Monthly Archives: April 2012

HIDUP INI UJIAN..

Bismillahi AR Rahman Ar Rahim....

Saya pun pernah merasakan, ketika menghadapi ujian itu… 
Kelelahan dan kelemahan, datang menyergap bersamaan! 
Seorang sahabat berkata, “Kamu merasa lelah dan lemah, 
karena kamu pernah merasa sanggup… 
untuk  bersabar dan kuat! 
Nikmati prosesnya dengan keikhlasan, 
karena kekuatan itu pasti akan datang…”
Saya pernah bertanya, “Why me?” 
Sahabat saya pun mengatakan, “Allah… tidak mungkin salah memilih orang… 
siapa dan apa bentuk ujiannya… 
Pemberian Allah, ujian dan nikmatNya, tidak dapat diperdebatkan! 
Menjadi pilihanNya,adalah anugrah, syukurilah!  
Tidak semua orang seberuntung dirimu… 
Allah ingin mengangkat derajatmu, keimanan dan ketaqwaanmu…”
Saya bertanya, “Mengapa ujian kehidupan ini begitu sulit?” 
Sahabat saya berkata, “Don’t you realize? Fa inna ma’al usrii yusraa… 
Sesungguhnya, bersama kesulitan selalu ada kemudahan… 
Tidak mudah untuk dipahami,
karena tidak ada  yang bisa merasakan selain mereka yang diuji. 
Tapi yang diuji itu, sudah Allah pilih sesuai dengan kemampuannya dan yakinlah, 
ketika Allah memberikan ujian… pasti disertai dengan jalan keluarnya. 
Bersabarlah…”
Lagi, saya bertanya, “Sanggupkah saya?” 
Dan sahabat saya berkata,
 “Allah, memberikan… karena Allah lebih mengetahui kesanggupanmu. 
Ujian, adalah bentuk kasih sayang-Nya dan hanya bisa dirasakan oleh orang yang
dipilihNya. 
Karena Allah, ingin menguatkan kelemahan hamba yang disayangiNya… 
Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha, 
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Sahabat saya menambahkan, “Hakikatnya hidup, adalah… berpasangan…!
Sedih-senang, siang-malam, lapang-sempit dan sebagainya. 
Let me give you examples : 
‘Kenyang itu hanya akan terasa jika seseorang telah merasakan lapar.
 Kebahagiaan hanya akan terasa ketika kesedihan berlalu. 
Kerinduan hanya akan terjadi jika kita pernah merasakan kebersamaan, 
yang memberikan ketenangan. 
Semua itu anugrah, ketika mendapatkannya,..
 tapi tidak mudah mendapatkannya karena harus diiringi dengan ikhtiar dan doa.
Inilah kaidah alam semesta, yang akan senantiasa menghiasi kehidupan manusia.’
Dalam sebuah hadits, dikatakan Allah menunda ijabah doa hambaNya, 
karena Allah senang mendengar sang hamba berdoa kepada-Nya. 
Dan kadang, kita mendambakan ketenangan dengan sesuatu yang kita ‘inginkan’… 
Sehingga kita sering melupakan ketenangan, yang telah Allah ‘karuniakan’…
Sesaat kita mungkin akan merasakan ‘kegelisahan’, 
ketika merasa kehilangan apa yang kita ‘inginkan’... 
Padahal secara nyata… Allah telah memberikan ‘ketenangan’… 
hanya saja ....
‘keinginan’ kita yang sering menjadikan hijab untuk melihat dan merasakannya. 
Renungi, resapi dan pahami… 
Bukankah seharusnya jiwa ini selalu merasa bahagia,  
jika ia tahu bahwa Allah memilih dirinya. 
Beruntunglah mereka yang menangis, 
karena bersabar dengan ujian yang diberikan-Nya 
dan mengharapkan ketenangan jiwanya bersama Allah………”

 Imam S.
Sumber :  Dosen-if mailing list

JIKA AKU DIMAKAMKAN HARI INI…

Bismillahi AR Rahman AR Rahim..
( Sebuah Renungan ..)

 Aku mati,
> Perlahan,
> tubuhku ditutup tanah.
> Perlahan....
> semua pergi meninggalkanku.
> Masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka,
>
> Aku sendirian,
> di tempat gelap yang tak pernah terbayang,
> Sendiri,
> menunggu pertanyaan malaikat.
>
> Belahan hati,
> belahan jiwa pun pergi.
> Apa lagi sekedar kawan dekat atau orang lain.
> Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.
> Sanak keluarga menangis,
> sangat pedih,
> aku pun demikian,
> tak kalah sedih.
>
> Tetapi aku tetap sendiri, disini,
> menunggu perhitungan.
> Menyesal sudah tak mungkin.
> Tobat tak lagi dianggap & maaf pun tak bakal didengar,
> Aku benar-benar harus sendiri..
>
> Ya ALLAH jika Engkau beri aku 1 kali lagi kesempatan,
> jika Engkau pinjamkan lagi beberapa hari milik-MU,
> Untuk aku perbaiki diriku,
> Aku ingin memohon maaf pada mereka,
> yang selama ini telah merasakan zalimku,
> yang selama ini sengsara karena aku,
> tersakiti karena aku,
> Aku akan kembalikan jika ada harta kotor ini yang telah kukumpulkan,
> yang bahkan kumakan..
>
> Yaa ALLAH Beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
> Untuk berbakti kepada ibu tercinta.
> Teringat kata-kata kasar & keras yang menyakitkn hati beliau,
> Maafkan aku ayah, ibu, mengapa tak kusadari betapa besar kasih
> sayangmu,....
>
> Beri juga ya ALLAH aku waktu untuk berkumpul dengan keluargaku,
> menyenangkan saudara-saudaraku.....
> Untuk sungguh-sungguh beramal soleh.
> Aku sungguh ingin bersujud dihadap-Mu lebih lama lagi.....
> Begitu menyesal diri ini.....
> Kesenangan yang pernah kuraih dulu,
> tak ada artinya sama sekali
> Mengapa ku sia-sia kan saja waktu hidup yang hanya sekali itu?
> Andai aku bisa putar ulang waktu itu.
>
> Tapi aku dimakamkan hari ini & semua menjadi tak termaafkan & semua
> menjadi terlambat & aku harus sendiri.....
> Untuk waktu yang tak terbayangkan sampai yaumul hisab & dikumpulkan
> di Padang Masyar...
>
> Ya RABB sampaikan salamku untuk sahabatku yang selalu mengingatkan ku akan
> hari terakhirku didunia
> Sesungguhnya sahabat yang terbaik yaitu sahabat yang mengingatkan tentang
> kematian..

Sumber : Dosen-if mailing list

Bagaimana untuk Dapat Khusyu’ Ketika Shalat

Bismillahi Ar Rahman AR Rahim….

Apakah Khusyu’ itu?

Kekhusyu’an itu banyak disalah artikan oleh banyak orang sebagai hanya dapat menangis di dalam shalat. Khusyu’ itu adalah menghadirkan hati ketika beribadah. ketika hati seseorang dipenuhi dengan makna apa-apa yang ia katakan, maka ia telah benar-benar dalam kondisi khuysu’. Konsep khusyu’ dalam shalat inilah yang sangat penting, karena:

1. Kekhusyukan dalam shalat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam hidupnya di dunia dan akhirat.
“Sesungguhnya, orang-orang beriman, yang khyusu’ dalam shalatnya, adalah orang-orang yang menang”

2. Ini merupakan salah satu faktor penentu diterimanya ibadah shalat atau tidak.

3. Ini merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pahala lebih dari Allah swt.

4. Khusyu’ dapat mempermudah untuk membersihkan hati.
Cara mendapatkan khusyu’

Sebelum Shalat

1. Seorang muslim hendaklah mengetahui sifat-sifat Allah. Mengentahui sang pencipta dapat membantu kita sebagai hamba yang lebih baik dan juga menambah kecintaan dan keimanan kepada Allah

2. Menghindari dosa-dosa kecil dan besar dan mempermudah hati kita menerima hidayat dari Allah dan juga dapat melembutkan hati.

3. Sering-seringlah membaca Alquran, karena hal ini dapat melembutkan hati. Hati yang keras tidak akan mungkin untuk dapat khusyu’

4. Janganlah banyak memikirkan hal-hal keduniawian, memikirkan kematian dan kiamat dapat membantu kita melawan hawa nafsu dunia

5. Hindari terlalu banyak tertawa atau perkataan yang sia-sia, karena hal ini dapat mengeraskan hati

6. ketika azan mengumandang, berhenti sejenak dari apa yang anda kerjakan. Dengarkan azan itu dengan khusyu’, dan ulangilah kalimat muazzin. Ini dapat mempersiapkan hati dan pikiran kita untuk dapat khusyu’ menjalankan shalat

7. Bergegaslah untuk berwudhu setelah mendengar azan

8. Pergilah ke masjid untuk shalat, dan berdzikirlah di sepanjang perjalanan, karena hal ini dapat mengusir godaan syaitan dan dapat membantu mempersiapkan konsentrasi untuk shalat

9. Gunakanlah waktu sebelum shalat (setelah azan, sebelum iqamat) untuk mempersiapkan diri untuk shalat.

Ketika Shalat

1. Waktu iqamat itu merupakan kesempatan terakhir bagi kita untuk mempersiapkan diri untuk shalat, gunakanlah

2. Ketika menghadap kiblat, bayangkan seolah-olah:

  1. Bahwa shalat yang akan kita laksanakan ini adalah shalat terakhir kita.

b. Bahwa kita sedang berdiri di depan Allah swt, bagaimana kita dapat sibuk memenuhi hati dan pikiran kita dengan hal-hal lain?

  1. bahwa malaikat maut sedang mengejar kita.

3. Jangan lupa isti’azah, karena ini dapat menghalau bisikan-bisikan syaitan

4. Ketika membaca Alfatihah, bayangkan jawaban Allah untuk setiap ayat yang kita ucapkan (ketika kita mengucapkan: Alhamdulillahi rab-bil ‘alamin, Allah menjawab: Hambaku telah memujiku. Perasaan ini dapat membantu kita untuk khusyu’.

5. Memperindah bacaan quran kita

6. Bacalah bacaan quran secara pelan dan resapi maknanya

7. Variasikanlah pilihan surat pendek yang kita baca ketika shalat. Jika membaca satu surat secara terus-menerus akan membuat kita membaca surat itu tanpa menghadirkan hati, tetapi hanya menggerak-gerakkan mulut

8. Belajarlah bahasa arab, karena hal ini tentu saja dapat menambah kekhusyukan jika kita mengerti apa yang kita katakan dalam shalat

9. Berinteraksilah dengan ayat alquran yang kita baca: Jika ayat itu menyuruh kita untuk menyebut nama Allah, maka sebutlah

  1. Ketika sujud, ingatlah posisi ini dimana posisi kita paling dekat kepada Allah, berdoalah ketika dalam sujud ini

Setelah shalat

1. Berdzikir dan berdoalah

2. Bersyukurlah kepada Allah

3. Tanamkan di dalam hati bahwa shalat berikutnya mesti lebih baik dari sholat sebelumnya

diterjemahkan dari artikel yang ditulis oleh Dr Mamdouh N. Mohamed, Associate Professor di the American Open University.

Cinta Allah Ta’ala dan cinta dunia

Bismillahi Ar RAhman Ar Rahim….

Sesungguhnya perjalanan jiwa kita ini akan terasa berat karena enggan melepas ketergantungan diri kita kepada dunia. Seandainya kita mau membebaskan dan melepaskan ketergantungan diri kita ini kepadanya, maka akan terasa ringanlah jiwa ini, dan akhirnya pada saat sang ajal datang menjemput, sang jiwa ini akan ditarik dengan kenikmatan akan Kecintaan dan Kerinduan kepada Sang Empunya Cinta Allah Ta’ala.

Kerinduan kepada Allah Ta’ala tidak akan berkembang dengan baik bila tidak disiram dengan air do’a dan perjuangan serta Cahaya Rahmat Allah Ta’ala, sehingga agar kuncup-kuncup dedaunan itu bisa tumbuh subur berkembang kuat dan tegar, ia akan senantiasa membutuhkan terpaan-terpaan Angin Taufan Ujian ataupun Kemalangan-Kenikmatan, Kesulitan-Kemudahan dan Kepedihan-Kebahagiaan.

Seandainya pohon-pohon Kerinduan ini tertanam dengan Akar yang merajam kuat ke dalam Tanah jauh di dalam lubuk Hati kita, maka ia akan tetap tumbuh, rimbun, menghijau, bahkan bisa menghasilkan buah yang banyak, harum dan lezat. Itulah akar Kesabaran, Syukur dan Ikhlas, dengan tanah syari’at, yang senantiasa disiram dengan air do’a serta khauf dan rajaa’.

Mencintai Allah Ta’ala seharusnya melebihi kecintaan kita kepada orang tua, anak, istri/suami, keluarga, seperti yang ada di QS At-Taubah : 23. Rasa cinta kepada Allah Ta’ala haruslah senantiasa dipupuk dan dipelihara agar ia mengkristal memenuhi seluruh relung hati dan jiwa.

“Jika kalian mencintai Allah Ta’ala, maka ikutlah aku…” (QS Ali Imran : 3).

Seperti do’a Rasulullah Saw :

ya Allah…
aku bermohon dari-Mu akan kecintaan kepada-Mu dan kepada orang-orang yang mencintai-Mu, dan aku mohonkan kepada-Mu segala perbuatan yang akan membawaku untuk mencintai-Mu melebihi kecintaanku kepada diriku dan keluargaku.

ya Allah…
jadikanlah cintaku kepada-Mu lebih aku takuti dari segala sesuatu tutuplah segala kebutuhan-kebutuhan duniaku dengan kebutuhanku akan kerinduan hatiku untuk berjumpa dengan-Mu jika Engkau menghibur mata-mata para pencinta dunia karena dunia mereka maka hiburlah aku dengan selalu beribadah kepada-Mu.

Karena Muhammad Saw pernah berkata dalam sebuah hadits : ‘Cinta dunia dan Cinta Allah selamanya tidak akan pernah bertemu di dalam lubuk hati manusia.’

Dan Imam Ali kw juga pernah berkata : ‘Barangsiapa yang rindu kepada Allah, pastilah dia lupa akan kerinduannya kepada dunia, karena Cinta kepada Allah dan cinta akan dunia bagaikan matahari dan malam hari, keduanya tidak akan pernah bisa bertemu.’

“ya Allah, campakkanlah dari dalam hatiku rasa cinta kepada dunia, pertemukanlah aku dengan Rasulullah dan keluarganya. antarkanlah aku ke jenjang Taubat kepada-Mu izinkanlah aku menangisi diriku yang telah menghabiskan usiaku dengan kesia-siaan dan banyak angan

ya Allah…
hanya kepada-Mu lah aku bermohon agar Engkau campakkan cinta dunia dari segenap relung hatiku berikanlah aku rizki dalam dunia ini berupa kezuhudan dalam hatiku karuniakanlah diriku dengan Cinta pada-Mu, pada rasul-rasul-Mu, dan mu’min-mu’min yang Suci” (do’a Imam Ali Zainal Abidin kw)

wallaahu a’lam bish shawaab…

Sumber : Lupa….:)

Dunia yang Melalaikan

BIsmillahi Ar Rahman Ar Rahim…

Oleh : Eman Sulaiman

 

Dengan kekuatan delapan ribu pasukan, Abdur Rahman Al Chafiki (wali Negeri Andalusia) bersiap-siap menaklukkan Tanah Ghalia (sekarang Perancis). Tahap pertama, Abdur Rahman dan pasukannya memasuki daerah Perancis Selatan, lalu menaklukkan wilayah (Hertogdom) Aquitania.

Hertog Aquitania berhasil meloloskan diri dan meminta bantuan raja Frank, yaitu Karel Martel the Groot atau Charlemagne untuk mengusir tentara Islam dari wilayahnya. Permintaan ini dikabulkan Karel Martel, ia pun bersiap dengan menyusun pasukan yang sangat besar jumlahnya. Akhirnya, di dekat Poitiers, berhadapanlah pasukan Nasrani di bawah pimpinan Karel Martel dengan tentara Islam di bawah pimpinan Abdur Rahman Al Chafiki. Terjadilah pertempuran yang dahsyat antara kedua belah pihak, yang dalam sejarah terkenal sebagai “Perang Tours”, perang dekat Poiters.

Tentara Islam ketika itu sangat banyak membawa harta rampasan perang yang diperolehnya dari Aquitania. Harta benda yang sangat banyak itu telah memberati dan menyusahkan pergerakan mereka.

Pertempuran dahsyat telah berlangsung selama delapan hari, dan pada hari kesembilan tentara Islam hampir saja memperoleh kemenangan besar. Tetapi pada saat yang sangat kritis itu, terjadi suara riuh dan gaduh yang menyorakkan bahwa harta rampasan perang mereka telah dirampas musuh. Mendengar itu, sebagian tentara Islam berpaling ke belakang hendak melindungi harta tersebut, sehingga barisan yang tadinya kokoh menjadi kacau balau. Kemenangan yang telah di depan mata pun menjadi sirna, bahkan Abdur Rahman tewas dalam pertempuran tersebut.

Perang yang terjadi pada tahun 112 H atau 731 M ini, dipandang sebagai pertempuran yang sangat hebat dalam sejarah Eropa, karena seandainya tentara Islam menang, niscaya Eropa akan jatuh ke tangan mereka dan meratalah Islam di Benua Putih tersebut (Latief Osman, 1961: 12-13).

Kisah yang hampir sama terjadi pada masa Rasulullah, yaitu pada perang Uhud. Ketika itu pasukan Islam di bawah komando Rasulullah menerima kekalahan menyakitkan dari kafir Quraisy, padahal kemenangan sudah hampir diraih. Penyebabnya adalah karena sebagian sahabat (pasukan pemanah) tidak mematuhi perintah Rasulullah untuk tidak meninggalkan bukit pertahanan, hal ini terjadi karena para sahabat takut tidak kebagian rampasan perang.

Kedua kisah di atas menggambarkan kepada kita, betapa kecintaan yang terlalu berlebihan terhadap harta duniawi dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah, dan akhirnya membawa manusia pada kerugian.

Sejarah pun telah membuktikan bahwa hancurnya peradaban-peradaban besar dunia, seperti peradaban Yunani, Romawi, bahkan peradaban Islam sendiri, diawali oleh sikap yang terlalu menyanjung kenikmatan duniawi. Kecintaan yang terlalu berlebihan tersebut pada akhirnya merembet pada kerusakan moral, dilanggarnya prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan, serta dihalalkannya segala macam cara untuk meraih dan mempertahankannya.

Pantaslah kalau Rasulullah memperingatkan umatnya tentang hal itu. Beliau bersabda :

“Demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan atas kamu. Namun aku khawatir harta dunia ini melimpah, sebagaimana hal itu terjadi kepada umat sebelum kamu. Maka kamu berlomba-lomba untuk mendapatkannya, sebagaimana mereka juga demikian, sehingga kamu pun rusak karenanya sebagaimana harta itu telah merusak keberadaan mereka.” (H.R. Bukhari).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah mengatakan bahwa akan datang suatu masa ketika kaum muslimin seperti makanan di atas meja yang siap disantap oleh musuh-musuh Islam. Meskipun ketika itu jumlah kaum Muslimin sangatlah banyak, tapi bagaikan buih di lautan. Menurut Rasulullah, penyebabnya adalah karena kaum Muslimin telah terkena penyakit terlalu cinta dunia dan takut mati.

Tentunya Rasulullah sangat menyadari bahwa terlalu dipentingkannya urusan duniawi di kalangan umatnya akan menyebabkan terabaikannya tugas utama untuk beibadah dan mencari keridoan Allah, padahal harta dunia hanyalah wasilah atau sarana untukmencapai ghoyah atau tujuan yang lebih tinggi. Kehancuran tinggal menunggu waktu bila wasilah lebih diutamankan daripada ghoyah.

Kecintaan terhadap dunia pada dasarnya merupakan sesuatu yang intrinsik dalam jiwa manusia, karena Allah telah menetapkan hal tersebut. Tetapi Allah pun menegaskan bahwa semua kesengan dunia hanyalah kesenangan fana belaka, karena di balik itu ada kesenangan yang abadi, yaitu surga-Nya Allah (Q.S. Ali Imran : 14).

Islam pun tidak melarang untuk mencari dan mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya –malah Islam menganjurkannya— dengan catatan hal itu dilakukan dengan cara yang sesuai dengan aturan agama dan dipergunakan sepenuhnya untuk mendapatkan ridha Allah. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al Baqarah ayat 267:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”

Alangkah bijaknya kalau kita merenung dan melihat kembali setiap kejadian yang telah Allah tampakkan kepada kita, agar kita dapat meraih hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa tersebut.

“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh ia telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al Baqarah: 269).

Wallahu A’lam.

Menggapai Surga dengan Tahlil

Bismillahi Ar Rahman Ar Rahim..

Penulis: Abdus Salam As’ad

Dalam sebuah atsar sahabat, disebutkan bahwa kalimat Tahlil (Laa ilaaha illalloh) adalah kunci surga. Lalu muncul pertanyaan, apakah semua orang yang mengucapkan Tahlil pasti masuk surga? Untuk menjawab pertanyaan diatas, perlu diketahui apa sebenarnya makna Laailaaha illalloh.

Orang sering artikan kalimat ini dengan “tiada tuhan selain Alloh”. Akan tetapi, realitas menunjukkan banyak makhluk yang dianggap Tuhan oleh manusia (Al-Furqon ayat 43, al-Jaatsiah ayat 23). DR. Sholeh bin Fauzan dalam Kitab Tauhid I, menerangkan bahwa para ulama “salaf” bersepakat untuk memaknai kalimat ini dengan “tidak ada Tuhan yang hak untuk disembah selain Alloh”. Pada pemaknaan tersebut sesuai dengan realitas, karena banyak manusia yang menyembah “Tuhan” yang mereka ciptakan sendiri. Menurut aqidah Islam, sekian banyak “Tuhan” yang di sembah oleh manusia di dunia ini adalah batil kecuali satu yaitu Alloh.

Para ulama juga sepakat bahwa rukun kalimat Laailaaha illalloh ada dua, yaitu pertama adalah Nafyun, yang berarti peniadaan. Nafyun dalam hal ini di tunjukkan oleh kalimat Laailaaha. Orang yang mengucapkan kalimat Laailaaha illalloh, pertama-tama harus mengakui tiadanya Tuhan yang hak di dunia ini. Tentu tidak hanya itu, karena jika orang hanya mengakui ini saja, ia akan menjadi atheis (orang yang tak bertuhan). Maka harus di lanjutkan dengan kalimat Illalloh, kalimat ini menunjukkan rukun kedua yaitu Itsbat yang berarti penetapan. Setelah kita meniadakan tuhan, maka kita harus menetapkan satu Tuhan yang wajib dan hak untuk di sembah yaitu Alloh.

Bila seseorang ingin membuka pintu surga, maka ia harus menguasai kunci ini dengan sempurna. Dengan mengakui salah satu rukun saja, maka yang ia ungkapkan dan yang dia akui itu tidak sah. Karena hal itu menyalahi ajaran Islam yang menetapkan ketuhanan hanya milik Alloh. Sehingga Nafyun dan Itsbat ini tidak boleh dipisah-pisahkan. Layaknya sebuah kunci, maka ia selalu memiliki gigi (pilar), dan kita tidak bisa membuka pintu dengan kunci yang tak memiliki gigi. Gigi (pilar) itu adalah syarat-syaratnya.

Ada tujuh syarat yang harus di penuhi oleh orang yang ingin membuka Surga dengan mengucapkan Tahlil. Ketujuh syarat itu ialah; pertama ‘Ilmu (Mengetahui), yaitu memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang di tetapkan dan apa yang di tiadakan (Az-Zukhruf : 86).

Syarat yang kedua Yaqin (Yakin), orang yang ingin membuka pintu surga dengan kalimat Laailaaha illalloh setelah mengetahui maknanya, ia harus yakin terhadap kandungan isi dari syahadat itu. Jikalau dia meragukannya maka sia-sia belaka persaksianya itu (Al- Hujurat : 15).

Adapun syarat yang ketiga ialah Qobul (Menerima), setelah mengetahui dan meyakini kalimat ini, maka orang yang mengucapkan syahadat ini harus menerima dengan tulus segala konsekuensi dari syahadatnya. Diantara konsekuensinya adalah menyembah Alloh semata tanpa adanya syirik dan menerima ketentuan Alloh tanpa perlawanan lahir maupun batin. Realitas yang kita dapati sekarang ini, banyak orang yang mengaku telah bersyahadat dan ia mengaku sebagai Muslim, tapi masih sering minta-minta (berdoa) pada kuburan wali dan yang semisalnya. Maka siapapun yang berucap dengan kalimat ini harus menerima konsekuensi itu dengan tulus.

Syarat yang ke empat yaitu, Inqiyad (Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Laailaaha illallah). Ketundukan seorang yang bersyahadat, terhadap makna kalimat yang ia ikrarkan ini adalah mutlak untuk di laksanakan. Ia pun harus pasrah dengan segala ketentuan Allah.

Setelah memenuhi syarat-syarat diatas, orang yang ingin membuka pintu surga harus memenuhi syarat (pilar) yang kelima, yaitu Shidq (Jujur). Yaitu mengucapkan kalimat ini dengan lisannya dan membenarkan dalam hati. Orang yang mengucapkan saja namun hatinya tidak ikut membenarkan, maka ia adalah Munafik, sedangkan orang yang Munafik tidak akan masuk surga (Al-Baqarah ayat 8-10).

Syarat keenam adalah Ikhlas, yaitu membersihkan amalan dari debu-debu syirik, baik syirik besar yang berupa mensekutukan Alloh, maupun syirik kecil yaitu riya’, sum’ah dan yang semisalnya. Orang yang mengucapkan syahadat tetapi hanya mengharap pujian manusia dan agar dilihat orang lain, maka ucapanya itu ditolak.

Syarat yang terakhir atau yang ketujuh adalah Mahabbah (Kecintaan). Mencintai kalimat ini mempunyai makna yang banyak, di antaranya adalah mencintai Allah di atas segala-galanya, berpegang terhadap isi kalimat ini, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Sudah barang tentu dan sesuai dengan realitas bahwa orang yang mengikrarkan sesuatu sedangkan ia membencinya, maka ikrar itupun akan di tolak.

Orang yang ingin membuka pintu surga dan masuk didalamnya mengucapkan Tahlil terlebih dahulu, sebelum ia beribadah yang lain. Adapun tahlil itu memiliki rukun dan syarat yang juga harus dia penuhi dengan kata lain bukan sekedar mengucapkan dengan lisan. Setelah semua itu dilaksanakan, barulah ia bisa menggapai surga yang di janjikan Allah.

*) Rohmadi adalah mahasiswa sekaligus ketua Himpunan mahasiswa Program Pendidikan Ulama Tarjih FAI-UNMUH Malang.

Iman itu Cerita Keajaiban

Bismillahi AR Rahman Ar Rahim…

Oleh : H. M. Anis Matta. Lc

Iman adalah sumber energi jiwa yang senantiasa memberikan kita kekuatan untuk bergerak menyemai kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam zaman kehidupan, atau bergerak mencegah kejahatan, kebatilan dan kerusakan di permukaan bumi. Iman adalah gelora yang memberi inspirasi kepada pikiran-pikiran kita, maka lahirlah bashirah. Iman adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita, maka lahirlah taqwa. Iman adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita, maka lahirlah harakah (gerakan). Iman menenteramkan perasaan, menguatkan tekad dan menggerakkan raga kita.

Iman merubah individu menjadi baik, dan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat menjadi erat dan dekat. Yang kaya diantara mereka menjadi dermawan, yang miskin menjadi iffah (menjaga kehormatan dan harga diri), yang berkuasa menjadi adil, yang ulama menjadi taqwa, yang kuat menjadi penyayang, yang pintar menjadi rendah hati, yang bodoh menjadi pembelajar. Ibadah mereka menjadi sumber kesalehan dan kedamaian, ilmu pengetahuan menjadi sumber kekuatan dan kemudahan, kesenian menjadi sumber inspirasi dan semangat kehidupan.

Jika Anda bertanya, mengapa Bilal dapat bertahan di bawah tekanan batu karang raksasa dengan terik matahari padang pasir yang membakar tubuh? Mengapa ia membunuh majikannya dalam perang Badar? Mengapa ia yang tadinya hanyalah seorang budak bisa berubah menjadi pembesar Islam? Lalu, mengapa Abu Bakar yang lembut menjadi sangat keras dan tegar saat perang Riddah? Mengapa Umar bin Khattab yang terhormat mau dengan sukarela membawa gandum ke rumah seorang perempuan miskin dan Mengapa Khalid bin Walid lebih menyukai malam-malam dingin dalam jihad fi sabilillah daripada seorang perempuan cantik di malam pengantin? Mengapa Ali bin Abu Thalib mau memakai selimut Rasulullah saw dan tidur di kasur beliau saat dikepung menjelang hijrah, atau hadir dalam pengadilan saat beliau menjadi khalifah untuk diperkarakan dengan seorang warganya yang Yahudi? Mengapa pula Utsman bin Affan bersedia menginfakkan seluruh hartanya, bahkan membiayai sebuah peperangan di masa Rasulullah saw seorang diri? Jawaban semua pertanyaan itu ada di sini: iman!

Sejarah Islam sepanjang lima belas abad ini mencatat, kaum muslimin meraih kemenangan-kemenangan dalam berbagai peperangan, menciptakan kemakmuran dan keadilan, mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan dalam peradaban. Apa yang membuat mereka mencapai semua itu? Itulah saat di mana iman mewarnai seluruh aspek kepribadian setiap individu muslim, dan mewarnai seluruh sektor kehidupan.

Tapi sejarah juga menorehkan luka. Pasukan Tartar membantai 80.000 orang kaum muslimin di Baghdad, pasukan Salib menguasai Al-Quds selama 90 tahun, surga Andalusia hilang dari genggaman kaum muslimin dan direbut kembali oleh kaum Salib, Khilafah Utsmaniyah di Turki dihancurkan gerakan Zionisme internasional. Apa penyebab kehancuran ini? Itulah saat di mana iman hanya menjadi ucapan lisan dan tidak mempunyai hakikat dalam jiwa dan pikiran, tidak memberi vitalitas dan dinamika dalam kehidupan, lalu tenggelam dalam lumpur syahwat.

Karena itulah penguasa mereka menjadi zalim, orang kaya menjadi pelit, orang miskin menjadi pengkhianat, dan tentara mereka tidak punya nyali!

Abul Hasan Ali Al-Hasani Al-Nadwi mengatakan: saat kejayaan adalah saat iman, dan saat keruntuhan adalah saat hilangnya iman. Sebagaimana iman menciptakan keajaiban di alam jiwa, seperti itu juga ia menulis cerita keajaiban di alam kenyataan. Gelora dalam jiwa pun menjelma menjadi prestasi-prestasi sejarah.

Allah swt berfirman : “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali sekali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. “(QS Al-An’am: 122)

Sekarang, ketika kita berbicara tentang proyek kebangkitan Islam, kita bertemu lagi dengan aksioma ini; saat kejayaan adalah saat iman.

Iman Syahid Hasan Al-Banna mengatakan : “Orang-orang yang bekerja atau mengajak untuk membangun umat, mendidik bangsa, memperjuangkan dan mewujudkan misi dan nilai-nilai dalam kehidupan, haruslah mempunyai kekuatan jiwa yang dahsyat yang mengejawantah dalam beberapa hal:

  • Tekad baja yang tak tersentuh oleh kelemahan
  • Kesetiaan abadi yang tak terjamah oleh penyimpangan dan pengkhianatan
  • Pengorbanan mahal yang tak terhalang oleh keserakahan atau kebakhilan
  • Pengetahuan, keyakinan dan penghargaan terhadap konsep perjuangan yang dapat menghindarkan dari kesalahan, penyimpangan, tawar menawar atau tertipu dengan konsep yang lain

Keempat hal tersebut sesungguhnya merupakan pekerjaan pekerjaan khusus jiwa. Hanya di atas pilar-pilar dasar itu, dan hanya di atas kekuatan spiritual yang dahsyat itu sajalah umat yang sedang bangkit terdidik dan bangsa yang kokoh terbentuk. Siklus kehidupan akan terbarui kembali bagi mereka yang tak pernah memiliki kehidupan dalam waktu yang lama. Bangsa yang tidak memiliki keempat sifat ini, atau setidak-tidaknya tidak dimiliki oleh para pemimpin dan pembaharunya, adalah bangsa yang miskin dan tersia-siakan yang tak pernah meraih kebaikan atau mewujudkan cita-cita. Mereka hanya akan hidup dalam dunia mimpi-mimpi, bayang-bayang dan kesemuan.

“Sesungguhnya dugaan-dugaan itu sama sekali tidak berguna untuk (mendapatkan) kebenaran. ” (QS Yunus: 36). Inilah sunnah Allah bagi seluruh makhluk-Nya, dan tidak akan ada penggantinya. “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang merubah diri-diri mereka sendiri. ” (QS Al-Ra’d: 11).” (Majmu’atur Rosail, Hasan Al-Banna).

Demikianlah. Jelas sudah, apa yang dibutuhkan gerakan kebangkitan umat saat ini adalah mempertemukan umat dengan sumber energi spiritual mereka: iman! Itulah persoalan kita, bahwa ada banyak kabut yang menyelimuti pemahaman kita mengajarkan hakikat iman. Kesalahan atau kedangkalan dalam pemahaman tentang iman, disertai kesalahan dalam menyusun dan mengajarkannya, adalah sebab utama yang membuat iman kita tidak bekerja semestinya. Ia tidak memberi inspirasi pada pikiran, tidak menerangi jiwa, tidak melahirkan tekad dan tidak juga menggerakkan raga kita untuk bekerja menyamai kebenaran, kebaikan dan keindahan dalam taman hidup kita. Karenanya tidak ada keajaiban di alam jiwa, dan tidak akan terangkai keajaiban itu dalam sejarah kita.

Tanda-tanda Mereka yang Mencintai dan Dicintai Allah

Bismillahi Ar RAhman AR Rahim..

Dari sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman kepada seorang hamba-Nya :

“Sesungguhnya ada hamba-hamba-Ku yang mencintai-Ku dan Aku mencintai mereka. Mereka merindukan-Ku dan Aku merindukan mereka. Mereka memperhatikan-Ku dan Aku memperhatikan mereka. Jika kamu menempuh jalan mereka, maka Aku akan mencintaimu. Jika kamu berpaling dari mereka, Aku akan murka kepadamu.

Hamba itu bertanya : Apa tanda-tanda mereka ?

Allah Ta’ala berfirman :
Mereka di siang hari mewaspadai bayangan-bayangan seperti seorang penggembala yang mengawasi kambingnya, dan merindukan terbenamnya matahari seperti seekor burung yang menanti tibanya malam untuk kembali ke sangkarnya.

Ketika malam tiba dan bercampur dengan kegelapan, tikar-tikar telah dibentangkan dan setiap orang menyendiri dengan Kekasihnya. Mereka bangun berdiri menghadap-Ku dan memanggil-Ku dengan nama-Ku, serta menggantungkan diri sepenuhnya hanya kepada-Ku. Di antara mereka ada yang merintih dan menangis, ada yang mengeluh dan mengadu, ada yang berdiri, duduk, ruku’ dan sujud.

Demi zat-Ku, mereka tidak bisa menahan diri karena-Ku dan mereka tidak mengeluh karena Cinta mereka kepada-Ku.

Maka, pertama-tama yang akan Aku berikan kepada mereka adalah TIGA PERKARA :

1. Aku letakkan di hati mereka Cahaya-Ku, maka mereka bercerita tentang-Ku, sebagaimana Aku bercerita tentang mereka.

2. Sekiranya langit dan bumi seukuran mereka, niscaya Aku serahkan semua itu kepada mereka.

3. Aku sendirilah yang menghadapi mereka.

Hai orang yang Aku hadapi, apakah seseorang mengetahui apa yang akan Aku kurniakan untukmu?”.

dari “Muatan Cinta Ilahi”- Syaikh Muhammad Mahdi Al-Ashify

Tentang Ber-Nadzar

Bismillahi AR RahmanAr Rahim…..

Kehidupan manusia laksana gelombang, kadang berada di puncak kebahagiaan dan terkadang terpuruk di lembah nista. Kebahagiaan adalah suatu cita-cita tinggi menjadi fitrah manusia. Sementara kenistaan adalah musuh yang sangat dibenci dalam peradaban manusia. Namun demikian, terkadang kenistaan (kemiskinan, kebodohan, ketidaktentraman) yang akrab dalam kehidupan manusia. Hal inilah di antara yang menjadi pemicu lahirnya hukum nadzar.

Betapa tidak, dalam keadaan terpuruk, pikiran manusia kadang melayang menyusuri bayangan indah, “andai …. andai dan andai”. Terkadang dalam berandai-andai muncul sebuah komitmen din untuk meniatkan/menjanjikan Sesuatu yang mubah menjadi sesuatu wajib bagi dirinya (nadzar) jika yang dicita-citakan itu tercapai.

Bagi seorang Muslim melaksanakan nadzar bisa berarti bentuk syukur yang sangat konkret atas nikmat yang diberikan sekaligus suatu tantangan mengingat nadzar yang diingkari adalah dosa yang harus ditebus dengan amalan lain. Mengingat pentingnya memahami nadzar, maka selayaknya kita memahami apa dan bagaimana nadzar itu.

1. Definisi

Secara bahasa nadzar adalah janji. Dalam pengertian sempit nadzar berarti janji kepada Allah swt. Dalam pengertian syara’ nadzar adalah berjanji akan melakukan sesuatu jika yang dicita-citakan tercapai. Menurut Ali Ibnu Muhammad al-Jarjani dalam kitab “At Ta’rifat”, nadzar adalah mewajibkan pada diri sendiri untuk melakukan perbuatan yang mubah dengan disandarkan pada Allah swt.

Adapun menurut NA. Baiquni dan IA. Syawaqi (1996:337), nadzar adalah janji akan melakukan kebaikan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. baik dengan syarat atau tidak. Janji untuk melakukan kebaikan dalam bentuk ibadah yang asalnya tidak wajib menurut hukum Islam, hukumnya menjadi wajib setelah dinadzarkan.

2. Macam-Macam Nadzar

Nadzar secara garis besar terbagi dua yaitu nadzar bersyarat dan nadzar tidak bersyarat. Nadzar bersyarat adalah mewajibkan pada diri-sendiri dengan syarat tertentu, umpamanya: “Saya akan berpuasa tiga hari jika lulus ujian”. Nadzar tidak bersyarat yaitu mewajibkan pada diri sendiri dengan tidak memakai syarat tertentu melainkan hanya mengharap keridhaan Allah swt. Umpamanya: “Karena Allah saya akan berpuasa tiga hari dalam bulan ini”.

Namun secara terperinci, A. Hassan dalam terjemah Bulughul Maram membagi menjadi empat macam :

  • Nadzar dengan harta-benda atau uang, seperti seseorang bernadzar jika mendapat anak akan berderma, akan berkurban, atau menghadiahkan sesuatu.
  • Nadzar dengan pekerjaan ibadah seperti seorang bernadzar jika ia selamat dan bahaya anu, ia akan shaum lima hari akan shalat sepuluh rakaat, akan i’tikaf tiga hari, atau lainnya.
  • Nadzar dengan perbuatan maksiat seperti seorang bernadzar. Jika selamat dan suatu bahaya atau mendapat sesuatu, ía akan hadiahkan anak kepada seseorang.
  • Nadzar dengan menyiksa diri seperti seseorang bernadzar, jika dapat sesuatu atau tercapai sesuatu, akan berdiri di pasar setengah hari atau akan ke Mekkah dengan berjalan kaki, dsb.
  • Nadzar dengan perkara-perkara yang bukan ibadah, bukan maksiat, bukan menyiksa diri, seperti orang bernadzar jika dapat keuntungan, ia akan berkunjung ke shahabat-shahabatnya, dll.

Pembahasan lebih lanjut tentang boleh tidaknya bernadzar dengan maksiat dan menyiksa din akan dibahas secara terperinci di bawah ini.

3. Tarikh

Dalam sejarah para Nabi, akan kita dapatkan bentuk-bentuk nadzar yang pernah dilakukan. Umpamanya nadzar yang pernah dilakukan oleh istri lmran, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an :

“Istri Imran berkata : Ya Allah sesungguhnya aku bernadzar kepadamu, anak yang tengah dikandung ini menjadi anak yang hanya berbakti kepadamu. Terimalah nadzarku ini sesungguhnya Kau Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Ali Imran: 35).

Nadzar pernah juga dilakukan oleh Siti Maryam setelah melahirkan Nabi Isa AS untuk shaum dan tidak berbicara pada siapa pun. Hal ini diabadikan dalam Al Qur’an :

“Makanlah dan minumlah dengan tenang. Nanti jika bertemu dengan orang-orang, katakan bahwa aku sedang nadzar shaum karena Allah Yang Maha Pemurah, karena itu aku tidak akan berbicara kepada siapa pun pada hari ini”. (Maryam : 26).

Dua kisah di atas setidaknya menggambarkan bahwa nadzar pernah dilakukan orang terdahulu dan akan dilakukan oleh orang-orang setelahnya dalam situasi dan kondisi berbeda. Kisah ini juga mengilustrasikan bagaimana seseorang bisa terdorong untuk nadzar. Yang jelas dua kisah ini memberikan pelajaran, nadzar biasanya dilakukan manakala ada kesungguhan untuk mencapai suatu maksud dengan menjanjikan dengan penuh tekad untuk berbakti kepada Allah swt. sebagai wujud syukur.

4. Hukum Bernadzar

Nadzar dengan maksud mendekatkan diri pada Allah atau sebagat wujud syukur, hukumnya boleh. Yang masuk kategori nadzar boleh ini adalah pada bagian a, b dan e di atas. Hal ini didukung dengan keterangan dua kisah di atas, nadzar dilakukan oleh orang shaleh terdahulu dan tidak ada satu pun larangan dalam Al Qur’an menyangkut nadzar. Dalam berbagai hadits tidak ditemukan larangan nadzar pada bagian tersebut.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘alaihi memang didapatkan ada larangan bernadzar, namun menurut A. Hassan dalam terjamah Bulughul Maram (Jilid 11:679), bahwa larangan itu tidak jatuh pada haram melainkan makruh, bahkan jatuh pada mubah mengingat ada keterangan pendukung yang mendorong bolehnya bernadzar.

Hadits tersebut adalah :
“Dan Ibnu Umar dan Rasulullah saw. beliau melarang bernadzar lantas beliau (Nabi saw.) bersabda: Bahwasanya nadzar itu tidak, membawa kebaikan tetapi hanya untuk memaksa orang bakhil mengeluarkan hartanya “. (Muttaqafa ‘alaihi).

Adapun ketenangan lain yang mendukung bolehnya nadzar selain dua kisah di atas, juga hadits-hadits tentang adanya kifarat bagi yang melanggar nadzar.

5. Larangan Melanggar Nadzar

Melanggar nadzar hukumnya haram. Hal ini sama dengan melanggar janji atau sumpah. Keterangan Al Qun’an maupun as Sunnah yang mendukung keharaman pelanggaran ini sebagai berikut :

“Taatlah kepada Allah dan Rasulullah dan berhati-hatilah kamu. Kemudian jika kamu berpallng, maka ketahuilah, bahwasanya kewajiban seorang Rasul hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang”. (Al Maidah: 92).

“Apa-apa yang kamu nafkahkan dan suatu nafaqah dan apa-apa yang kamu penuhi dalam suatu nadzar, sesungguhnya Allah Maha Tahu. Ada pun bagi orang-orang yang zhalim (melanggar) tidak akan ada pertolongan”. (Al Baqarah: 270).

Ayat ini mengisyaratkan bagaimana Allah swt. bersikap tegas terhadap pelanggaran nadzar. Nadzar adalah janji yang langsung dihubungkan dengan Allah swt maka melanggarnya pun adalah urusan dosa dengan Allah swt. Untuk itu Allah menegaskan bahwa bagi pengkhianat nadzar tidak akan ada pertolongan.

“Kafarah (denda) nadzar itu adalah kafarah sumpah”. (HR. Muslim).

Hadist ini seolah mengatakan bahwa nadzar itu mau tidak mau harus dipenuhi dan jika ternyata tidak maka berdosa. Namun untuk nadzar, dosa itu bisa ditebus dengan membayar kifarat atau denda yang dendanya sama dengan denda sumpah.

“Dan Umar ia berkata : Saya bertanya: Ya Rasulullah sesungguhnya aku pernah bernadzar dizaman jahiliyyah akan i’tikaf satu malam di Masjidil Haram, sabdanya: Tunaikanlah Nadzarmu!” (Muttaqafa ‘alaihi).

Dan keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa melaksanakan nadzar dalam kategori nadzar yang dibolehkan adalah wajib. Mereka yang berusaha melaksanakan nadzarnya akan dliistimewakan oleh Allah swt. sebagaimana firman Allah swt. di bawah ini :

“Sesungguhnya orang-orang yang beruntung akan minum dan gelas minuman yang bercampur “kaafur”, yaitu air susuan yang memancar dan berbagai arah. Mereka (yang beruntung itu) adalah mereka yang melaksanakan nadzarnya dan mereka takut akan siksa Allah yang sangat dahsyat yang ditimpakan pada suatu hari”. (Al Insan : 6-7).

6. Nadzar yang boleh/Harus dilanggar

Nadzar pada dasarnya janji yang harus dipenuhi bahkan menurut berbagai keterangan di atas, tidak boleh melanggar nadzar dan jika melanggarnya mendapat denda yang berat. Namun demikian, pelaksanaan nadzar juga tidak sembarangan, ada rambu-rambu tertentu yang membolehkan dan melarang seseorang melaksanakannya. Pemicu tidak diperbolehkannya melaksanakan nadzar tertentu, dikarenakan nadzar itu sendiri dengan nadzar terlarang. Nadzar yang tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan adalah :

  • Nadzar maksiat (melanggar aturan Islam).Umpamanya jika lulus ujian, saya akan mabuk-mabukan dengan teman-teman, jika sukses bisnis saya akan puasa Lima hari terus menerus (wisal) tanpa diselingi berbuka (puasa wisal hukumnya haram). Jika saya dapat untung saya akan memusuhi saudara saya. Jika tercapai suatu maksud akan musyrik kepada Allah swt.

    Dalil-dalil yang melarangnya sebagai berikut

    Menurut riwayat Bukhari dan Aisyah : “Dan barang siapa bernadzar hendak mendurhakai Allah, maka janganlah ia mendurhakai”.

    Dan riwayat Muslim dan Hadits lmran : Tidak ada pelaksanaan nadzar bagi nadzar pada kemaksiatan”.

    Dari Tsabit bin Dhahak, ia berkata: “Seorang laki-laki di zaman Raulullah saw. bernadzar akan menyembelih unta di Buwanah. Maka ía datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya kepadanya. Maka sabdanya: Pernahkah di situ ada berhala yang disemhah? Ia menfawab: Tidak ada. Maka sabdanya: Adakah di situ pernah dirayakan salah satu han raya dan han raya mereka? Ia berkata: Belum pernah. Maka beliau bersabda: Sempurnakanlah nadzarmu, tetapi sesungguhnya tidak ada penyempurnaan nadzar pada maksiat kepada Allah, dan tidak pemutus hubungan keluarga, dan tidak ada nadzar pada banang yang belum dimiliki bani Adam”. (HR. Abu Dawud dengan sanad Shahih).

  • Nadzar yang memudharatkan diri sendiri atau yang tidak mampu dikerjakanUmpamanya jika masuk UMPTN saya akan berjemur dibawah terik matahari tanpa pelindung, jika masalah berat ini selesai saya akan memotong jari manis. Jika menjadi camat saya akan mengangkat batu seberat 2000 kg.

    Dari Uqbah bin Amir ia berkata : Saudara perempuan saya bernadzar hendak berjalan ke baitullah dengan tidak memakai sandal, tetapi ia menyuruh saya memohon fatwa kepada Rosululloh, maka Rosululloh bersabda : Hendaklah ia berjalan (dengan alas kaki) atau menunggang. (Mutafaq’Alaih).

7. Kifarat Nadzar

Jika dengan satu atau lain sebab, nadzar tidak bisa dilakukan, maka penggantinya adalah dengan membayar denda atau kifarat (Kaffarah). Hal ini berlaku bagi semua nadzar baik yang dibolehkan atau yang tidak dibolehkan.

Seseorang bernadzar melakukan maksiyat atau yang memadaratkan diri sendiri, maka nadzarnya tidak boleh dilakukan, tetapi ia wajib membayar kifarat. Terlebih lagi jika nadzar yang dibolehkan. Hal ini sesuai dengan keterangan di bawah ini :

“Barangsiapa yang bernadzar suatu nadzar yang tidak ditentukan, maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah; barangsiapa bernadzar pada suatu maksiyat, maka kaffratnya kaffarah sumpah; dan barangsiapa bernadzar mengerjakan sesuatu yang tidak mampu dilakukan maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah. (HR. Abu Dawud dengan isnad Shahih)

Dengan demikian, makna Rasululloh melarang untuk bernadzar pada hadist Muttafaqa’alaih diatas adalah nadzar untuk melakukan maksiyat atau melakukan sesuatu yang tidak mungkin ia kerjakan karena apapun apapun nadzarnya pasti harus membayar kiffarat.

Adapun kifarah bagi yang tidak bisa mengerjakan nadzarnya sama dengan kaffarah sumpah yaitu memilih salah satu yang dinilai mampu dibawah ini :
• Memberikan makan 10 orang miskin seukuran makan untuk diri sendiri
• Memberi pakaian pada 10 orang miskin
• Memerdekakan hamba sahaya
• Shaum 3 hari

Firman Allah swt :
“Allah tidak akan menghukum sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksudkan bersumpah, melainkan akan menghukuam kamu pada sumpah-sumpah yang disengaja. Maka kifarat pelanggarannya adalah memberi makan 10 orang miskin ukuran makan yang biasa kamu berikan untuk keluargamu, atau memberikan pakaian pada mereka, atau memerdekakan hamba sahaya. Kemudian jika tidak mampu mengerjakan (satu diantara yang tiga jitu), maka berpuasalah tiga hari. Demikian itu kifarat sumpahmu (yang kamu langgar) apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpah-sumpahmu itu. Begitulah Allah menerangkan hukum-hukumnya kepada kamu bersyukur “. (QS:05:89)

Sabda Rosululloh saw menjawab pengaduan shahabat yang melaporkan nadzar saudara perempuannya : “Sesungguhnya Allah tidak akan berbuat apapun dengan kesusahan saudara perempuanmu, maka suruhlah ia berkerudung (tutup kepala) dan menunggang serta shaum 3 hari (HR. Ahmad dan Imam yang empat)

Menurut Sayyid Sabiq dalam “Fiqih Sunnah” (III:116-117), bahwa memberikan makan fakir miskin itu harus sebanding atau lebih bagus baik dari segi kualitas atau kuantitas dari makanan yang ia makan sehari-hari, tidak boleh kurang, jika kurang maka menurutnya tidak syah. Adapun masalah memberikan pakaian, boleh lebih rendah atau disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang miskin memakai pakaian.

Mengenai shaum 3 hari, itu dilaksanakan jika tidak bisa melakukan satu siantara syarat yang tiga diatas. Tidak ada ketentuan bahwa shaum itu mesti berturut atau tidak.

Nadantiar

The ARt Of Dying

The Art of Dying

Oleh : Oleh: Abu Fatima

 

Kita semua pasti akan meninggal dunia, kemana jiwa kita kemudian akan pergi? Lazimnya bila ada orang yang meninggal dunia maka kita ucapkan `innalillahi wa’inna `Ilaihi raajiuun, sesungguhnya kita dari Allah dan kepada-Nya pula akan kembali. Saya yakin pada akhirnya semua manusia pasti akan kembali kepada Allah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita kembali pada Allah pada kematian sekarang, ataukah kita harus melewati fase-fase kehidupan lain terlebih dahulu sebelum dinyatakan layak berada di hadirat-Nya?

Dalam pembahasan ini saya tidak akan mengupas istilah reinkarnasi karena khawatir akan menjadi bahan perdebatan tanpa manfaat. Saya hanya akan membahas berdasarkan pada ayat-ayat yang menerangkan di dalam Al-Quran. Untuk lebih jelasnya berikut saya kutipkan beberapa ayat dalam Al-Quran yang menerangkan ihwal kehidupan setelah mati:

“Dan mereka berkata apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru? Katakanlah: Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin menurut pikiranmu” (QS. Al-Israa (17) : 49-51)

“Katakanlah apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, diantara mereka ada yang dijadikan kera dan babi” (QS. Al-Maaidah (5) : 60)

“Dan berkata manusia: Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali? Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syetan,” (QS. Maryam (19) : 66, 68)

Dari ayat-ayat di atas nyata sudah bahwa setelah matinya manusia tidak otomatis langsung kembali kepada Allah. Ada yang dibangkitkan dalam wujud batu, besi, binatang, bahkan dibangkitkan bersama syetan.

Kalau begitu bagaimana manusia dapat kembali kepada Allah? Hemat penulis, manusia akan kembali kepada Allah hanya apabila ia telah mencapai kondisi fitrahnya sebagaimana waktu masih di hadirat Allah sebelum diturunkan ke muka bumi. Kondisi fitrah manusia sesungguhnya adalah sebagai saksi terhadap Allah yang cuplikannya terekam dalam Al-Quran sebagai berikut:

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian atas jiwa mereka: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi” (QS. Al-A’Raaf (7) : 172)

Setelah diturunkan ke dunia peristiwa kesaksian tersebut lambat laun hilang dari memori dan seakan-akan tidak pernah terjadi. Untuk dapat kembali pada kondisi fitrahnya sebagai seorang syahid (saksi) tersebut manusia perlu mengupayakan diri untuk meraih pengalaman penyaksian kembali dalam kehidupannya.

Pengalaman penyaksian Ilahi makrifatullah/tingkat haqqul yaqiin) yang didapat bisa dikatakan sebagai tindakan mencocokkan kembali frekuensi gelombang ruhani kita dengan frekuensi Ke-Tuhanan darimana ia berasal atau ibarat tindakan aktivasi sinyal pemandu Ke-Tuhanan dalam diri kita yang sempat padam. Sinyal ruhani yang telah di re-aktifkan ini akan menjadi penuntun bagi jiwa untuk pulang menuju sang Ilahi kelak.

Semoga kita digolongkan sebagai orang-orang yang menjadi saksi (syuhada). Amiin.

Milis DT
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar