Monthly Archives: September 2013

Berbahagialah Orang yang Sakit

SECRETItulah perkataan dari orang-orang shalih terdahulu. Kalimat yang indah dan penuh makna. Namun, saat ini banyak orang yang melupakan arti dari kalimat tersebut.

Nikmat kesehatan merupakan nikmat yang tiada tanding. Bahkan, bagi mereka yang sedang sakit, mereka rela menghabiskan hartanya agar memperoleh kesehatan. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah yakinlah bahwa setiap penyakit merupakan ketetapan Allah yang Maha Penyayang terhadap setiap hambaNya. Oleh karena itu, berbaik sangkalah kepada Allah atas setiapa ketetapan yang terjadi.

Ingatlah sebuah hadits qudsi,

“Aku tergantung baik sangka hamba terhadap Ku. Jika baik, maka baiklah adanya dan jika buruk, maka buruklah adanya” (HR. Ahmad, Thabrani)

Dan firmanNya,

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah: 216)

فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (An-Nisa: 19)

Ingatlah juga bahwa setiap penyakit yang ditimpa oleh seorang hamba merupakan tanda kasih sayang Allah kepada hambaNya.

“Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai sesuatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka: (HR. Tirmidzi, Baihaqi)

Dan setiap cobaan yang terjadi dapat menjadi jalan diampuni dosa dan ditinggikannya derajat mereka disisi Allah.

“Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengan itu kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhori-Muslim)

Dan diantara ke-Maha Lembutan dan RahmatNya, bahwa apabila Allah menutup satu pintu kebaikan bagi seseorang, pasti Allah akan membukakan banyak pintu kebaikan lainnya.

“Kalau seorang hamba sakit atau sedang berpergian, pasti Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah di masa masih sehat dan sedang bermukim” (HR. Bukhori)

Dan setiap keadaan yang dihadapi oleh seorang yang beriman juga dapat menjadi kebaikan bagi dirinya.

“Sungguh ajaib kondisi seorang mukmin, seluruh kondisinya pasti menjadi baik dan itu hanya dimiliki oleh seorang mukmin saja. Apabila ia memperoleh kenikmatan akan bersyukur, maka kesenangan itu akan menjadi kebaikan buat dirinya. Apabila ia tertimpa musibah ia akan bersabar dan musibah itu pun akan menjadi kebaikan buat dirinya” (HR. Muslim)

Dan yang perlu diketahui setiap muslim juga bahwa setiap penyakit yang diturunkan oleh Allah pasti ada obatnya.

“Setiap penyakit ada obatnya. Jika suatu obat itu tepat (manjur) untuk suatu penyakit maka akan sembuh dengan ijin Allah” (HR. Muslim)

Dan ingatlah ketika Allah berfirman mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam.

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“dan apabila aku sakit. Dia-lah yang menyembuhkanku.” (Asy-syu’ara:80)

Dan obat yang paling mujarab ialah sebagaimana yang Allah Firmankan,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Al-Isra’: 82)

Oleh karena itu, kemuliaan apalagi yang bisa didapatkan setelah kemuliaan yang Allah berikan ini? Keutamaan apa pula yang lebih luas dari keutamaan Allah yang mengaruniai berbagai keutamaan”

“Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit dan dari apa yang tidak aku inginkan)…… Sesungguhnya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau” (HR. Bukhori)

http://abuhuroiroh.wordpress.com

Makna Arti Ujian

nadzar

Bulan suci Ramadlan bulan istimewa. Hari-hari di dalamnya hari-hari istimewa. Saat-saat di dalamnya, saat isitimewa. Bulan dibukakannya segala pengampunan, pintu surga, dan ijabahnya do’a-do’a. Bulan ditebarkannya harapan bagi mereka yang berharap kepada-Nya. Bulan diangkatnya segala kesulitan hidup bagi yang meminta bantuan-Nya. Kalau kita dililit utang piutang, maka Allah adalah Dzat Mahakaya yang menjanjikan terkabulnya doa: Dia dengan mudah akan melunasinya. Di bulan inilah pula sebagai wahana memohon pertolongan Allah atas segala kebutuhan hidup kita.

Ujian hidup tidak bisa kita elakkan dari kehidupan ini; ujian senantiasa menyertai. Dari sejak kecil, kita dibesarkan oleh ujian. Baik itu ujian sekolah, organisasi, dan sebagainya. Sesugguhnya itu ujian yang kecil. Di samping itu, ada ujian hidup yang sesungguhnya dapat mematangkan diri kita.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu seperti yang dialami orang-orang sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah pertolongan Allah?’ Ingatlah sesungguh pertolongan Allah itu sangat dekat.” (QS. Al-Baqarah:214)

Jika Allah SWT menyentuhkan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Yunus (10) : 107

Allah SWT dalam menyebut istilah ujian dalam ayat itu menggunakan kata ‘menyentuhkan’. Musibah kepada kita itu hanya sentuhan bukan pukulan. Adapun ternyata kita merasa sakit, sebabnya kita tidak mau menerima musibah ini. Padahal, jelas-jelas musibah ini sarat dengan berbagai pahala dan hikmah, misalnya bisa menggugurkan dosa, mengangkat derajat keimanan di hadapan Allah SWT. Sehingga, jika saja kita mengetahui dan meyakini tatkala diuji dengan penghinaan sebagai penggugur dosa, maka kita tidak akan merasa demikian perih ketika menerimanya.

Dan juga jangan pernah merasa kita sendirian kapan pun dalam melalui berbagai ujian Allah SWT.

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qoof: 16).

Karena Allah-lah yang mengurus kita setiap saat. Yang menyayangi diri kita sendiri, bahkan lebih daripada kita sendiri. Andai kita mengetahui betapa Allah yang menyayangi hamba-Nya, pasti kita tidak akan mengkhianatinya, karena saking malunya. Andai saja kita tahu kekuasaan Allah SWT yang mutlak sempurna, pasti tidak akan ada lagi harapan atau bergantung dan bersandar kepada selain Allah. Andai saja kita tahu perlindungan Allah Maha Sempurna Maha Kokoh, tentunya kita tidak akan minta tolong pada siapa pun, karena meminta kepada seseorang bisa menyebabkan hina harga diri kita. Meminta kepada Allah, akan meningkatkan harga diri kita, dan tidak akan pernah sedikit pun dikecewakannya.

Allah pun demikian menyangi orang beriman, sebagaimana tersurat dalam sirah nabawiyah: Ketika itu, dalam suatu peperangan, pasukan muslimin mendapat banyak tawanan perang. Di antaranya terlihat seorang perempuan yang menggendong bayi dengan menunjukkan kasih sayangnya melalui pelukan, belaian, disusuinya dan sebagainya. Lalu Rasul saw bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana kiranya menurutmu, ibu tersebut, akan tegakah melemparkan anaknya ke dalam api yang menyala?” “Demi Allah tidak mungkin,” kata para sahabat. “Ketahuilah, Allah mencintai orang yang beriman lebih daripada ibu tersebut mencintai anaknya. Allah tidak mungkin melemparkan yang beriman ke neraka.”

Jadi, sesungguhnya yang mengantarkan kita ke neraka itu kelakuan kita sendiri. Kita diuji dengan sakit, difitnah, dijauhi, kehilangan sesuatu, supaya kita bersih dari dosa-dosa; dosa kita bisa terkikis habis; supaya hati tidak bersandar dan tidak merasa nyaman dengan selain Allah; supaya tatkala pulang ke akhirat kita bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan diridhainya.

Mudah-mudahan Allah SWT menyingkapkan hijab di hati kita, sehingga iman tidak hanya di mulut, melainkan menghujam hingga ke dalam pori-pori hati kita. Setiap saat kita sibuk dengan Allah Yang Maha Gagah. Allah SWT tidak akan pernah mengecewakan hamba-Nya yang hatinya selalu ingat pada-Nya.

“Dan pastilah Allah akan menolong siapa saja yang mau menolong (Dien)-Nya” (QS Al-Hajj : 40)

Tidak ada yang menginginkan kita ke surga kecuali Allah SWT Sang Pencipta. Maka jangan pernah bersuudzon (berburuk sangka) kepada Allah SWT tatkala diuji dari berbagai masalah. Itu semua menunjukkan bahwa kita diuji dan terbukti kita layak masuk surga.

eramuslim.com

Target Hidup

allah

Barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia beruntung.

Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, ia rugi.

Barangsiapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia celaka.

 

Sesungguhnya setiap manusia merugi kecuali orang-orang yang memanfatkan
waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat. Orang merugi bisa dilihat dari
bagaimana perilakunya ketika ia naik kedudukan duniawinya. Di dalam ajaran
Islam, yang penting itu percepatan, bukan kecepatan. Bedanya, kecepatan
itu konstan, percepatan itu perubahan kecepatan per satuan waktu. Seperti
balap mobil. Satu mobil tetap dalam kecepatan sekian, sedangkan yang
lainnya bertahap kecepatan hingga meninggi. Mobil kedua ini tentunya yang
akan menang.

 

Kita banyak sekali melakukan kelalaian yang haru kita taubati. Taubatnya
kita dibuktikan dengan mengisi sisa waktu kita dengan yang bermanfaat
sebaik-baiknya, dan mengajak orang lain untuk menjalankan kebaikan ini.

 

Waktu itu amat menghakimi diri kita. Bila waktu kita isi sia-sia, maka
kita akan menjadi orang sia-sia. Apabila kita isi dengan perbuatan buruk,
maka kita harus siap menanggung perbuatan buruk kita, kecuali dihapus
dengan bertaubat.

 

Waktu itu sama bagi siapa pun, di mana pun, sehari semalam sebanyak 24
jam. Akan tapi mengapa dalam sehari orang ada yang bisa mengurus
perusahaan besar, misalnya, tapi ada juga orang yang tidak bisa mengurus
dirinya pun. Tidak boleh menyalahkan waktu, pasti kita tidak serius
mengaturnya. Pasti tidak serius menggunakan waktu seefektif dan
seefisiennya, sehingga Rasulullah Saw pun mengingatkan bahwa ada dua
nikmat yang kebanyakan manusia terlena, yakni nikmat kesehatan dan waktu
luang.

 

Sesungguhnya Allah SWT sudah menyiapkan waktu kepada kita umat manusia
sama jumlahnya. Bagaimana rahasianya manusia bisa menjalankan percepatan?
Segala sesuatu jalannya sering ditentukan pada target yang hendak dicapai.
Misalnya, orang yang tidak memiliki target hapalan juz’amma, maka tidak
akan tercapai-capai sampai kapan pun hapal juz 30-nya. Kalau tidak bisa
menargetkan yang demikian tinggi, kita harus bisa mengukur kemampuan diri
atau memakai sistem pentahapan. Misal lain, target terpenting dalam hidup
ini menjadi orang yang bertakwa (ahli takwa). Jangan sampai mati kecuali
dalam keadaan beriman. Dengan target seperti itu ia akan memanfaatkan
waktu seoptimalnya. Perintah dan larangan Allah Swt demikian dijaga. Dan
dilakukan pentargetan tahapan, seperti ibadah harian yang ditentukan
percepatannya, sehingga makin bertambah amal-amalnya.

 

Orang-orang yang menjadikan kematian sebagai salah satu target, maka ia
akan meningkat percepatannya. Percepatan yang sangat penting adalah apakah
dalam waktu yang sama menambah hebatnya amal, walaupun tidak dipungkiri
tiap kita berbeda-beda kemampuannya.

 

Perlu kita mencontoh bagaimana manfaat sinar matahari. Supaya rumah ini
terang, kita harus mempunyai keinginan membuka jendela dan garden-garden.
Allah sangat luas memberikan hidayah dan karunianya, hanya kitanya sendiri
yang tidak membuka diri. Tidak ada ketenangan kecuali dengan hati yang
bersih. Tidak ada amal yang diterima kecuali dengan hati yang bersih.
Makanan ada tapi mangkok kotor, apakah yang dipikirkan, makanan atau
mangkok? Yang paling penting dari percepatan itu apa pun adalah kebersihan
hati.

 

Kebersihan bisa dikeruk dan jangan sampai ditahan. Kalau sudah makin
bersih akan banyak yang ditampakkan dari rahasia kehidupan ini, seperti
lalu lintas rejeki, kesalahan-kesalahan diri, dan sebagainya. Tidak ada
yang menghalangi pertolongan Allah, kecuali oleh dosa-dosa kita. Di antara
ibadah yang efektif pula dapat membersihkan hati adalah dengan sholat.

 

Ibarat dengan orang yang memiliki penyakit menular, maka kita pun akan
takut tertular. Seperti itulah kalau kita bergaul dengan orang yang bisa
menularkan sikap buruk. Dan tiada satu pun perbuatan yang menimpa kecuali
dari perbuatan kita sendiri.

eramuslim.com

Rezeki, Saat Ada dan Tiada

surat uang

Bagi orang yang hatinya belum sungguh-sungguh kepada Allah, maka sikapnya ditentukan oleh kondisi hatinya. Ketika diberi ia akan terlalu gembira karena pemberiannya itu, dan saat ditolak ia akan kecewa, karena harapannya tak tersampaikan.

Namun bagi orang yang mengetahui atas apa yang terbaik bagi dirinya itu berasal dari Allah, maka pemberian dan penolakan tidak membuat senang dan susah. Senang dan susahnya jika ia tidak mau bersyukur dan bersabar. Ia akan kecewa bila tidak bisa bersyukur dan bersaba; bukan pada ada dan tiadanya, dia akan kecewa.

Misalnya bagi seorang pedagang yang bergantung pada makhluk, gejalanya dapat dirasakan senang apabila ada pembeli dan kecewa bila tidak ada pembeli.

Mulailah berlatih ketika mendapat karunia, merasa gembira sewajarnya. Kalau mendapat nikmat itu semata-mata hanya kemurahan Allah, jangan dikait-kaitkan dengan kehebatan ibadah kita, karena Allah tidak bisa dipaksa.

Contoh lainnya, ketika memperoleh gaji ia merasa sangat senang, namun ketika uang gaji itu harus keluar untuk membayar keperluannya, lalu ia bersedih, berarti kita masih senangnya dengan sesuatu yang datang, dan sedih dengan sesuaatu yang harus keluar.

Padahal kalau kita tafakuri, uang itu sesungguhnya sejak dari dahulu hingga saat ini terus saja mengalir. Gaji itu lalu lintas takdir Allah sebagai salah satu aliran rejeki. Sehingga bergembiranya kita bukan pada adanya uang, melainkan adanya ladang amal. Bila waktunya uang itu harus pergi, seharusnya tidak bersedih.

Dengan demikian, apabila kita menyukai dengan apa saja yang ditetapkan Allah, maka itu tanda bagi orang yang bersyukur, dan merasa bahagia apabila karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, dan itu juga buah dari syukur.

Perbuatan syukur apabila nikmat itu datang kepada dirinya, lalu ia mengucapkan alhamdulillah. Apabila ia selalu bersyukur kalau nikmat tidak hanya datang pada dirinya, maka inilah sifat syukur yang derajatnya lebih tinggi. Karena kita menyukai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah.

“Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS Az-Zumar : 66)

Pada kenyataannya, ada orang yang menyukai bahwa nikmat itu hanya untuk dirinya, hal itu tidak menjadi amalan yang maksimal bagi dirinya. Semestinya kita menyenangi Allah jika memberi nikmat pada makhluk-makhluknya yang lain, bukan hanya bergembira karena nikmat itu diberikan kepada kita.

Ketika kita menerima suatu nikmat, wajar jika kita menjadi gembira, karena langsung menyangkut dengan diri kita, namun sebuah pencapaian keyakinan yang lebih tinggi apabila kita bersyukur ketika orang lain memperoleh nikmat juga. Ketika kita mendapat nikmat, hendaklah tidak dikait-kaitkan dengan kelebihan dan kemampuan kita, semua semata-mata karena Allah tidak bisa dipaksa oleh siapa pun.

Coba direnungkan, apakah banyak yang cocoknya atau tidak dalam kehidupan kita ini? Barangkali di antara kita akan banyak yang menjawab banyak yang tidak cocoknya. Lalu mengapa kita masih hidup, berpakaian lagi, ditutupi aib. Jadi, di mana ruginya… Bahkan tidak jarang Allah memberikan sesuatu yang tidak cocok, padahal itulah yang terbaik bagi kita.

Yang kita inginkan seringkali yang cocok menurut nafsu, karena pendeknya pengetahuan kita. Barometer bagus menurut kita, itu sesuai dengan dengan nafsu, sedangkan menurut Allah yang bagus cocok menurut iman. Misalnya, sehat menurut kita bagus, tapi Allah Maha Tahu, dengan sakit itu hikmahnya bisa menjadi kita lebih dekat dan terjaga dari maksiat.

Adakalanya kita terus menerus berlimpah rejeki, lalu membuat kita lengah dalam ibadah, maka bisa saja dibuat kejadian yang membuat kita tidak bersandar kepada gaji. Dengan hilang pekerjaan, misalnya. Hingga ia tidak menyandar kepada apa pun, Allah membuatnya ia terlepas pada sandaran apa pun, agar benar-benar tawakal kepada Allah. Hingga benar-benar pasrah kepada-Nya.

Jadi apabila kita masih senang dengan datangnya sesuatu, dan sedih dengan hilangnya sesuatu, maka memang kita masih kekanak-kanakan. Kita masih memanjakan nafsu kita. Tapi kalau mau melihat perbuatan Allah, kita tidak cukup melihat senang dan susah seperti apa adanya, melainkan semua itu sebagai satu karunia.

Jadi tidak boleh sok tahu terhadap takdir yang terbaik baik kita, karena ini yang membuat ‘ada’-nya membuatnya menjadi terlalu bergembira, dan ‘tiada’-nya menjadi sengsara hati.

eramuslim.com

Mengobati Penyakit Hati

RENUNGAN

Dialah Allah Penguasa Tunggal satu-satunya. Dialah Allah Yang Maha Gagah Pemilik Alam Semesta. Semuanya Yang Ada adalah ciptaan-Nya. Takluk pada pemilik-Nya. Yang Maha Tahu Segala Kebutuhan hamba-Nya. Dialah Allah Yang Membagi rejeki hamba-hamba-Nya.

Orang yang paling beruntung adalah orang yang ahli takwa yang hatinya yakin pada Allah, lahirnya istiqamah patuh kepada Allah. Dunia berikut isinya hanya sekadar pelayan, tidak ada-apanya dalam pandangannya. Kita mampir sebentar di dunia untuk berbekal pulang. Besok lusa mungkin tiada. Allah menciptakan kita bukan Allah memerlukan kita, tetapi untuk mengabdi kepada-Nya untuk kepentingan kita, bukan untuk keuntungan Allah.

Allah Maha Tahu niat sekecil apa pun. Senyum, misalnya, bisa saja sama tersenyum, tetapi niatnya Allah SWT mengetahui persis senyum itu untuk siapa. Tiada kebohongan untuk bersembunyi. Hatilah pusat pandangan Allah. Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.” [QS Ali Imran : 29] “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian (dan amalan-amalan kalian)” (HR. Muslim)

Dalam shalat sama gerakan dan bacannya, yang membedakan kondisi hatinya. Allah mengetahui persis apa yang ada di dalam hati kita. Berbahagialah yang berhati bersih, yaitu orang yang ikhlas dalam beramal

Hati bisa dikategorikan menjadi tiga bagian :

Qalbun mayyit

Hatinya seperti mayat. Tidak ada guna sama sekali. Baik buruknya ditentukan hawa nafsu. Maka ia akan berbuat keji dan biadab, karena tidak ada nurani. Mata dan telinga hati sudah buta. Orang seperti ini benar-benar celaka dunia akhirat. Dalam surat Al Baqarah ayat 6 tercantum: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.”

Qalbun Mariidl

Hati yang berpenyakit. Penyakit hati itu sendiri apabila dijelaskan akan meliputi berbagai tingkatan. Di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 10 difirmankan : “Di dalam hati mereka [orang-orang munafik] ada penyakit, maka Allah tambahkan penyakit ke dalam hati mereka dan bagi mereka ada adzab yang pedih disebabkan kedustaan mereka”.

Qalbun Salim (Hati yang selamat)

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS As-Syu’araa 88-89).

Orang berqalbun salimlah yang benar tauhidnya. Seperti dua sisi mata uang, kedua mukanya pasti sama nilainya. Disebabkan Tauhid inilah mengapa para nabi diutus ke dunia. Orang bertauhidlah orang yang paling merdeka di dunia. Siapa paling bermartarbat terhormat itulah yang tauhidnya paling bagus. Setiap terbaik cita-citanya ada di dalam tauhid. Siapa yang paling
mulia, ia yang tauhidnya paling bagus. Orang yang paling bertauhid, itu merdeka dari diperbudak harta manusia, jabatan, uang, atau apa pun kecuali hanya berharap dari Allah, dan tidak meminta pertolongan kecuali pada Allah. Sepanjang masih takut, ia masih menghamba pada sesuatu, ia bisa dikatakan tidak bertauhid dan tida merdeka.

Rahasia Akhlakul karimah adalah tauhid. Ukhuwah tidak akan bisa terjadi kalau tidak ada satu tujuan kepada Allah, berarti mesti dengan bersih tauhid. Masing-masing orang harus bermujahadah membersihkan hati. Terjadinya perpecahan karena adanya nafsu yang tidak terkendali. Dengan bersih hati masing-masing individunya, nanti Allah yang akan mempersatukan. Jika kita ingin tangguh kuat, maka tauhid kuncinya. Siapa yang yakin musibah terjadi dengan ijin Allah, dia tidak akan memelas
kepada musibah kepada manusia. Tidak ada alasan untuk tidak kuat menghadapi hidup ini. Sepelik apa pun, tetap ajeg saja. Kenapa pahit, karena ukurannya dunia, dan rasa pahitnya itu sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.

Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. (QS Al-Maaidah : 49)

Bagaimana mungkin kita mendapat ujian kemudian mengadukan kepada manusia, sedangkan kita tahu yang menyentuhkan ujian itu adalah Allah SWT, dan Allah sudah mengukur orang yang tauhidnya benar maka akan bersabar dan bersyukur.

Permisalannya adalah sebagai berikut: Seperti orang yang diketahui bau ketiak, maka dipastikan ia akan dijauhi orang lain. Bagi si penderita tidak perlu memelas agar orang lain bisa mengerti tentang keadaan dirinya, dan diharapkan mereka tidak menjauh bahkan tetap mendekat. Semestinya ia tidak harus sabar menunggu orang lain untuk mengerti, melainkan ia dituntut untuk bersabar dalam mengobati ketiaknya, dengan ikhtiar sekuat tenaga agar bau ketiaknya sembuh.

Kita lihat orang yang ada di rumah sakit, yang jasadnya sakit, tapi ridha menahan sakit, dan tetap berobat. Sabarnya orang yang ketiaknya bau, ridho dengan kenyataan, kemudian sabar untuk memeriksa dan mengobati atas kelemahan dirinya tersebut.

Ada orang yang rela melakukan general cek up. Setelah diketahui penyakitnya, ia pun harus mau untuk diobati, misalnya terdeteksi penyakit kanker, maka ia harus dikemoterapi, misalnya, padahal rasanya amat panas dan biayanya mahal pula, serta harus diisolasi. Tentunya semua itu agar badannya segera sehat. Tenaga, pikiran, biaya, pengorbanan dikeluarkan habis-habisan (all out) demi kesembuhannya.

Namun setelah sehat dengan memakan biaya yang besar, ternyata ujungnya ia tetap akan mati. Ini mengherankan, ketika orang itu habis-habisan untuk sehat lahirnya, tetapi tidak habis-habisan untuk menyembuhkan sakit batin. Padahal penyakit hati itu jauh lebih ganas, bisa mencelakakan, lebih menghinakan dunia akhirat. Sakit lahir tatkala mati maka dianggap selesai. Sedangkan sakit batiniah, ketika mati maka akan menjadi awal dari seluruh masalah besar, karena adanya azab kubur. Azab kubur itu lama dan pasti adanya sebagaimana kita pasti mati.

Siapa pun, sesungguhnya ingin bahagia, terlindungi, kokoh, tercukupi. Maka dari itu, tugas kita harus mesti sungguh-sungguh untuk mengobati penyakit hati. Sebab dengan hati yang sehatlah keinginan tersebut bisa dicapai. Seorang yang berpenyakit hati sombong, misalnya, tidak mungkin ia bisa bahagia, ia tidak selaras dengan hatinya, karena ciri utama sifat sombongnya adalah tidak mau mengakui atas kesalahan dirinya.

Gejala penyakit hati membuat diri labil, tidak ajeg dan tidak mantap dalam menjalani hidup. Goyah tidak tenang, bingung, menyandarkan diri ke sana sini, padahal Allah sangat dekat. Itu semua ciri adanya dosa di hati yang menimbulkan rasa gelisah, karena hatinya terhijab kepada Allah. Orang yang bersih hati situasi sepelik apa pun ia akan mantap. Allah senantiasa
bersama dengan orang yang bersih hatinya, karena Dia Maha Suci, akan bersemayam pada hati yang bersih.

Orang yang tercerahkan hatinya ketika dia mendapatkan masalah, pertama yang akan dilakukannya adalah berbicara terhadap penguasa semua makhluk.

Makhluk tidak memberi manfaat apa-apa tanpa ijin Allah. Ridho terhadap ujian Allah, dan menyadari bahwa ujian itu karena dosanya, dan memohon taubat atas dosanya.

Allah Pengatur segala rencana. Dan ia harus bulat terlebih dahulu kepada Allah. Yakin dengan bulat hati maka akan mendapat jalan untuk menemukan solusi.

Sedangkan bagi orang yang berpenyakit hati, sikap dan keputusannya akan dangkal, tidak bisa tajam berpikirnya. Pendek sekali tidak bisa menganalisa lebih jauh. Dia bermasalah dengan orang lain dan dirinya sendiri, karena aura yang terpancarnya aura kepicikannya.

Target bersih hati harus secepatnya, tidak bisa dipasang dalam jangka waktu kapan, apalagi masih lama. Karena masalah umur kita tidaklah tahu. Semestinya targetnya bagaimana husnul khatimah dengan mujahadah

Lalu bagaimana cara mujahadahnya agar hati kita bisa bersih? Mintalah berbicara sejujurnya tentang hati kita. Kalau mempunyai anak yang masih kecil tanyalah mengenai diri kita. Bila memerlukan proses uzlah, lakukanlah karena itu bagian dari proses penyembuhan. Sering-seringlah berkhalwat, karena itu akan melatih kita agar senantiasa ingin selalu dekat dengan Allah merindukan-Nya bila banyak terlupa.

Para sahabat nabi saw hijrah dalam keadaan miskin meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, setelah di Medinah, mereka kembali lagi memiliki harta kekayaannya. Jangan berat melepas apa pun yang menjadi hijab kepada Allah. Tidak ada yang lebih penting di dunia ini kecuali kita bisa selamat husnul khatimah.

Maka, bila memiliki keinginan, mestinya keinginannya hanya satu, yakni bisa bersih hati. Nanti diberi dunia yang tidak akan ke mana-mana. Dunia ada di tangan, kalau takdirnya kaya, kaya di hati kaya di tangan, di hati tidak ada di tangan ada. Di hati tidak ada harta di tangan pun tidak ada, karena dimanfaatkan di jalan Allah SWT.

Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (QS Al An’am : 3)

Mau terang-terangan atau secara sembunyi semuanya dihitung Allah. Mari kita bermujahadah dengan ikhlas, sebab bila tidak ikhlas, kita bisa menjadikan mujahadah ini sebagai obyek pura-pura, tidak asli, mengangkat diri di hadapan manusia. Mau berpuluh tahun tidak akan sampai bila seperti itu.

eramuslim.com

Dekat Bersama Allah

aqse syahid

Mendekat kepada Allah jauh lebih mudah daripada mendekat kepada manusia, karena upaya kita mendekati orang lain, harus dengan orang yang sudah mengetahui tentang diri kita. Namun mendekat kepada Allah SWT, Dia sudah mengetahui kita segalanya.

 

Mendekat dengan orang butuh waktu untuk menjelaskan mengenai niat atau maksudnya. Sedangkan mendekat kepada Allah SWT, Dia sudah jelas melihat keadaan diri kita seutuhnya.

 

Mendekat kepada orang justru lebih sulit, karena mereka memiliki sifat su’udzon untuk melindungi diri. Namun bagi Allah SWT, diri kita yang selama berkhianat saja, masih senantiasa dicukupi. Orang yang susah dekat dengan Allah SWT, pasti ia tidak sungguh-sungguh ingin mendekat. Tidak ada yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, kecuali Allah SWT sendiri yang akan memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai cara.

 

Mau mendekat dengan seseorang, sedangkan ia memiliki keperluan, maka kita tidak bisa mendekat jika keperluannya terganggu. Sedangkan bagi Allah SWT, Dia tidak membutuhkan sesuatu pun dari diri kita.

 

Dekatnya kita dengan seseorang, seringkali karena ada keinginan tertentu, sehingga menjadikan pendekatannya itu tidak murni. Bagi Allah SWT, Dia amat menyukai jika diminta dengan memelas, menghiba kepada-Nya.

 

“Barangsiapa yang sungguh-sungguh mendekat kepada Allah, maka Allah akan membimbingnya.”

 

Orang yang sudah akhil baligh dan ingin dekat dengan Allah, bersiaplah digerinda. Untuk mengikis dosa-dosa yang sudah demikian lama melekat. Namun ia tidak akan terasa berat jika siap meninggalkan dosa-dosanya. Ia akan menikmati tatkala ujian itu datang, karena ia meyakini bahwa Allah, dengan ujian itu, hanya sekadar menyentuhkan ujian, bukan menimpakan. Tanda-tanda dia bertaubat, ia ingin benar-benar dekat dengan Allah, maka akan dijalankannya ibadah dengan sebenar-benarnya, hanya karena Allah. Beda dengan mereka yang tidak sungguh-sungguh kembali kepada Allah, ibadahnya banyak dilakukan untuk kepentingan dirinya.

 

Maka orang yang dekat dengan Allah, pada dirinya akan terpancar:

 

  1. Berperilaku sebagai hamba Allah.
  2. Merasa dirinya seorang yang faqir, tidak mempunyai apapun, Allah-lah yang memiliki segalanya.
  3. Dirinya pun merasa bodoh, Allahlah yang mengkaruniai ilmu dan kemampuan.
  4. Merasa hina berlumur dosa, sehingga dia tidak berkeinginan untuk ujub dan takabur.

 

Tugas kita adalah sungguh-sungguh mendekat kepada Allah, jaminannya jelas, bahwa Allah yang akan membimbingnya. Orang susah dekat dengan Allah SWT bukan berarti Allah tidak mau dekat, melainkan di dalam hatinya jelas tidak sungguh-sungguh mendekat kepada Allah.

 

Ada juga orang yang mendekat kepada Allah untuk barang komoditas. Ingin dianggap dirinya sebagai orang ahli mujahadah. Dekat dengan Allah adalah urusan yang sangat pribadi, urusan di dalam hati. Tidak ada urusan dekat dengan Allah dengan urusan untuk diketahui oleh orang lain. Kita khawatir banyak menyebut nama Allah SWT sebenarnya bukan dekat dengan Allah, melainkan kalimat itu digunakan untuk kepentingan diri kita, seperti ingin dihargai.

 

Ilmu pun bisa menjadi hijab. Hijab ilmu, merasa berilmu, ilmunya tidak membuat dirinya tersungkur tunduk tawadhu kepada Allah, malah dirinya merasa terangkat, merasa lebih berkedudukan. Dekat dengan Allah justru ketika menjadi merasa tidak berilmu. Posisi hamba yang baik itu meyakini bahwa dirinya tidak memiliki apa pun, kecuali sekadar titipan Allah. Merasa bahwa dirinya bodoh tidak tahu apa-apa, kecuali sepercik ilmu yang Allah SWT titipkan. Menyadari ketersesatan dirinya, kecuali Allah SWT yang menyelamatkannya dengan memberi petunjuk. Lemah tidak berdaya, kecuali Allah yang menguatkannya. Mestinyanya dengan bertambahnya ilmu, diri kita merasa bodoh di hadapan Allah. Tidak memiliki keyakinan terhadap janji dan jaminan Allah, karena terhijabnya hati oleh merasa memiliki ilmu.

 

Posisi yang disukai Allah terhadap diri kita adalah benar-benar menjadi seorang budak/hamba, bukannya kita menjadi tandingan Allah SWT.

 

Orang yang susah dekat dengan Allah pasti pada dirinya memiliki masalah pribadi dengan Allah SWT, terkait dengan masalah kejujuran dan kemurnian. Atau hanya di mulut saja.

 

Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia, dan Kami mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadinya. (QS. Qaaf: 16)

 

Mendekat kepada Allah lebih mudah, karena Allah SWT lebih dekat dengan kita, tapi kita terhijab oleh hati yang kotor. Maka bersihkanlah hati. Kemakrifatan hati itu sudah ada, tapi masih tertutup. Maka bukalah mata hati kita dengan taubat. Sesungguhnya kehadiran Allah sangat jelas oleh mata hati. Lumuran dosalah yang membuat tidak terasa kehadiran Allah di hati, sehingga membuat kita menjadi sering curiga kepada Allah SWT. Jika mata hati tersingkap, semua akan terasa ringan dalam melakukan amal shaleh.

eramuslim.com

Rahasia Nikmatnya Hidup

gerakan sholat

Bila hidup ini tidak ada tantangan, tentu tidak akan menarik. Terlebih dahulu di-cast dengan ilmu, lalu kita amalkan dalam kehidupan, seperti bertarung dalam kehidupan nyata ini. Tapi kita harus benar-benar bisa mengukur diri kita. Misalnya, ketika terjadi pertemuan dengan kalangan tertentu, ternyata membuat keimanan kita turun, berarti pertemuannya tidak bagus untuk kita. Berarti iman kita belum cukup untuk bisa menandingi pengaruh negatif dari lingkungan itu. Maka untuk sementara waktu kita perlu berhijrah dari lingkungan tersebut, dalam rangka menguatkan diri. Sehingga pada waktunya, kita sudah siap untuk terjun ke kehidupan sesungguhnya, namun kita sudah berbekal dengan kemampuan yang lebih baik. Kita harus mendakwahi mereka, ketika kita sudah yakin dengan kekuatan diri kita. Di-cast bisa juga dengan cara berkumpul dengan orang-orang shaleh. Diamnya saja akan berpengaruh terhadap keyakinan kita.

Yang paling membuat hidup kita tidak nyaman adalah kebingungan, ragu-ragu, dan ketidakjelasan, karena setiap yang meragukan membuat hidup kita tidak jelas. Dalam menjalani hidup ini, apabila belum mengenal peta hidup dengan jelas, maka menyebabkan hidup menjadi gamang, ragu, dan sangat melelahkan.

Dalam menjalani hiduup ini, harus jelas tujuannya dan bagaimana dalam melangkahnya, siapa Tuhan kita, siapa kita, apa yang bahaya, dan apa yang menyelamatkan, akan ke mana kita, dan sebagainya. Kalau sudah semuanya jelas, maka akan mantap dan tidak akan bingung dalam menjalani hidup.

Manusia diciptakan dan diurus oleh Allah SWT. Tugas kita di dunia ini adalah menjadi hamba Allah. Mematuhi apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah. Perkara rejeki adalah mutlak dalam genggaman Allah. Kalau kita patuh kepada Allah dan yakin dengan kekuasaan Allah, Sang Pemberi rejeki pasti akan menjamin segala kebutuhan rejekinya.

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. QS At-Thalaq : 2-3

Kita bekerja bukan hanya untuk mencari uang, tapi merupakan amal shaleh dalam menjemput rejeki atau nafkah kita. Yang dicari keberkahan dan ridho Allah SWT. Orang yang mencari ridho Allah tidak akan ragu kepada Allah SWT sebagai pembagi rejeki, pasti kita akan bertemu dengan rejek kita, sehingga tidak akan mau berbuat haram. Kalau seseorang tidak mencari ridho Allah, maka ia bisa menghalalkan berbagai cara.

Dengan demikian, berbeda antara orang yang bekerja hanya untuk mencari uang, dengan orang yang bekerja untuk mencari ridho-Nya. Orang yang mencari ridho Allah, sama sekali tidak ada keraguan, yakin pasti bertemu dengan rejekinya. Sepanjang sesuai dengan perintah Allah, tidak perlu menghiba-hiba kepada manusia, karena manusia tidak dapat mendatangkan apa pun, tanpa ijin Pemilik Semesta Alam.

Kita bergaul dengan manusia, bukan untuk menuhankan, dan memelas kepada manusia. Kita bergaul dengan manusia karena Allah menyuruh kita bergaul dengan manusia dengan baik. Kita berbuat baik bukan untuk ingin dihargai. Orang menghargai, dan mengakui kebaikan kita atau tidak, bukan urusan kita. Urusan kita adalah bergaul dengan manusia dengan baik sesuai perintah-Nya. Tidak boeh takut kepada manusia. Diri kita milik Allah, tak akan jatuh sehelai rambut pun tanpa ijin pemilik-Nya. Tidak akan pernah mati, kecuali Allah yang mematikan.

Manusia bukan pemberi rejeki, manusia hanya makhluk sebagai jalan dari ketentuan Allah. Tugas kita jelas, menjemput rejeki kita dengan cara yang halal. Semua anak-anak kita ada rejekinya. Tugas orang tua mengantar anaknya mengenal siapa penciptanya, Lukmanul Hakim menjadi contoh bagaimana seorang hamba Allah, yang tidak menuhankan selain Allah. Beliau mendidik anak untuk mengenal-Nya, dengan itu akan berjumpa dengan rejekinya yang berkah. Dan akan berjumpa dengan rejeki dan takdir terbaik dalam kehidupannya. Setelah kita mati, warisan terbesar kita kepada anak-anak kita adalah keyakinan dan istiqamah taat kepada Allah.

Dunia ini hanya tempat mampir sebentar. Semua kita akan tinggalkan. Dunia tidak ada-apa nya. Dunia bukan untuk memperbudak kita, tapi dunia diciptakan untuk menjadi pelayan kita. Harta, pangkat, gelar, tidak ada apa-apanya. Orang-orang zalim dan ingkar diberi oleh Allah dunia ini. Kemuliaan bukan dengan pencapaian duniawi, tanda kemuliaan bukan dengan berharta atau berpangkat, melainkan dengan takwa.

Takwa itu tandanya hatinya yakin, patuh kepada Allah, lahir batin. Ridho dengan semua takdir yang telah ditetapkan Allah. Allah tidak pernah zalim dalam menentukan takdir kita. Jelas hidup ini hanya mampir sebentar di dunia dan dunia tidak dibawa ke alam kubur.

Siti hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim yang merupakan perintah Allah, ia pun mengikutinya. Lalu tatkala membutuhkan rejeki air untuk diri dan anaknya, beliau pun berlari-lari mencari air ke bukit shafa dan marwah. Namun airnya tidak muncul di bukit tersebut melainkan di sekitar ka’bah yang berjarak seratus meteran dari sana.

Maka tugas kita dalam hal ini adalah untuk menyempurnakan ikhtiar, bukan menentukan hasil. Jangan pernah risau dengan janji Allah. Sesungguhnya yang berbahaya bagi diri kita adalah keburukan dari diri kita sendiri. Orang lain hanya menjadi jalan.

Sekarang masalah apa pun yang menimpa, jangan sibuk dengan orang yang menjadi jalan, melainkan sibuk dengan diri kita yang menjadi penyebabnya. Kebaikan kembali pada pembuatnya, begitu pula keburukan. Tidak ada yang merusak diri kita selain dari keburukan diri kita.

Ketika kita menghadapi kesulitan, kita tidak bisa menyelesaikan dengan kemampuan kita, melainkan dengan pertolongan Allah. Bagaimana jalan keluarnya? Adalah dengan bertaubat.

Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, Allah akan melegakkan hatinya, Allah akan memberi jalan keluar, dan rejeki pertolongan dari yang tidak terduga.

‘maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh : 10-12)

Rejeki termahal dalam hidup ini adalah hati yang yakin, dan lahiriahnya patuh kepada Allah dengan istiqamah. Kesuksesan orang adalah yakin kepada Allah, tidak ada keraguan dalam hatinya. Tidak bersedih hati. Kunci yakin adalah hati yang bersih. Makin bersih dari kemusyrikan, kemunafikan, dan cinta duniawi, hati akan langsung merasakan keyakinan, hati peka, doa mustajab, akhlak mulia, dan auranya nyaman. Maka jangan ukur kesuksesan seseorang dengan duniawinya, melainkan lihatlah sejauh mana keyakinannya yang merupakan karunia Allah tidak ada bandingannya.

Sekuat tenaga mengarungi hidup, disertai dengan semangat kebersihan hati. Cari teman yang bisa membantu membersihkan hati. Seperti mobil yang tidak jalan whipernya/ pembersih kaca ketika hujan deras, maka dia akan risau. Bukan tidak adanya jalan, melainkan tidak bisa melihat jalan. Seperti itu pula ketika kita melihat dengan mata hati yang tertutup dosa. Oleh karena itu, kembalilah kepada Allah, seperti kaca yang bersih, maka akan tampak semua yang ada, karena tidak tertutupi, seperti udara bagi paru-paru ini, solusi sesungguhnya terhampar di dekat kita.

eramuslim.com

Meniti Proses Kehidupan

jiwa masyar

Hidup ini terdiri dari beberapa episode. Dari segi usia, episode kehidupan manusia terangkai dari episode janin, kemudian menjadi bayi, balita, anak-anak, remaja, lalu dewasa dan tua. Semuanya ada bagian takdirnya masing-masing.

Hidup di dunia ini hanya mampir. Ada dan tiadanya dunia, tidak boleh mencuri hati. Resah, gelisah, tertimpa banyak musibah itu karena tabungan dosa-dosa. Selalu harus bersiap setiap saat. Siap dalam hal berbuat kebaikan. Siap melakukan banyak hal yang semuanya haruslah menjadi amal shaleh. Haruslah bersih lilahi ta’ala.

Dunia ini hanya permainan saja. Janganlah tergoda dengan kemilaunya. Karena, tidak ada satu pun nikmat kecuali dari Allah. Tidak ada jalan untuk sombong, karena Allah benci orang yang sombong. “Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akherat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” ( Ar-Rum:64 )

Kita pun tak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Janganlah merasa tidak memiliki penolong, segala hal tidak akan bisa mencukupi, kecuali dalam janji dan jaminan Allah. Akan menjadi hal yang mudah bagi Allah untuk memberikan karunianya, asalkan hati tidak bergantung kepada selain-Nya.

Dalam menjalankan episode kehidupan ini, ridho kepada Allah adalah hal yang utama. Ridho kepada perintah Allah, Ridho kepada semua takdir yang telah ditetapkan Allah, karena tak ada yang terjadi tanpa izin-Nya. Allah yang memiliki kita berhak melakukan apapun termasuk menjadikan kita sakit, maka ridha dan ikhlas menjalaninya adalah satu kewajiban yang harus kita lakukan.

Selain Ridho, hal utama yang harus kita miliki adalah keyakinan. Kemuliaan terbesar yang diberikan Allah pada hambanya adalah hati yang yakin. Keyakinanlah yang membuat kita lebih mantap dalam berbuat, bertindak dan bersikap. Keyakinan itulah yang mendatangkan ketenangan dalam hati dalam menjalani episode kehidupan yang telah ditakdirkan Allah. Secara teoritis terdapat tiga tahapan dalam menempuh ilmu keyakinan ini. Pertama, ‘ilmul yaqin. Ia meyakini segala sesuatu berdasarkan ilmu atau pengetahuan. Misal, Kabah itu tempatnya di Mekah, karena ilmu mengajarkan seperti itu. Kedua, ‘ainul yaqin, Ia akan naik setahap karena tidak hanya berdasarkan ilmu, melainkan telah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Orang yang telah menunaikan ibadah haji sangat yakin bahwa Kabah itu memang ada di Mekah karena ia telah melihatnya. Keyakinan karena melihat, akan lebih kuat dibandingkan keyakinan karena ilmu.

Ketiga adalah haqqul yaqin. Orang yang telah haqqul yakin akan memiliki keyakinan yang dalam dan terbukti kebenarannya. Orang yang telah merasakan nikmatnya thawaf, berdoa di Multazam, merasakan ijabahnya doa, keyakinan akan jauh lebih mendalam. Inilah tingkat keyakinan tertinggi yang akan sulit diruntuhkan dan dicabut dari hati orang yang memilikinya.

Kalau sudah jelas keyakinan dalam hidup ini, kita akan jelas pula mengambil sikap dan tindakan. Sedangkan ketidakyakinan akan menimbulkan kegelisahan. Bagaikan melalui jalan yang berkabut, mau tancap gas risau, cari alamat tidak jelas, resah, gelisah, tegang sepanjang jalan. Seperti masuk hutan, tidak jelas rutenya, tidak memiliki peralatan yang sesuai, maka akan gelisah. Seperti masukke dalam ruangan gelap, selalu gamang. Itulah orang-orang yang tidak jelas dalam hidupnya.

Keyakinan itu berasal dari pemahaman. Pemahaman berawal ilmu. Ilmu itulah yang membuat cahaya. Cahaya dari Allah yang membuat faqih/paham kepada agama.

era muslim.com

Langkah-Langkah Mengatasi Masalah

wudhu

Bila ada masalah sibuklah memeriksa diri, dosa apa yang mengundang datangnya masalah tersebut. Jangan lebih sibuk dengan kemampuan diri dan orang lain. Dan berpikirlah bagaimana caranya agar Allah senantiasa menolong kita. Allah mengetahui persis bagaimana kita berjuang untuk taubat dan tawakal, dan pertolongan Allah tidak harus dari apa yang kita duga, seperti Siti Hajar yang mendapatkan zam-zam bukan dari tempat pencariannya bolak balik antara sofa dan marwah, tapi justru dari tempat lain yang tidak terduga. Yang terpenting adalah bagaimana kita yakin kepada pertolongan Allah, dan keyakinan itu seiring dengan kebersihan hati.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). (QS Al-A’Laa : 14)

Kejadian apa saja semestinya membuat kita taubat dan mendekat kepada Allah. Kalau hati sudah yakin, maka hati akan mantap; tapi kalau belum yakin, maka hati akan bingung.

Islam itu diturunkan agar kita yakin kepada Allah. Sehebat apa pun ilmu Islam yang dimiliki, namun jika tidak yakin kepada Allah, maka perlu dipertanyakan bahwa ilmunya itu untuk apa? Sehebat apapun ibadah, lalu ia tidak kenal kepada Allah, maka perlu dipertanyakan motivasi ibadah itu untuk apa dan siapa? Harusnya ilmu itu bisa membersihkan hati, dan ibadah itu bisa makin menambah keyakinan. Bila tidak, maka taubatnya belum benar. Semua itu bisa jadi ia lakukan karena ingin dipuji oleh orang lain atau ia menuhankan makhluk.

Adapun langkah-langkah yang bisa kita jalankan dalam mengatasi masalah yang tengah dihadapi di antaranya adalah :

1. Evaluasi diri sendiri Masalah yang terjadi sebenarnya bersumber dari diri sendiri. Jangan terbiasa menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa diri sendiri. Tanyakan pada diri, apa yang telah diperbuat atau kesalahan (dosa) apa yang dilakukan sehingga kejadian buruk menimpa kita. Dengan begitu, setiap orang akan termotivasi memperbaiki kekurangan yang ada dalam dirinya. Apabila belum diketemukan, bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, Allah-lah yang aka membimbing kita menemukan apa yang kita cari tersebut.

2. Ridho menerima. Jika hati ridho menerima, keadaan seburuk apapun tidak akan merusakkan hati. Sebaliknya, sikap menolak kenyataan atau tidak ikhlas malah akan menambah beban stres. Menerima kenyataan atau tidak, tetap saja hal itu sudah terjadi. Maka, sebaiknya ridho menerimanya.

“Boleh jadi kamu sangat tidak menyukai peristiwa yang menimpa diri kamu, padahal itu sangat baik sekali bagimu. Boleh jadi sesuatu itu yang sangat kamu sukai, padahal sesuatu itu yang sangat tidak baik bagi kamu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, kalian tidak tahu apa-apa.” (QS Al-Baqarah : 216)

Ridho bukanlah pelarian atas kejadian yang menimpa, jangan lantas bersembunyi di balik sikap ini ketika ada masalah menghampiri. Ridho bukan berarti berpasrah tanpa ikhtiar.

Ridho adalah awal dari solusi. Sebuah permisalan adalah apabila nasi telah menjadi bubur, yang pertama kali harus kita lakukan adalah ridho, dilanjutkan dengan mencari cakue, kacang polong, ayam dan bawang goreng. Jadikan bubur ayam spesial. Baru setelah itu kita evaluasi diri, kenapa kok bisa niat memasak nasi kok jadi bubur, temukan masalahnya, ambil hikmahnya, dan berubahlah untuk menjadi lebih baik.

3. Jangan mempersulit diri dengan rasa iri. Daripada membuang waktu, lebih baik memperbaiki kualitas diri, dan bekerja keras. Orang yang selalu merasa iri, seringkali lupa cara memperbaiki diri. Mereka lebih sibuk mencaci dan merendahkan orang lain. Ia seakan-akan mempertanyakan rasa keadilan Allah, padahal hanya Allah Yang Maha Adil. Dengan menghindari rasa iri, kita bisa lebih obyektif dalam menghadapi masalah.

4. Siapkan hati menghadapi masalah. Seringkali kita mengalami sesuatu yang tidak sesuai harapan, keinginan dan perkiraan, padahal tidak semua hal yang kita anggap baik itu juga baik di hadapan Allah. Terkadang, banyak hal yang awalnya kita sesali namun di belakang sangat kita syukuri. Pasti ada hikmah yang ada di balik setiap kejadian tersebut. Misalnya, orang yang tidak jadi naik pesawat dan akhirnya pesawatnya kecelakaan.

5. Jadikan Allah SWT sebagai penolong. Al Quran menyerukan agar menjadikan hanya Allah SWT sebagai penolong, di antaranya bisa dengan sabar dan sholat, dalam mengatasi masalah. Jangan sampai kita hanya mengandalkan kemampuan diri untuk mengatasi berbagai permasalahan, sehingga sikap tersebut seakan-akan ingin terlihat hebat di mata orang lain, padahal membuat kita menipu diri agarorang lain kagum. Akibatnya, manusia akan makin stres karena berupaya selalu ingin terlihat baik di mata orang lain.

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS Al-Baqarah : 45)

Mudah-mudahan kita senantiasa menyelidiki hati kita sendiri, sehingga kita tidak bersandar pada siapa pun termasuk diri kita sendiri. Cukuplah Allah bagi kita. Sempurnakan ikhtiar kita seperti Siti Hajar tadi. Dan biarlah Allah memberikan pertolongan kepada kita dari pintu mana saja yang Allah kehendaki.

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS Ali-Imran : 160)

Agar hidup lebih tenang, yakinkanlah diri bahwa Allah SWT sebagai pencipta tidak akan menurunkan masalah tanpa jalan keluar.

era muslim.com

Al Latief ( Kelembutan Allah )

allah bunga

Kata Al-Latif 7 kali tertulis di dalam Al Quran, yang bermakna Allah Maha Halus, Lembut dan Teliti pengawasannya kepada kita. “Allah Yang Maha Lembut memberi rejeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dialah Allah yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.”

Maha lembutnya Allah SWT, sehingga Maha Tahu kebutuhan hamba-Nya, dan disampaikannya kebutuhan-kebutuhan itu kepada hamba-Nya, tanpa diketahui dan dirasakan, bahkan oleh hamba itu sendiri. Tapi sesungguhnya amat dirasakan wujudnya.

Saat lahir ke dunia, tanpa kita pahami Allah mengilhamkan keinginan untuk menangis ketika butuh menyusui. Tanpa kita sadari, semuanya diurus Allah, hingga ke sel demi sel, sampai ke tingkat kromosom, demikian teliti. Semuanya diurus oleh Allah SWT dengan sempurna.

Pertolongan Allah tidak harus berwujud seperti yang kita inginkan, dan kita duga. Allah SWT dalam memberi pertolongan kepada kita bisa tanpa terasa oleh kita, namun pertolongan itu jelas ada. Allah mencukupi rejeki kita tanpa terbetik dalam pikiran kita, tapi itu berwujud.

Ketika kita di dalam rahim sungguh tidak ada yang mengetahui bagaimana keadaan di dalamnya. Allah yang Maha Halus Lembut menyusun sel demi sel, mencukupi kebutuhan sel tanpa dipahami oleh siapa pun. Menyusun tubuh kita di tempat yang tersembunyi. Kita akan dibuat bingung, mengenai bagaimana lalu lintas karunia organ-organ tubuh itu terjadi, seperti oksigen, darah, sel-sel, dan sebagainya yang terdapat di dalam di tubuh kita tanpa ada yang mengetahuinya.

Kalau sekecil wujudnya ini saja demikian terlihat bagi Allah, dan diurus dengan sempurna, dan seksama, pasti pada yang lahiriah jelas terlihat tidak akan luput dari perhatian dan pemeliharaan Allah SWT.

Sebagaimana tertulis di dalam QS At-Thalaq : 3, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq [65] : 2).

Jalan ke luar tidak harus dalam bentuk yang mudah kita pahami, tetapi jalan keluar bisa dalam bentuk ilham. Saat tiba-tiba terpikir suatu ide atau gagasan yang menjadi jalan Allah memberikan solusinya. Walau bisa saja disadari maupun tidak. Bahkan hal itu senantiasa berjalan terus mengarah kepada solusi. Kita dengar bagaimana Imam Al Ghazali mengisyaratkan bahwa Allah mengetahui rincian kemaslahan dan seluk beluk rahasianya serta Allah sangat mampu mengatur jalan agar kemaslahatan itu sampai pada diri kita. Luar biasa.

Pada akhirnya kita menyakini bahwa Allah yang selalu mengetahui makhluk-Nya berharap memperoleh banyak kemaslahatan. Kemudian Allah menyiapkan sarana dan prasarana guna meraih kemudahan kemaslahatan itu. Allah yang bergegas menyingkirkan kegelisahan di hati pada saat adanya cobaan. Dan Allah-lah yang menganugerahkan berbagai karunia sebelum terbetik di dalam benak pikiran kita.

Begitu sempurna penyediaan dari Allah SWT bagi berbagai kebutuhan kita. Jadi, sesungguhnya orang yang menderita itu orang yang benar-benar kufur nikmat saja. Bila kita melihat rangakaian karunia Allah, tidak hanya yang Nampak, yang tersembunyi pun, membuat hati semakin bertambah keyakinannya kepada Allah.

Bagaimana mungkin keyakinan menghujamkan di hati kita, sedangkan kita sendiri tidak tahu ilmu mengenai hati kita; seperti apa dan di mana. Namun menakjubkan, kita bisa kuat dalam menghadapi cobaan, yakin dengan adanya Allah, tanpa kita lihat dengan mata lahiriah kita. Allah SWT dengan mudah bisa dengan cara yang amat halus tanpa terasa mengulurkan pertolongan-Nya kepada kita, maka tidak boleh kita putus asa dari rahmat Allah, karena pengetahuan kita tentang masalah kita terlalu sedikit, sedangkan permasalahan yang ada padatubuh kita demikian kompleks dan rumitnya, sangat tidak terkejar oleh kemampuan kita untuk menjangkaunya.

Perhatikan setiap saat yang terjadi pada tubuh kita. Kita tidak tahu terhadap kebutuhan tubuh kita sebenarnya seperti apa. Tatkala pada tubuh kita terjadi kerumitan lalu lintas sistem yang berlangsung setiap saat, lalu siapa yang mengurus kerumitan sistem ini? Dialah Al-Latif yang mengurus tubuh kita setiap saat.

Sehingga menjadi pertanyaan bagi diri kita ketika menghadapi hiruk pikuk kehidupan ini, pernahkah kita sendirian dalam hidup ini? Pasti tidak akan pernah sendirian. Kapan pun dan di mana pun. Karena kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu. Kebutuhan yang tidak kita ketahui jauh lebih rumit daripada yang kita ketahui.

Keperluan kita sedikit dan sederhana dibanding dengan kebutuhan tubuh kita yang demikian kompleks.

Ketika Allah tidak diminta pun kebutuhan-kebutuhan kita menjadi beres. Bagaimana pula dengan yang terjadi apabila kita meminta kepada Allah. Apakah Allah akan menjadi bakhil apabila diminta. Bukannya Allah SWT tidak mengabulkan permohonan kita, hanya saja kita sombong tidak mau berdoa dengan semestinya. Semua masalah kita disebabkan karena kitalah yang kufur nikmat kepada Allah. Sesungguhnya Allah-lah yang menyiapkan seluruhnya dengan sempurna.

Semestinya kita merasa malu kepada Allah, karena kita tidak menyadari bahwa Allah member rejeki tiap saat. Buktinya, pernahkah Allah tidak memberi makan tiga hari saja kepada kita? Atau ditelantarkan? Patutkah kita curiga terhadap jaminan Allah SWT. Mestinya kita curiga kepada diri kita mengapa kufur nikmat kepada karunia Allah SWT, sehingga tidak bisa melihat betapa halusnya kemurahan Allah SWT.

Ada sesuatu yang halus pula pada asma Allah SWT, yakni kasih saying-Nya. Seperti apakah wujud dari perasaan ini. Apakah bentuknya gepeng, atau bulat, kita tidak tahu. Tapi kasih sayang ini benar-benar ada. Satu komponen yang luar biasa.

Dikatakan dalam sebuah hadist bahwa 1/100 kasih sayang yang Allah ciptakan di alam semesta ini dibagikan kepada makhluknya. Maka dengan itu induk ayam tidak mau menginjak anaknya. Kasih sayang kucing yang melindungi dan menjilati anaknya juga siapa yang mengajarinya. Ini fenomena yang menakjubkan.

Lebah yang membuat madu, harus 600 kali bolak balik mencari bunga, mengumpulkan sehingga jadi madu. Siapa yang mengajari, dan untuk siapa itu semua? Membeli madu berarti pula amal shaleh untuk menghargai perbuatan lebah.

Kalau kita sudah yakin dengan Allah yang Latif, maka Allah bisa mempersatukan hati, seperti jatuh cinta. Mereka yang jaraknya jauh bisa terpaut perasaannya. Allah Maha Pengatur Strategi bagi kita, tanpa terasa itulah yang menjadi kemaslahatan bagi kita.

Maka kita tidak boleh sok tahu dengan kenyataan yang tidak cocok dengan keinginan kita, walaupun kita sudah merasa berbuat baik. Allah Maha Halus membimbing kita supaya kita bisa taubat. Kita tidak tahu apa yang lebih halus atas kenyataan yang terjadi. Kita tahunya nafsu yang memberikan kenikmatan ke kita saja. Kita pun lebih bersandar kepada uang. Kita merasa aman dan nyaman dengan uang daripada Allah SWT. Maka tak perlu kaget, tatkala Allah menguji dengan keluarnya uang untuk berbagai kebutuhan di luar rencana. Sedemikian rupa sehingga dengannya menjadikan kita menyerah di hadapan Allah, seperti kain basah yang terhampar luruh di hadapan Allah. Sampai kita meyakini bahwa jaminan Allah tidak harus melewati tabungan, atau lewat gaji. Diambilnya kekayaan bukan merupakan kemarahan Allah. Allah Maha Halus dalam mendidik kita, supaya bulat tawakal kepada Allah dan makrifat. Orang yang terlalu bersandar kepada jabatannya, jangan heran mudah bagi Allah membuatnya di-PHK.

Bisa jadi kita yang sering dipuji oleh banyak orang, dan membuat hidup tidak normal. Semua serba dibagus-baguskan (artificial), maka jangan kaget dan bersiaplah jika Allah hendak menguji kita dengan caci maki orang, karena kita lebih memilih jalan kebenaran, atau karena kekeliruan kecil, di mana sebelumnya orang-orang seringkali memuji, dengan kejadian itu, ia pun dijauhi, dan terpuruk kepada Allah. Dicaci maki bukan bencana, melainkan berupa kasih sayang kelembutan Allah. Sepanjang kita tetap di jalan Allah yang diridhai, dan bila kita sudah merasa tidak ingin dipuji tidak takut dicaci, itu karunia yang sangat mahal sekali. Bila terjadi sebaliknya, berarti suatu musibah.

Adakah yang mencelakakan kita selain diri sendiri? Diri kitalah yang dizalimi. Tidak ada yang lebih sayang kepada kita selain yang mengurus tiap saat. Allah-lah yang terus menerus setiap saat mengurus kita. Kita tidak ingat kepada Allah, namun Allah tetap mengurus kita. Setiap saat semuanya diurus oleh Allah.

Hati itu hanya bisa disentuh oleh kebeningan kelembutan. Anak itu nakal karena merekam dari tv, orang tuanya, rekan-rekannya. Ketika mereka menjumpai melihat orang tuanya membersihkan hatinya, anak-anak akan merekamnya. Mereka mengerti dengan bahasa hati. Bahasa yang paling murni. Dengan belaian, tatapan dengan hati dia akan mengetahui dan mengenal dengan bekal mereka sebagai kasih saying. Kita harus terus menerus membongkar kebusukan hati kita hingga ditemukan frekuensinya.

Kata kunci hati kita bersih, jangan ada maksud lain, selalin murni tidak ada kepentingan dengan hati. Lurus, tidak ada siasat kamuflase. Sesederhana apa pun perilaku kita, bila datang dari kemurnian hati, itu pasti akan sampai kepada hati. Allah tidak membutuhkan rekayasa. Dan inilah kekayaan kita, tidak memiliki maksud lain, selain keridhaan Allah. Membuat kita tidak ada rahasia dengan Allah.

Pada diri orang lain, ia akan bisa berlaku tidak adil kepada kita, namun Allah adalah tetap Maha Adil.

Kalau Allah membuat hati orang tidak suka kepada kita, maka tidak ada yang bisa mencegahnya. Bahagia itu tempatnya di dada, bukan dipuji dihormati. Bahagia itu kita menjadi orang yang jujur, bersih, lurus, tidak munafik.

Yang bahaya itu bukan soal ujian, melainkan salah dalam jawabannya. Yang sibuk memikirkan soal akan berbeda dengan orang yang sibuk memikirkan jawabannya.

eramuslim.com