi diutus ke dunia. Orang bertauhidlah orang yang paling merdeka di dunia. Siapa paling bermartarbat terhormat itulah yang tauhidnya paling bagus. Setiap terbaik cita-citanya ada di dalam tauhid. Siapa yang paling
mulia, ia yang tauhidnya paling bagus. Orang yang paling bertauhid, itu merdeka dari diperbudak harta manusia, jabatan, uang, atau apa pun kecuali hanya berharap dari Allah, dan tidak meminta pertolongan kecuali pada Allah. Sepanjang masih takut, ia masih menghamba pada sesuatu, ia bisa dikatakan tidak bertauhid dan tida merdeka.

Rahasia Akhlakul karimah adalah tauhid. Ukhuwah tidak akan bisa terjadi kalau tidak ada satu tujuan kepada Allah, berarti mesti dengan bersih tauhid. Masing-masing orang harus bermujahadah membersihkan hati. Terjadinya perpecahan karena adanya nafsu yang tidak terkendali. Dengan bersih hati masing-masing individunya, nanti Allah yang akan mempersatukan. Jika kita ingin tangguh kuat, maka tauhid kuncinya. Siapa yang yakin musibah terjadi dengan ijin Allah, dia tidak akan memelas
kepada musibah kepada manusia. Tidak ada alasan untuk tidak kuat menghadapi hidup ini. Sepelik apa pun, tetap ajeg saja. Kenapa pahit, karena ukurannya dunia, dan rasa pahitnya itu sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.

Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. (QS Al-Maaidah : 49)

Bagaimana mungkin kita mendapat ujian kemudian mengadukan kepada manusia, sedangkan kita tahu yang menyentuhkan ujian itu adalah Allah SWT, dan Allah sudah mengukur orang yang tauhidnya benar maka akan bersabar dan bersyukur.

Permisalannya adalah sebagai berikut: Seperti orang yang diketahui bau ketiak, maka dipastikan ia akan dijauhi orang lain. Bagi si penderita tidak perlu memelas agar orang lain bisa mengerti tentang keadaan dirinya, dan diharapkan mereka tidak menjauh bahkan tetap mendekat. Semestinya ia tidak harus sabar menunggu orang lain untuk mengerti, melainkan ia dituntut untuk bersabar dalam mengobati ketiaknya, dengan ikhtiar sekuat tenaga agar bau ketiaknya sembuh.

Kita lihat orang yang ada di rumah sakit, yang jasadnya sakit, tapi ridha menahan sakit, dan tetap berobat. Sabarnya orang yang ketiaknya bau, ridho dengan kenyataan, kemudian sabar untuk memeriksa dan mengobati atas kelemahan dirinya tersebut.

Ada orang yang rela melakukan general cek up. Setelah diketahui penyakitnya, ia pun harus mau untuk diobati, misalnya terdeteksi penyakit kanker, maka ia harus dikemoterapi, misalnya, padahal rasanya amat panas dan biayanya mahal pula, serta harus diisolasi. Tentunya semua itu agar badannya segera sehat. Tenaga, pikiran, biaya, pengorbanan dikeluarkan habis-habisan (all out) demi kesembuhannya.

Namun setelah sehat dengan memakan biaya yang besar, ternyata ujungnya ia tetap akan mati. Ini mengherankan, ketika orang itu habis-habisan untuk sehat lahirnya, tetapi tidak habis-habisan untuk menyembuhkan sakit batin. Padahal penyakit hati itu jauh lebih ganas, bisa mencelakakan, lebih menghinakan dunia akhirat. Sakit lahir tatkala mati maka dianggap selesai. Sedangkan sakit batiniah, ketika mati maka akan menjadi awal dari seluruh masalah besar, karena adanya azab kubur. Azab kubur itu lama dan pasti adanya sebagaimana kita pasti mati.

Siapa pun, sesungguhnya ingin bahagia, terlindungi, kokoh, tercukupi. Maka dari itu, tugas kita harus mesti sungguh-sungguh untuk mengobati penyakit hati. Sebab dengan hati yang sehatlah keinginan tersebut bisa dicapai. Seorang yang berpenyakit hati sombong, misalnya, tidak mungkin ia bisa bahagia, ia tidak selaras dengan hatinya, karena ciri utama sifat sombongnya adalah tidak mau mengakui atas kesalahan dirinya.

Gejala penyakit hati membuat diri labil, tidak ajeg dan tidak mantap dalam menjalani hidup. Goyah tidak tenang, bingung, menyandarkan diri ke sana sini, padahal Allah sangat dekat. Itu semua ciri adanya dosa di hati yang menimbulkan rasa gelisah, karena hatinya terhijab kepada Allah. Orang yang bersih hati situasi sepelik apa pun ia akan mantap. Allah senantiasa
bersama dengan orang yang bersih hatinya, karena Dia Maha Suci, akan bersemayam pada hati yang bersih.

Orang yang tercerahkan hatinya ketika dia mendapatkan masalah, pertama yang akan dilakukannya adalah berbicara terhadap penguasa semua makhluk.

Makhluk tidak memberi manfaat apa-apa tanpa ijin Allah. Ridho terhadap ujian Allah, dan menyadari bahwa ujian itu karena dosanya, dan memohon taubat atas dosanya.

Allah Pengatur segala rencana. Dan ia harus bulat terlebih dahulu kepada Allah. Yakin dengan bulat hati maka akan mendapat jalan untuk menemukan solusi.

Sedangkan bagi orang yang berpenyakit hati, sikap dan keputusannya akan dangkal, tidak bisa tajam berpikirnya. Pendek sekali tidak bisa menganalisa lebih jauh. Dia bermasalah dengan orang lain dan dirinya sendiri, karena aura yang terpancarnya aura kepicikannya.

Target bersih hati harus secepatnya, tidak bisa dipasang dalam jangka waktu kapan, apalagi masih lama. Karena masalah umur kita tidaklah tahu. Semestinya targetnya bagaimana husnul khatimah dengan mujahadah

Lalu bagaimana cara mujahadahnya agar hati kita bisa bersih? Mintalah berbicara sejujurnya tentang hati kita. Kalau mempunyai anak yang masih kecil tanyalah mengenai diri kita. Bila memerlukan proses uzlah, lakukanlah karena itu bagian dari proses penyembuhan. Sering-seringlah berkhalwat, karena itu akan melatih kita agar senantiasa ingin selalu dekat dengan Allah merindukan-Nya bila banyak terlupa.

Para sahabat nabi saw hijrah dalam keadaan miskin meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, setelah di Medinah, mereka kembali lagi memiliki harta kekayaannya. Jangan berat melepas apa pun yang menjadi hijab kepada Allah. Tidak ada yang lebih penting di dunia ini kecuali kita bisa selamat husnul khatimah.

Maka, bila memiliki keinginan, mestinya keinginannya hanya satu, yakni bisa bersih hati. Nanti diberi dunia yang tidak akan ke mana-mana. Dunia ada di tangan, kalau takdirnya kaya, kaya di hati kaya di tangan, di hati tidak ada di tangan ada. Di hati tidak ada harta di tangan pun tidak ada, karena dimanfaatkan di jalan Allah SWT.

Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (QS Al An’am : 3)

Mau terang-terangan atau secara sembunyi semuanya dihitung Allah. Mari kita bermujahadah dengan ikhlas, sebab bila tidak ikhlas, kita bisa menjadikan mujahadah ini sebagai obyek pura-pura, tidak asli, mengangkat diri di hadapan manusia. Mau berpuluh tahun tidak akan sampai bila seperti itu.

eramuslim.com