Category Archives: Artikel
Hati Yang Mati ( qolbun Mayyit )
Bismillahirohmanirohim
“Diantara tanda-tanda hati yang mati, ialah tidak ada rasa sedih, apabila telah kehilangan kesempatan untuk melakukan taat kepada Allah, tidak juga menyesal atas perbuatan (kelalaian) yang telah dilakukannya.”
Hati yang di dalamnya hidup keimanan akan merasa sedih apabila iman dan taat itu hilang daripadanya. Hati yang beriman itu sangat menyesal apabila melakukan maksiat. Hati sangat senang apabila ia telah melaksanakan ketaatan.
Perbuatan manusia yang dikendalikan oleh hati yang beriman pasti selalu menjurus kepada ketaatan dan bergegas meninggalkan kemaksiatan, sehingga hatinya tidak gelisah oleh dosa, dan jiwanya tidak resah oleh maksiat. Kejahatan yang selalu mencari peluang mendobrak benteng hati insane, mampu menghancur-luluhkan benteng itu, apabila pertahanan iman, yang menjaga beteng hati itu lemah.
Sebaliknya, benteng hati itu akan kokoh, walau dengan serbuan dan dobrakan apapun, apabila iman yang menjadi perisai di dalamnya kokoh kuat bagaikan batu karang di tengah samudra. Seorang hamba mukmin akan terus-menerus mencegah masuknya kemaksiatan dan kekotoran di dalam hatinya, membentenginya dengan amal ibadah. Ia harus merasa susah dihinggapi dosa dan gembira apabila melakukan kebaikan. Dalam sebuah Atsar. “Barangsiapa merasa senang menjalankan kebaikan, dan merasa sedih menjalankan kejahatan, maka ia adalah orang beriman.” Sebaliknya, hati yang suka dihinggapi kotoran kemaksiatan, tidak merasa sedih menjalankan perbuatan maksiat dan kotoran jiwa, maka itulah hati yang mati dan buta. Tanda Allah SWT ridha terhadap seorang hamba maka hatinya terang benderang menerima kebaikan, dan mampu menghindari maksiat.
Kearifan hati itu dapat dilihat dari perbuatan manusia dalam hidupnya. Hati yang hidup dan arif nampak pada wajah pemiliknya. Cahaya wajah dan perilaku seperti mimic pada raut wajah pemilik, hati yang jauh dari dosa dan bentuk maksiat, akan tampak dalam pembicaraan. Ucapan seseorang terkias dengan jel;as dalam setiap susunan kata-katanya. Hati yang terbuka oleh iman akan menunjukkan bunyi pada kalimat yang diucapkan seseorang. Halus, jujur, ikhlas dan tidak berbelit. Sebaliknya, hati yang hitam tertuitup oleh noda akan terbias dari semua kalimat yang diucapkan, tak bisa ditutup-tutup. Itu semua adalah gambaran tentang hati orang yang beriman. Hati yang beriman adalah hati yang hidup, sedang hati yang jauh dari keimanan adalah hati yang mati. Hati yang hidup oleh keimanan menumbuhkan kebaikan dan ketaatan, hati yang tertutup dari keimanan akan menumbuhkan kejelekan dan kemaksiatan.
Sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Orang yang benar-benar beriman, ketika melihat dosa-dosanya, seperti ia sedang duduk dibawah gunung. Ia kuatir kalau-kalau puncak gunung itu jatuh menimpanya. Adapun orang munafik, ia memandang dosa-dosanya seperti menghalau lalat di ujung hidungnya.”
Orang beriman selalu memandang dosa dan kesalahan yang pernah ia perbuat, seperti beban yang sangat berat rasanya, ia kuatir dosa dan kesalahan akan membawa akibat yang jelek, serta menyiksa di hari akhirat. Ia sangat berhati-hati. Kehati-hatian seperti ini adalah cahaya iman yang masih bertahta dalam hatinya. Adapun orang munafik menganggap dosa-dosa dan kesalahan yang pernah diperbuatnya, dengan anggapan bahwa dosa-dosa dan kesalahan tidak mampu meruntuhkan kedudukannya atau merusak dan menganiayanya, oleh karena ia menganggap dosa sangat enteng baginya, tidak berarti apa-apa. Seperti mengusir lalat dari ujung hidungnya saja. Perasaan seperti itu adalah perasaan orang-orang munafik yang tidak mempedulikan kadar Iman dan Islam dalam membentuk pribadi manusia.
Sekali lagi perasaan hati yang penuh dengan hiasan iman dalam membentuk manusia muslim sangat mempengaruhi bagi perkembangan tingkah laku manusia. Apakah ia suka kepada maksiat, atau ketaatan. Dua perbuatan yang saling bertentangan ini memang bertahta dalam diri manusia. Hanya iman dan ketaatan saja yang mampu memberi arah kepada mansuia untuk memilih perbuatan mana yang diridhai Allah dan perbuatan mana yang dimurkai-Nya.
Banyak hal yang perlu dipelajari oleh anak Adam tentang hatinya sendiri. Sebab suatu saat hati bisa putih dan terang benderang, terbuka dan hidup. Disaat lain hati bisa hitam pekat tertutup rapat- rapat dan mati.
Waspadalah terhadap hatimu sendiri, agar iman tetap bertahta di dalamnya, waspada pula terhadap pengaruh dari luar dirimu agar iman yang sedang bersemi di hatimu tumbuh berkembang dan selalu dalam ketaatan. Tidak terpengaruh oleh godaan setan yang selalu mencari peluang untuk mengelabui iman yang ada dalam sanubarimu.
***
die *Mutu Manikam dari Kitab Al-Hikam* Syekh Ahmad Atailah
Evankurniawanblog
Empat Amalan Menggapai Cinta Allah
Bagi yang melaksanakan perintah Allah SWT tentunya akan dihadapkan pada kehidupan yang menyenangkan dan indah yaitu surga. Dan bagi yang mengingkari perintahnya tentunya sudah dipersiapkan neraka yang menurut Al-Qur’an berisikan api yang membara.
عَنْ مُعَاذ بْنِ جَبَلٍ رَِضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْ لُ الله صلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْْمُتَوَاصِلِين فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَنَاصِحِيْنَ فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ ;الْمُتَحَابُّوْنَ فِيَّ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ يَغْبِطُهُمْ بِمَكَانِهِمُ النَّبِيُّوْنَ وَ الصِّدِّيْقُوْنَ وَ الشُّهَدَاءُ .
(HR. Imam Ahmad dalam kitab Al-Musnad dan dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahih Jami’ ash-Shaghir no. 4198).
- Perintah saling mencintai karena Allah
- Perintah saling menasehati karena Allah
- Perintah saling menyambung persaudaraan karena Allah
- Perintah saling berkorban karena Allah.
- Memperbaiki aqidah dan iman hingga menjadi sempurna
Mengingat keempat amalan ini dicintai dan diridhai Allah
- Menelaah benar sirah (sejarah kehidupan) Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para salaf ash-shalih dan mempraktekkannya. Caranya dengan mengetahui konsep dan tuntunan ajaran mereka sehingga akan muncul keinginan dan kecintaan untuk meniti dan mengikuti jejak langkah mereka.
- Mengingat akibat baik dan pahala yang didapatkan dari empat amalan ini.
- Saling mencintai, menasehati, menyambung persaudaraan dab berkorban karena Allah adalah 4 amalan menggapai cinta ilahi
- Urgensi empat amalan ini yang akan memperkokoh barisan, menyatukan langkah dan mempertautkan hati.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
KEHIDUPAN : Ibarat Semut, Laba-Laba dan Lebah ..
Bismillahi rohmanirohim..
Tiga binatang kecil ini menjadi nama dari tiga surah di dalam Al-Qur’an.
An Naml [semut], Al ‘Ankabuut [laba-laba], dan An Nahl [lebah].
Semut, menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa berhenti.
Konon, binatang ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun.
Padahal usianya tidak lebih dari setahun. Ketamakannya sedemikian besar
sehingga ia berusaha – dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang lebih
besar dari tubuhnya.
Uraian Al-Qur’an tentang laba-laba; sarangnya adalah tempat yang paling
rapuh [ Al ‘Ankabuut; 29:41], ia bukan tempat yang aman, apapun yang
berlindung di sana akan binasa. Bahkan jantannya disergapnya untuk dihabisi
oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling
memusnahkan. Inilah gambaran yang mengerikan dari kehidupan sejenis binatang.
Akan halnya lebah, memiliki naluri yang dalam bahasa Al-Qur’an – “atas perintah
Tuhan ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal” [ An Nahl;
16:68]. Sarangnya dibuat berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar
efisen dalam penggunaan ruang. Yang dimakannya adalah serbuk sari bunga.
Lebah tidak menumpuk makanan. Lebah menghasilkan lilin dan madu yg sangat
manfaat bagi kita. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, segala yang
tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali jika
diganggu. Bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup kita dapat diibaratkan dengan berbagai jenis binatang ini.
Ada yang berbudaya ‘semut’. Sering menghimpun dan menumpuk harta, menumpuk
ilmu yang tidak dimanfaatkan. Budaya ‘semut’ adalah budaya ‘aji mumpung’.
Pemborosan, foya-foya adalah implementasinya.
Entah berapa banyak juga tipe ‘laba-laba’ yang ada di sekeliling kita. Yang hanya
berpikir: “Siapa yang dapat dijadikan mangsa”
Nabi Shalalahu ‘Alaihi Wasallam mengibaratkan seorang mukmin sebagai ‘lebah’.
Sesuatu yang tidak merusak dan tidak menyakitkan :
“Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat
dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya”
Semoga kita menjadi ibarat lebah. Insya Allah!
[ Dari Lentera Hati – M. Quraish Shihab]
Hari Anda Adalah Hari Ini
eramuslim – Jika datang pagi maka janganlah menunggu tibanya sore. Pada hari ini Anda hidup, bukan di hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan kejelekannya, dan bukan pula hari esok yang belum tentu datang.
Hari ini dengan mataharinya yang menyinari Anda, adalah hari Anda. Umur Anda hanya sehari. Karena itu anggaplah rentang kehidupan Anda adalah hari ini saja, seakan-akan Anda dilahirkan pada hari ini dan akan mati hari ini juga.
Saat itulah Anda hidup, jangan tersangkut dengan gumpalan masa lalu dengan segala keresahan dan kesusahannya, dan jangan pula terikat dengan ketidakpastian-ketidakpastian di masa yang penuh dengan hal-hal yang menakutkan serta gelombang yang sangat mengerikan. Hanya untuk hari sajalah seharusnya Anda mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian dan kerja keras.
Pada hari ini Anda harus mempersembahkan kualitas shalat yang khusyu’, bacaan Al-Quran yang sarat tadabbur, dzikir yang sepenuh hati, keseimbangan dalam segala hal, keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua Allah berikan, perhatian terhadap keadaan sekitar, perhatian pada jiwa dan raga, serta bersikap sosial terhadap sesama.
Hanya untuk hari ini saja, saat mana Anda hidup. Oleh karena itu, Anda harus benar-benar membagi setiap jamnya. Anggaplah setiap menitnya sebagai hitungan tahun, dan setiap detiknya sebagai hitungan bulan, saat-saat dimana Anda bisa menanam kebaikan dan mempersembahkan sesuatu yang indah.
Beristighfarlah atas semua dosa, ingatlah selalu kepada- Nya, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan nanti, dan nikmatilah hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan. Terimalah rezeki yang Anda dapatkan hari ini dengan penuh keridhaan: Istri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan posisi Anda.
“Maka berpegangteguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS Al-A’raf: 144)
Jalanilah hidup Anda hari ini dengan tanpa kesedihan dan guncangan jiwa, tanpa rasa tidak menerima dan keirian, dan tanpa kedengkian.
Satu hal yang harus Anda lakukan adalah menuliskan pada dinding hati Anda suatu kalimat (yang juga harus Anda tuliskan dia atas meja Anda): “Harimu adalah hari ini”. Jika Anda makan nasi hangat hari ini, maka apakah nasi yang Anda makan kemarin atau nasi besok hari yang belum jadi akan berdampak negatif terhadap diri Anda?
Jika Anda bisa minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa Anda harus bersedih atas air asin yang Anda minum kemarin? Atau, mengapa malah mengharapkan air yang hambar dan panas yang akan datang esok hari?
Jika Anda jujur terhadap diri Anda sendiri maka dengan kemauan keras, Anda akan bisa menundukkan jiwa Anda pada teori ini : “Saya tidak akan pernah hidup kecuali hari ini.” Oleh karena itu, manfaatkanlah hari ini, setiap detiknya, untuk membangun kepribadian, untuk mengembangkan semua potensi yang ada, dan untuk membersihkan amalan Anda.
Katakanlah: “Hari ini saya akan mengatakan yang baik-baik saja. Saya tidak akan pernah mengucapkan kata-kata kotor dan menjijikkan, tidak akan pernah mencela dan mengghibah. Hari ini saya akan menertibkan rumah dan kantor, agar tidak semrawut dan berantakan, agar rapi dan teratur. Karena saya hanya hidup untuk hari ini saja maka saya akan memperhatikan kebersihan dan penampilan diri. Juga, gaya hidup, keseimbangan cara berjalan, bertutur dan tindak tanduk.”
Karena saya hanya hidup untuk hari ini saja maka saya akan berusaha sekuat tenaga untuk taat kepada Rabb, melakukan shalat sesempurna mungkin, melakukan shalat-shalat nafilah sebagai bekal untuk diri sendiri, bergelut dengan Al-Qur’an, mengkaji buku-buku yang ada, mencatat hal-hal yang perlu, dan menelaah buku yang bermanfaat.
Saya hidup untuk hari ini saja, karenanya saya akan menanam nilai-nilai keutamaan di dalam hati ini dan mencabut pohon kejahatan berikut ranting-rantingnya yang berduri: takabur, ujub, riya’, dan buruk sangka.
Saya hidup untuk hari ini saja, karenanya saya akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kebaikan kepada mereka: menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, menunjukkan jalan yang benar bagi yang kebingungan, memberi makan orang kelaparan, menolong orang yang sedang dalam kesulitan, membantu yang dizhalimi, membantu yang lemah, mengasihi yang menderita, menghormati seorang yang alim, menyayangi anak kecil, dan menghormati yang sepuh.
Karena saya hidup untuk hari ini saja maka saya akan hidup untuk mengucapkan, “Wahai masa lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah bersama mataharimu. Aku tidak akan menangisi kepergianmu, dan kamu tidak akan pernah melihatku tercenung sedetikpun untuk mengingatmu. Kamu telah meninggalkan kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi.”
“Wahai masa depan, yang masih berada dalam keghaiban, aku tidak akan pernah bergelut dengan mimpi-mimpi dan tidak akan pernah menjual diri untuk ilusi. Aku tidakk memburu sesuatu yang belum tentu ada karena esok hari tidak berarti apa-apa, esok hari adalah sesuatu yang belum diciptakan, dan tidak pantas dikenang.”
“Hari Anda adalah hari ini”, adalah ungkapan yang paling indah dalam “kamus kebahagiaan”, kamus bagi mereka yang menginginkan kehidupan yang paling indah dan menyenangkan.
***
Sumber: Email dari Sahabat
DIMANAKAH LANGIT KE TUJUH ?
BISMILAHIROHMANIROHIM Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Isra' : 1). Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm:13-18). Ayat-ayat itu mengisahkan tentang peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Isra' adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Mi'raj adalah perjalanan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Sidratul muntaha secara harfiah berarti 'tumbuhan sidrah yang tak terlampaui', suatu perlambang batas yang tak ada manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur'an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu. Di dalam kisah yang agak lebih rinci di dalam hadits disebutkan bahwa Sidratul Muntaha dilihat oleh Nabi setelah mencapai langit ke tujuh. Dari kisah itu orang mungkin bertanya-tanya di manakah langit ke tujuh itu. Mungkin sekali ada yang mengira langit di atas itu berlapis-lapis sampai tujuh dan Sidratul Muntaha ada di lapisan teratas. Benarkah itu? Tulisan ini mencoba membahasnya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Sekilas Kisah Isra' Mi'raj Di dalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan Isra' dan mi'raj dengan menggunakan "buraq". Di dalam hadits hanya disebutkan bahwa buraq adalah 'binatang' berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Ini menunjukkan bahwa "kendaraan" yang membawa Nabi SAW dan Malaikat Jibril mempunyai kecepatan tinggi. Apakah buraq sesungguhnya? Tidak ada penjelasan yang lebih rinci. Cerita israiliyat yang menyatakan bahwa buraq itu seperti kuda bersayap berwajah wanita sama sekali tidak ada dasarnya. Sayangnya, gambaran ini sampai sekarang masih diikuti oleh sebagian masyarakat, terutama di desa-desa. Dengan buraq itu Nabi melakukan Isra' dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Setelah melakukan shalat dua rakaat dan meminum susu yang ditawarkan Malaikat Jibril Nabi melanjutkan perjalanan mi'raj ke Sidratul Muntaha. Nabi SAW dalam perjalanan mi'raj mula-mula memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang di kanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma'mur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi. Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam ('pena'). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (zhahir) di dunia: sungai Efrat di Iraq dan sungai Nil di Mesir. Jibril juga mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur'an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib. Mulanya diwajibkan shalat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh-sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, "Saya telah meminta keringanan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah." Maka Allah berfirman, "Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku." Di manakah Tujuh Langit Konsep tujuh lapis langit sering disalahartikan. Tidak jarang orang membayangkan langit berlapis-lapis dan berjumlah tujuh. Kisah Isra' mi'raj dan sebutan "sab'ah samawat" (tujuh langit) di dalam Al-Qur'an sering dijadikan alasan untuk mendukung pendapat adanya tujuh lapis langit itu. Ada tiga hal yang perlu dikaji dalam masalah ini. Dari segi sejarah, segi makna "tujuh langit", dan hakikat langit dalam kisah Isra' mi'raj. Sejarah Tujuh Langit Dari segi sejarah, orang-orang dahulu -jauh sebelum Al-Qur'an diturunkan - memang berpendapat adanya tujuh lapis langit. Ini berkaitan dengan pengetahuan mereka bahwa ada tujuh benda langit utama yang jaraknya berbeda-beda. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan mereka atas gerakan benda-benda langit. Benda-benda langit yang lebih cepat geraknya di langit dianggap lebih dekat jaraknya. Lalu ada gambaran seolah-olah benda-benda langit itu berada pada lapisan langit yang berbeda-beda. Di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit ke dua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ke tiga. Sedangkan matahari ada di langit ke empat. Di langit ke lima ada Mars (bintang Marikh). Di langit ke enam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ke tujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta. Orang-orang dahulu juga percaya bahwa ke tujuh benda-benda langit itu mempengaruhi kehidupan di bumi. Pengaruhnya bergantian dari jam ke jam dengan urutan mulai dari yang terjauh, Saturnus, sampai yang terdekat, bulan. Karena itu hari pertama itu disebut Saturday (hari Saturnus) dalam bahasa Inggris atau Doyoubi (hari Saturnus/Dosei) dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia Saturday adalah Sabtu. Ternyata, kalau kita menghitung hari mundur sampai tahun 1 Masehi, tanggal 1 Januari tahun 1 memang jatuh pada hari Sabtu. Hari-hari yang lain dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan hari-hari itu menjadi Hari Matahari (Sunday, Ahad), Hari Bulan (Monday, Senin), Hari Mars (Selasa), Hari Merkurius (Rabu), Hari Jupiter (Kamis), dan Hari Venus (Jum'at). Itulah asal mula satu pekan menjadi tujuh hari. Jumlah tujuh hari itu diambil juga oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa Arab nama-nama hari disebut berdasarkan urutan: satu, dua, tiga, ., sampai tujuh, yakni ahad, itsnaan, tsalatsah, arba'ah, khamsah, sittah, dan sab'ah. Bahasa Indonesia mengikuti penamaan Arab ini sehingga menjadi Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, dan Sabtu. Hari ke enam disebut secara khusus, Jum'at, karena itulah penamaan yang diberikan Allah di dalam Al-Qur'an yang menunjukkan adanya kewajiban shalat Jum'at berjamaah. Penamaan Minggu berasal dari bahasa Portugis Dominggo yang berarti hari Tuhan. Ini berdasarkan kepercayaan Kristen bahwa pada hari itu Yesus bangkit. Tetapi orang Islam tidak mempercayai hal itu, karenanya lebih menyukai pemakaian "Ahad" daripada "Minggu". Makna Tujuh Langit Langit (samaa' atau samawat) di dalam Al-Qur'an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada. Sedangkan warna biru bukanlah warna langit sesungguhnya. Warna biru dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh atmosfer bumi. Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan: Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH tangkai yang masing-masingnya berbuah seratus butir. Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya.. Juga di dalam Q.S. Luqman:27: Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah.. Jadi 'tujuh langit' semestinya dipahami pula sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit. Tujuh langit pada Mi'raj Kisah Isra' Mi'raj sejak lama telah menimbulkan perdebatan soal tanggal pastinya dan apakah Nabi melakukannya dengan jasad dan ruhnya atau ruhnya saja. Demikian juga dengan hakikat langit. Muhammad Al Banna dari Mesir menyatakan bahwa beberapa ahli tafsir berpendapat Sidratul Muntaha itu adalah Bintang Syi'ra. Tetapi sebagian lainnya, seperti Muhammad Rasyid Ridha dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah Isra' mi'raj adalah langit ghaib. Dalam kisah mi'raj itu peristiwa lahiriah bercampur dengan peristiwa ghaib. Misalnya pertemuan dengan ruh para Nabi, melihat dua sungai di surga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitul Makmur, tempat ibadah para malaikat. Jadi, nampaknya pengertian langit dalam kisah mi'raj itu memang bukan langit lahiriah yang berisi bintang-bintang, tetapi langit ghaib. Source :http://www.mail-archive.com
Kepasrahan yang mencerdaskan jiwa.
( Izza Rohman Nahrowi ).
Pengabdian kita kepada Allah seharusnya tidak hanya ditunaikan dengan menjalankan kewajiban, yakni segala yang diperintahkan Allah namun pula dengan menjalani ketetapan, yakni segala yang ditentukan Allah. Kematangan iman hanya bisa dirasakan bila kedua hal ini secara sempurna dilaksanakan. Dengan demikian, sebenarnya ada dua hukum yang patut di patuhi oleh orang beriman, yaitu hukum taklif yang sudah lazim kita kenal sebagai berbagai perintah dan larangan Allah yang mesti dijalankan selama hidup, dan hukum takdir yang mencakup ketentuan dan keputusan Allah yang mesti dijalani dalam hidup.
Keperluan dan kebutuhan hidup makhluk sebetulnya adalah sesuatu yang sudah dan terus dijamin oleh Allah. Dengan ilmu-Nya, Allah sudah mengatur diri kita bahkan sebelum kita ada. Setelah kita terlahir ke dunia, Allah pun terus mengatur urusan kita. Akan tetapi, setelah berakal kebanyakan manusia seolah lupa bahwa selama ini urusan hidupnya ada dalam pengaturan Allah.
Allah tidak berhenti mengurus kita sekalipun kita sudah berakal. Ketentuan-Nya terus berlaku. Akal kita semestinya kita gunakan untuk memahami dan melaksanakan secara baik perintah Allah, dan bukan untuk melanggarnya ; untuk memahami dan melakoni secara baik ketentuan Allah, dan bukan untuk menolaknya.
Dalam hidup, kita acap menemukan bahwa apa yang menurut kita baik ternyata bisa membawa keburukan, dan sebaliknya, apa yang kita sangka buruk ternyata malah mendatangkan kebaikan. Boleh jadi ada keuntungan di balik kesulitan, dan ada kesulitan di balik keuntungan. Boleh jadi pula kerugian muncul dari kemudahan, dan kemudahan muncul dari kerugian. Mana yang berguna dan mana yang berbahaya pada akhirnya adalah sesuatu di luar pengetahuan kita.
Mereka yang memelihara kesopanan kepada Allah dan tidak ingin jauh dari-Nya, tentu akan mencoba menggugurkan tadbir dan iradah mereka yang membuat mereka terhijab ( tertabiri) dari Allah. Mereka akan keluar dari gelapnya tadbir ( sikap mengatur diri) menuju terangnya tafwidh, yakni penyerahan urusan atau pilihan hidup kepada Allah, hingga mereka menyaksikan bahwa diri ini di atur dan tidak turut mengatur, ditentukan dan tidak ikut menentukan, serta digerakkan dan tidak bergerak sendiri. Untuk ini di perlukan sikap rida dengan pengaturan Allah. Rasa berat hati hanya akan membuat hati tetap terhijab dari cahaya Allah. Selain itu di perlukan pula sikap selalu berbaik sangka kepada Allah. Allah lebih tahu mengenai apa yang terbaik buat hamba-Nya. Dia pun sudah berjanji bahwa siapa bertawakal kepada-Nya, Dia akan mencukupinya. Lebih dari rida dan berbaik sangka, mereka juga akan senang dan mencintai segala kehendak dan keputusan Allah Sang Pemilik anugerah.
Dari segi ” cara hidup “, baik orang yang berserah ataupun orang yang tidak bersera nyaris tiada bedanya. Yang membedakan mereka adalah cara mereka memandang, merasa, dan menyikapi hidup. Dalam hal ini ajaran isqath al-tadbir sebetulnya adalah juga ajaran mengenai kecerdasan emosional-spiritual. Sebab, pada praktiknya, isqat al-tadbir akan setidaknya membuahkan beberapa sikap hati berikut ini : Pertama, ketidak risauan akan sarana-sarana penghidupan.Sikap ini penting agar hidup tidak di penuhi perasaan cemas,khawatir, gundah dan gelisah yang menempatkan hidup kita selalu dalam tekanan. Tak hanya itu, ketenangan itu sendiri juga penting demi kesuksesan kita meraih sarana-sarana penghidupan.
kedua, Ketidak bergantungan pada amal atau usaha. Kebergantungan pada perbuatan atau daya upaya acap kali berbuntut keputusasaan dan frustasi pada saat kendala dan kegagalan di temui. Dengan bergantung kepada Allah, kita bisa terhindar dari keputusasaan yang mencelakakan.Bersandar kepada-Nya membuat kita selalu bangkit dan selamat dari perasaan terpuruk.
Ketiga, Keridaan pada kenyataan. Kekecewaan,kekesalan, dan ketidakpuasan pada kejadian-kejadian yang menimpa hanya akan menguras energi kita yang sebetulnya bisa kita gunakan untuk sesuatu yang positif. Dengan rida pada kenyataan, segetir apapun itu, kita akan selalu siap menghadapinya dan meresponsnya secara wajar dan berguna.
Keempat, Keberharapan atau optimisme. Hidup dengan bersandar kepada Allah, dan percaya bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik, kita melipat gandakan rasa optimis kita, terlepas dari betapa buruk hal-hal yang menimpa kita di mata orang. Dengan tak pernah lalai bahwa Allah Maha Penolong dan Maha Kuasa, dengan tak pernah kehilangan rasa butuh kepada-Nya, kita menjadi terbebas dari penjara keterbatasan, dan merasa lapang sekalipun dikepung oleh berbagai ketidakmungkinan.
putriblogdetik.com
Anak belajar dari kehidupan
ika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak di besarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Metode menjemput Maut
Perspektif sufistik ( Al- Ghazali ).
Karya utama tentang tema universal kematian dan alam sesudah mati, yang lahir dari pena teolog islam paling terkemuka. Al-Ghazali menyusunnya sebagai bagian akhir dari kitab empat puluh babnya yang terkenal, Ihya‘ Ulum Al- Din. Setelah menguraikan filosofi sufistiknya tentang kematian, dan memperlihatkan tentang pentingnya perenungan tentang ketidakabadian manusia. Al-Ghazali membawa pembacanya mengunjungi tingkatan-tingkatan alam sesudah mati: Pertemuan dengan malaikat di alam kubur, hari kebangkitan, syafaat nabi, dan siksaan neraka, keindahan surga, dan-bagi orang yang terpilih-melihat wajah Tuhan.
Kelanggengan relevansi pesan Al-Ghazali adalah kunci daya tarik karyanya yang sudah berusia delapan abad lebih. Hal inilah yang selalu di ingat dalam usaha menghadirkan buku ini, seraya mengusahakan agar kecemerlangan kualitas sastra karya aslinya bisa terlihat. Pesan-pesan dalam buku inilah yang dibutuhkan manusia modern yang sering dibuat lupa akan agenda paling pasti dalam kehidupan : mati.
Putritidur.blogdetik.com
Raal Ikhlash
Di kisahkan ada seorang kaya raya yang hidup di perkampungan terpencil. Sayangnya orang kaya ini terkenal bukan karena kedermawanannya melainkan kekikirannya alias pelit, medit, krukut, buntut gasiran. Hehehe…
Pada suatu hari, salah seorang tetangganya datang dan memohon pinjaman uang untuk berobat. Denga memohon penuh harap bapak yang terkena musibah itu meminta belas kasih, tetapi orang kaya tidak bergeming. Dalam hati orang kaya berkata mana mungkin dapat mengganti uang yang di pinjamkan. Akhirnya tetangganya pulang dengan kecewa.
Sebenarnya banyak teguran-teguran ringan yang Allah berikan kepada orang kaya ini. Bisnis yang di jalankannya mulai tersebdat-sendat, mesin-mesin perusahaan banyak yang rusak dan butuh biaya yang besar untuk perbaikan. Akan tetapi ketamakan tidak dapat membuka mata hati akan teguran-teguran itu.
Seringkali pertolongan yang di berikan kepada orang yang membutuhkan bagi nya menjadi ganjalan di hati karena tidak ikhlass memberikan dan hanya terpaksa saja. Baginya harta yang di miliki hanya dia saja yang berhak menikmatinya.
Dan pada akhirnya kesalahan – kesalahan yang di lakukan selama ini baru terasa ketika orang kaya raya itu sakit parah, Penyakit yang di deritanya demikian parah, sehingga dia hanya bisa berbaring saja di atas tempat tidur.
Di atas pembaringan dia baru merasakan, beginilah rasanya sakit. Dia jadi teringat ketika tetangganya meminjam uang untuk berrobat. Sekarang ia baru menyadari dalam keadaan sakit kekayaan yang di miliki tidak berarti.
Orang kayapun sadar penykit yang di deritanya adalah teguran yang Allah berikan. Selama ini kekayaan yang di titipkan untuknya tidak di gunakan untuk menolong orang yang membutuhkan dan ketika menolongpun tidak ikhlas selalu menjadi ganjalan, perhitungan dari apa yang telah di berikan kepada orang lain.
Orang kaya itupun sadar arti ikhlas yang sebenarnya. Ikhlas adalah :
* Ketika tidak ada beban di hati ketika memberikan sesuatu kepada orang lain.
* Ketika sesuatu yang diberikan kepada orang lain menjadi bermanfaat dan berkah karena di berikan dengan hati ikhlas.
* Memberikan sesuatu tampa mengharapkan imbalan walaupun hanya sekedar pujian.
* Melihat orang yang di tolong bahagia.
* ikhlas adalah salah satu dari ahklak yang terpuji.
putritidur.blogdetik.com
Dzikir mengingat Allah
Zikir, ingat Allah,merupakan praktik sekaligus keadaan esoteris. Sebagai keadaan esoteris, zikir mengandung paradoks: sekalipun zikir berarti” ingat,” tetapi pengalaman puncak yang dituju praktik zikir merupakan pengalaman lupa segalanya kecuali Allah. Dalam keadaan segenap perhatian tercurah kepada menyebut nama Allah, segalanya hilang dari orbit persepsi dan imajinasi
Zikir dialami pada banyak tataran. Pada tataran yang paling luar, zikir merupakan berulang-ulang menyebut nama Allah. Berulang-ulang menyebut nama Allah ini pada dasarnya merupakan praktik mekanis yang di lakukan dengan bersuara, menyebut nama suci atau bacaan suci dengan lidah ( dzikir al-lisan) atau dengan tidak bersuara, perhatian hati kepada nama suci tampa mengucapkan nama itu. Namun ini hanyalah zikir tahap persiapan.
Berulang-ulang menyebut nama Allah yang bersifat mekanis ini menciptakan ” saluran ” dalam hati wahana kesadaran yang sifatnya esoteris. Bila kita terus menerus melakukan praktik zikir, kita tidak akan menaruh perhatian pada proses berpikir yang tak ada ujung pangkalnya yang terus berlangsung, dan kita akan memusatkan perhatian kepada satu titik.
Hati di pandang sebagai wahana kesadaran. Hati memiliki lapisan-lapisan. Bila zikir dilakukan terus menerus, zikir akan masuk menembus lapisan demi lapisan yang ada dalam hati. Melalui praktik zikir, terjadilah suatu proses semakin lapangnya hati, dan hati menjadi bersih cemerlang, sehingga hati menjadi tempat melihat rahasia- rahasia esoteris
Dalam praktik zikir, pencari kebenaran mendapat alat untuk secara berangsur membuka lapis demi lapis batin hati dan untuk mengalami keadaan sadar yang baru. Keadaan ini berbeda dari persepsi waktu,ruang, dan sekuen logis yang horisontal. Seorang modern yang mencari kebenaran, yang melakukan khalwah ( pengasingan diri ) selama empat puluh hari, berkomentar tentang efek dan zikir yang dilakukannya terus-menerus sebagai bagian tak terpisahkan dari pengalamannya : “Aku mesti banyak berzikir. Namun, apa sih banyak itu? Biasanya dalam hidup ini aku menggunakan otak dan persepsi. Sedangkan zikir bekerja di tingkat intuisi. Di sini kami menghadapi dimensi-dimensi lain di mana ” akal adalah perbudakan,” dan yang terpikir adalah mencampakkannya.”
Zikir dan meditasi ( muraqabah), dua praktik yang saling berkaitan, melahirkan pengalaman keabadian yang bebas dari perubahan dan keanekaragaman ( tawin). Sebab perubahan dan keanekaragaman merupakan efek dari waktu. Pengalaman ini bergaung dalam syair rumi berikut ini:
Ketika bersama kelompok pilihan itu, aku mulai bermeditasi, keluar dari diriku. Jiwa lepas dari waktu, waktu yang membuat muda jadi tua.perubahan terjadi karena waktu : Barangsiapa tidak di dalam waktu, dia tidak mengalami perubahan.
Duhai hatiku, keluarlah dari waktu untuk sementara, nikmati keabadian.
Duhai hatiku, keluarlah dari waktu untuk sementara agar bebas dari “bagaimana” dan ” kenapa.”
Waktu tak mengetahui sifat Tampa waktu, karena Mukjizat sajalah yang dapat mengantar ke sana.
Berulang-ulang mengalami dimensi tampa waktu dan tampa ruang lewat zikir, mengembangkan kesadaran, yang merupakan esensi dari pengalaman esoteris, bahwa ternyata zona eksistensi ternyata lebih banyak daripada yang diketahui pikiran kebanyakan orang.
Pada hakikatnya, zikir mengalir dari zona kegembiraan Illahi, dan karena itu, ketika zikir turun ke hati, zikir membangkitkan kegembiraan. Jika zikir tidak berpadu dengan kegembiraan diri rendah ( nafs ), zikir akan sempurna dan murni, namun bila diri berpadu dengan zikir, maka pertolongan Illahi yang datang dari Yang Di ingat terputus, dan zikir pun kandas dalam kegembiraan diri yang keruh lagi suram.
Orang-orang yang sangat mendambakan kesucian akan menemukan kenikmatan dalam zikir semata, karena diri mereka sudah menjadi tawanan hati mereka. diri rendah mereka seakan dikepung oleh pengetahuan esoteris sehingga tak mampu bergerak leluasa mencari kesenangannya sendiri.
Jika zikir dilakukan oleh orang yang memiliki “tempat” dan hubungan mesra di zona-zona yang lebih tinggi, maka hati akan berhenti merenungkan zikir, dan matanya pun akan melihat Yang Diingat saja. Jika hati asyik dengan Yang Diingat, maka tak ada ruang dalam hati untuk merenungkan zikir.
Derajat dan tahap hati bermacam-macam : Hati abid biasanya mengambang di udara saja. Hati ini tidak dapat membubung sangat tinggi, karena hasrat duniawi hati ini menarik hati ini untuk turun ke bawah.
Hati pencari kebenaran membubung dan kemudian berhenti, sesuai dengan derajatnya. dimana hati ini berhenti di situlah derajatnya. Hati ini juga ditahan oleh kecenderungan duniawi dan terbebani beragam hasrat.
Hati orang yang berhenti dekat Arsy. Hati ini juga tertahan oleh sisa-sisa hasrat yang masih ada di hati, dan hati ini juga tak mungkin mencapai Tempat Tuhan.
Namun, hati orang suci dan pilihan dapat mencapai tempat-Nya – orang-orang ini memiliki hubungan yang sempurna dan zikir yang murni. Mereka adalah orang-orang yang di bicarakan Musa ketika mengatakan,” Ya Allah, apakah Engkau dekat sehingga aku bisa berhubungan dengan-Mu, atau apakah Engkau jauh sehingga aku harus menyeru-Mu?” Allah berfirman, “Aku bersama orang-orang yang mengingat-Ku”
( Dr. Sara Sviri )
putritidur