Category Archives: Tafakur

KEHIDUPAN : Ibarat Semut, Laba-Laba dan Lebah ..

Bismillahi rohmanirohim..

lebah kecilTiga binatang kecil ini menjadi nama dari tiga surah di dalam Al-Qur’an.
An Naml [semut], Al ‘Ankabuut [laba-laba], dan An Nahl [lebah].
Semut, menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa berhenti.
Konon, binatang ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun.
Padahal usianya tidak lebih dari setahun. Ketamakannya sedemikian besar
sehingga ia berusaha – dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang lebih
besar dari tubuhnya.
Uraian Al-Qur’an tentang laba-laba; sarangnya adalah tempat yang paling
rapuh [ Al ‘Ankabuut; 29:41], ia bukan tempat yang aman, apapun yang
berlindung di sana akan binasa. Bahkan jantannya disergapnya untuk dihabisi
oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling
memusnahkan. Inilah gambaran yang mengerikan dari kehidupan sejenis binatang.
Akan halnya lebah, memiliki naluri yang dalam bahasa Al-Qur’an – “atas perintah
Tuhan ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal” [ An Nahl;
16:68]. Sarangnya dibuat berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar
efisen dalam penggunaan ruang. Yang dimakannya adalah serbuk sari bunga.
Lebah tidak menumpuk makanan. Lebah menghasilkan lilin dan madu yg sangat
manfaat bagi kita. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, segala yang
tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali jika
diganggu. Bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup kita dapat diibaratkan dengan berbagai jenis binatang ini.
Ada yang berbudaya ‘semut’. Sering menghimpun dan menumpuk harta, menumpuk
ilmu yang tidak dimanfaatkan. Budaya ‘semut’ adalah budaya ‘aji mumpung’.
Pemborosan, foya-foya adalah implementasinya.
Entah berapa banyak juga tipe ‘laba-laba’ yang ada di sekeliling kita. Yang hanya
berpikir: “Siapa yang dapat dijadikan mangsa”
Nabi Shalalahu ‘Alaihi Wasallam mengibaratkan seorang mukmin sebagai ‘lebah’.
Sesuatu yang tidak merusak dan tidak menyakitkan :
“Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat
dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya”
Semoga kita menjadi ibarat lebah. Insya Allah!
[ Dari Lentera Hati – M. Quraish Shihab]

TAFAKUR KEHIDUPAH LEBAH

lebah kecilBISMILLAHIROHMANIROHIM..

Allah Swt. befirman:

... وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا 
وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di 
pohon-pohon, dan di tempat-tempat yang dibangun manusia!” 

Dalam benakku muncul pertanyaan: mengapa Allah Swt. memberi wahyu kepada lebah, 
tidak kepada burung atau hewan bersayap lainnya? Saya telah berusaha keras 
untuk mendapatkan jawaban. Alhamdulillah, akhirnya Tuhan memberiku banyak 
pemahaman dan ide mengenai apa yang selama ini aku pertanyakan. Saya menandai 
tidak kurang dari empat puluh karakter ada pada lebah. Saya yakin, karena 
karakter-karakter itulah Allah Swt. memilih 
dan mengunggulkan lebah di antara hewan-hewan lainnya. Hal ini akan saya 
jelaskan tidak lama lagi.

Sebelum itu, saya tegaskan bahwa Allah Swt. telah mendorong kita menafakuri 
kehidupan lebah. Allah mengisyaratkan bahwa ada banyak pelajaran dan 
tanda-tanda kekuasaan-Nya pada lebah. Allah menyemangati manusia untuk mereguk 
banyak ilmu dan hikmah dari kehidupan lebah. Saya sendiri menemukan empat puluh 
karakter pada lebah. Semuanya merupakan karakter yang terpuji, baik, utama, 
mulia, indah, lembut, dan seterusnya. Semua itu ada—dan harus ada—pada diri 
seorang mukmin. Saya akan sebutkan setiap karakter secara ringkas, dengan 
harapan semoga menjadi peringatan bagi setiap mukmin yang mau membuka hati 
serta petunjuk bagi orang yang mempunyai akal dan pikiran. Saya yakin, 
karakter-karakter lebah yang akan saya paparkan merupakan bagian ilmu Alquran 
yang tersimpan di balik perumpamaan Alquran dan harus digali lewat tafakur dan 
olah nalar.

Sifat dan Karakter lebah yang harus dimiliki setiap 
mukmin

1. Seandainya semua jenis hewan terbang lainnya berkumpul, lalu mereka 
bahu-membahu melakukan satu pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh lebah, mereka 
tidak akan sanggup melakukannya. Demikian juga seandainya seluruh manusia 
non-mukmin bersatu untuk melakukan satu amal yang sepadan dalam kualitas, 
kadar, dan nilai dengan amal seorang mukmin, niscaya mereka tidak akan sanggup 
melakukannya.

2. Lebah waspada akan gangguan dan penganiayaan burung, sedangkan ia sendiri 
tidak pernah mengganggu mereka. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. 
Meskipun orang-orang mengganggu, menghina, dan menzaliminya, seorang mukmin 
tidak mau membalas kejahatan mereka.

3. Lebah dianggap kecil dan hina oleh semua jenis burung, tetapi sekiranya 
mereka tahu apa yang ada di dalam perut lebah dan mencicipinya, niscaya mereka 
akan memuliakan dan menghormatinya. Demikian juga seorang mukmin. Orang-orang 
bodoh menganggapnya kecil, rendah, dan hina. Andaikan mereka tahu apa yang ada 
di dalam hati seorang mukmin berupa keindahan iman, ketulusan, rahasia-rahasia 
Tuhan, dan sebagainya, pastilah mereka rela menjadi tanah tempat kakinya 
berpijak atau mengangkatnya di atas kepala mereka.

4. Semua jenis burung hidup untuk diri mereka sendiri, mencari makan dan 
kebutuhan lainnya hanya untuk diri masing-masing. Lain halnya dengan lebah. Ia 
hidup untuk sesamanya dan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan rajanya. 
Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Di saat semua orang bekerja untuk 
memenuhi kebutuhan hidup dan kesenangannya sendiri, ia hidup di dunia ini untuk 
Allah Swt.. Hidupnya ia pergunakan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya serta 
bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang lain.

5. Kala malam tiba, semua burung masuk ke sarang masing-masing untuk 
beristirahat dan tidur. Mereka berhenti bekerja. Lain halnya dengan lebah. Ia 
lebih banyak bekerja di malam hari ketimbang di siang hari. Demikian juga 
seorang mukmin. Di waktu malam, saat orang-orang mengurung diri di rumah 
masing-masing, beristirahat dan tidur, seorang mukmin bangkit melangkahkan kaki 
mengambil air wudu, salat, lalu bermunajat kepada Tuhan seraya menyerahkan 
seluruh hidupnya dan mengadukan segala persoalan kepada-Nya.

6. Allah Swt. mengharamkan membunuh dan mengganggu lebah, tetapi menghalalkan 
manfaat yang dihasilkannya. Begitu pula seorang mukmin. Allah Swt. mengharamkan 
membunuhnya dan melarang mengganggu harga diri, harta, dan keluarganya, tetapi 
menghalalkan kebaikan dan manfaat yang diberikannya bagi siapa saja yang berhak 
menerima.

7. Lebah bekerja secara sembunyi-sembunyi. Orang hanya melihat dan menikmati 
hasilnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Dengan ikhlas ia 
menyembunyikan amalnya dari penglihatan orang. Mereka baru melihat hasilnya 
nanti pada hari semua amal ditampakkan, yakni pada Hari Kiamat.

8. Lebah hanya mengambil apa yang ia butuhkan saja dari sesuatu tanpa merusak 
sesuatu itu. Begitu juga seorang mukmin. Ia hanya mengambil dari dunia ini apa 
yang benar-benar diperlukannya saja, yang dapat membawa kebaikan bagi diri, 
agama, dan hatinya. Apa yang ia ambil dijadikannya bekal untuk akhirat tanpa 
merusak atau menimbulkan kerugian pada sumber asalnya, dan tidak berlebihan.

9. Lebah tidak mau keluar dari sarang untuk memenuhi keperluannya pada hari 
yang berawan, ketika hujan, saat ada angin kencang, atau tatkala ada petir. 
Dalam keadaan seperti itu, ia tetap bertahan di sarang sampai keadaan 
benar-benar normal. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ia selalu berhati-hati 
dan pandai menahan diri ketika kezaliman merajalela, keharaman tersebar di 
mana-mana, kekacauan mendominasi suasana, dan keadaan carut-marut. Dalam 
keadaan yang tidak kondusif seperti itu, ia memilih tinggal di rumah serta 
menahan mulut dan tangannya, seraya menunggu apa yang akan Allah Swt. lakukan 
atas keadaan yang tengah berlangsung.

10. Lebah selalu menjauhi benda-benda yang kotor dan tidak mau hinggap di 
tempat-tempat yang kotor. Begitu pula seorang mukmin. Ia senantiasa menjaga 
kesucian diri dari maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Ia selalu menjauhi 
segala sesuatu yang buruk, kotor, dan keji.

11. Ada sepuluh hal yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan kehidupan 
lebah sehingga aktivitasnya terhenti, yaitu: asap, dingin, panas, awan, api, 
air, angin, gelap, lumpur, serta gangguan dan serangan dari sesama lebah atau 
musuh dari luar. Demikian juga seorang mukmin. Ada sepuluh hal yang dapat 
merobek keutuhan hatinya, merusak agamanya, dan menghentikan amalnya. Kabut 
kekerasan dan kelalaian hati, dinginnya rayuan dosa dan maksiat yang menusuk, 
panasnya hawa nafsu yang membakar, awan keraguan, api kemusyrikan, topan cinta 
dunia, gelapnya kebodohan, angin cobaan dan fitnah, bau busuknya keharaman, 
lumpur kebejatan, kezaliman dan kemungkaran, gangguan dari sesama manusia yang 
secara lahir berbaju iman tetapi hakikatnya penganut bidah dan pengidap 
kemunafikan, serta gangguan dari musuh, yaitu orang kafir. Kita memohon 
perlindungan kepada Allah Swt. dari segala ancaman membahayakan ini.

12. Lebah tidak mau berbaur dengan hewan lain yang tidak sejenis meskipun 
memiliki beberapa sifat yang mirip. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Ia 
tidak mau berbaur dan bergaul akrab dengan orang yang tidak memiliki sifat yang 
sama walaupun nama dan bentuk mempunyai kemiripan.
13. Dari perut lebah keluar lebih dari satu cairan yang berbeda-beda warna. 
Setiap cairan mempunyai manfaat tersendiri yang mengagumkan. Demikian juga 
halnya dengan seorang mukmin. Dari hatinya keluar banyak ‘cairan’ yang beragam 
warna dan manfaatnya. Apa keluar dari hatinya itu mengalir lewat mulutnya 
berupa ilmu, hikmah, kata-kata bijak, isyarat, kecerdasan, cinta dan kasih 
sayang, kejujuran, nasihat, dan sebagainya.

14. Lebah mengeluarkan kotorannya lewat dubur, sedangkan madu dikeluarkannya 
lewat mulut. Begitu pula seorang mukmin. Syahadat tauhid, beragam ilmu, bacaan 
Alquran, zikir, kata-kata yang baik, serta amar-makruf dan nahi-mungkar 
dikeluarkannya dari mulut dengan pengucapan lidahnya. Adapun kotoran dan hadas 
dikeluarkannya lewat kubul atau dubur.

15. Lebah memakan yang baik, mengeluarkan yang baik, serta memberi kepada yang 
lain makanan yang lezat dan baik. Demikian juga seorang mukmin. Makanan yang 
dikonsumsinya baik dan ilmu yang diberikannya juga baik.

16. Lebah, bila hinggap di ranting atau dahan pohon, tidak mematahkannya. Bila 
meneguk sedikit air sesuai kebutuhannya, lebah tidak menyebabkan air yang 
ditinggalkan menjadi keruh. Bila mengisap sari bunga, lebah tidak merusak 
bagian bunga lainnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia 
berinteraksi dengan sesama manusia dalam banyak hal dengan penuh perhitungan, 
keadilan, kasih sayang, dan nasihat. Ia bergaul sekadar untuk tahu tanpa 
menyakiti atau menganiaya serta memisahkan diri untuk menjaga keselamatan dan 
kesucian.

17. Jika ada orang yang coba mengusik lebah, menggangu ketenangan dan 
kehidupannya dengan mempermainkan atau merusak sarangnya, lebah pasti tidak 
akan tinggal diam. Ia pasti akan menyengat orang usil itu. Sebaliknya, jika 
seseorang berdamai dengan lebah, tidak mengusik ketenangannya, dan tidak 
mengganggu kehidupannya, maka lebah pun tidak akan berbuat apa-apa terhadapnya. 
Seperti itu pula watak, perilaku, dan sikap seorang mukmin. Terhadap orang yang 
meredam kemungkaran, tidak menunjukkan kemunafikan, dan tidak mempertontonkan 
kejahatan, ia tidak akan memata-matai atau menelisik jejaknya. Terhadap orang 
yang sebaliknya, ia akan mengingatkan dengan lisan dan mencegah dengan tangan 
(kekuasaan).

18. Lebah, kita lihat, selalu terbang di taman-taman bunga dan mengitari 
tempat-tempat yang wangi di pinggir-pinggir sungai atau di warung-warung yang 
menjual makanan manis. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Engkau akan 
melihatnya selalu berada di majelis-majelis ilmu dan zikir serta di rumah para 
ulama, ahli hikmah, dan ahli makrifat yang berzuhud. 

19. Lebah, bila hinggap di atas sekuntum bunga, tidak akan beranjak sebelum 
benar-benar kenyang mengisap sari bunga. Ia lebih memilih mati di taman bunga 
daripada pulang sebelum memperoleh apa yang dicarinya. Seperti itu pulalah 
seorang mukmin. Ketika mereguk manisnya takarub dengan Tuhan dan bertemu dengan 
seorang ahli hikmah, ulama yang memberinya nasihat agama, atau ahli makrifat 
yang menceritakan pengalaman rohani, ia akan merasa betah bersama mereka. 
Ketika melakukan amal saleh pun, ia enggan berhenti sampai kematian 
menghentikannya. 

20. Di musim semi dan musim panas lebah memindahkan cadangan makanannya dari 
luar ke dalam sarang hingga penuh, sedangkan ia sendiri tinggal di luar sarang. 
Di musim dingin, ia masuk ke sarangnya dan berdiam di dalamnya sambil menata 
kembali tata ruang sarang. Demikian pula seorang mukmin. Di musim semi dan 
musim panas ia bekerja untuk memenuhi keperluan pangannya dan kebutuhan 
keluarganya yang bersifat primer. Begitu masuk musim dingin, ia segera 
mendatangi majelis-majelis ilmu dan zikir, mengunjungi para ahli ilmu dan ahli 
hikmah, beriktikaf di masjid, serta giat beribadah, mengevaluasi diri, dan 
menata kembali amal-amalnya.

21. Lebah makan dari hasil kerja kerasnya sendiri dan memberi yang lain dari 
jerih payahnya sendiri. Ia tidak pernah mengganggu milik hewan lain, bahkan 
matanya tidak pernah melirik sesuatu yang bukan miliknya. Seperti itu jugalah 
seorang mukmin. Ia makan dari usahanya sendiri, memberi orang lain dari hasil 
kerjanya sendiri, dan tidak pernah meminta-minta kepada orang lain betapapun 
butuhnya.

22. Ketika di dalam sarangnya tidak ada sesuatu yang bisa dimakan, lebah tidak 
akan masuk ke sarang lebah yang lain untuk mencari makanan. Jika di dalam 
sarangnya ada sesuatu yang bisa dimakan, ia makan. Jika tidak, ia pun menahan 
lapar. Demikian pula seorang mukmin. Betapapun ia membutuhkan bahan makanan, ia 
tidak akan mendatangi rumah orang untuk meminta-minta. Ia tidak akan berani 
mengambil milik orang lain dengan cara paksa atau lewat kekerasan, betapapun 
sulitnya ia mendapatkan bahan pangan. Jika ada orang yang memberi dengan suka 
rela, tanpa unsur pemaksaan, barulah ia menerima. Jika tidak, ia pun menahan 
lapar.

23. Lebah tidak bekerja berdasarkan pendapat sendiri atau menurut keinginan 
pribadi, melainkan berdasarkan petunjuk sang pemimpin. Ia hanya mengikuti apa 
yang telah digariskan oleh sang raja dan tidak keluar dari aturannya. Demikian 
juga seorang mukmin. Ia tidak beramal berdasarkan nalarnya sendiri atau menurut 
selera pribadinya, melainkan mengikuti imam dan ulama tepercaya.

24. Lebah tidak akan melaksanakan pekerjaannya sebelum menutup pintu sarangnya. 
Selagi masih ada celah, lubang, atau kebocoran dalam dinding sarangnya, ia 
terlebih dahulu memperbaikinya sebelum menggarap pekerjaannya. Begitu jugalah 
seorang mukmin. Ia tidak merasakan manisnya ibadah dan giatnya amal kecuali 
dalam kondisi tertutup ketika tidak ada yang melihatnya kecuali Allah Swt. 
atau, paling-paling, anggota keluarganya. Amal yang dilihat oleh anggota 
keluarga ketika berada di rumah atau oleh teman ketika berada dalam perjalanan, 
tidak mengurangi nilai ikhlas. 

25. Lebah tidak memerlukan banyak barang dunia. Yang diperlukannya hanyalah 
air, bunga, dan tempat-tempat yang mengeluarkan aroma wewangian. Begitu pula 
halnya dengan seorang mukmin. Di dunia ini, yang dibutuhkannya hanyalah ilmu 
yang bermanfaat, zikir kepada Allah Swt., dan amal saleh. Itulah yang menjadi 
kesibukannya. Ia mengonsentrasikan diri, berjuang, dan mati di dalamnya.

26. Ukuran tubuh lebah kecil dan bentuknya tidak menarik—untuk tidak mengatakan 
hina, tetapi hasil karyanya berbobot, berkualitas tinggi, beharga mahal, berasa 
enak, dan merupakan makanan/minuman yang paling manis. Seperti itu pulalah 
seorang mukmin. Ukuran tubuhnya mungkin kecil serta banyak orang menghina dan 
meremehkan penampilannya, namun kualitas, nilai, dan amalnya amat berbobot dan 
sungguh mulia.

27. Lebah mempunyai tiga keadaan, yaitu: terbang dengan sayap, bergerak dan 
bekerja dengan tubuh, dan diam beristirahat. Demikian pula seorang mukmin. Ia 
mempunyai tiga keadaan. Pertama keadaan ketika terbang dengan hatinya, 
melintasi alam malakut dan dunia metafisik, serta meresapi makna-makna ilmu. 
Kedua keadaan ketika beribadah, mengabdi, dan beramal dengan anggota badan. 
Ketiga keadaan ketika berhenti dari dua keadaan sebelumnya. Dalam keadaan 
ketiga ini, ia beristirahat dengan melakukan apa yang dihalalkan oleh Allah 
Swt., seperti makan, minum, dan bercengkerama dengan anggota keluarga.

28. Lebah akan mati-matian mengejar orang yang mengambil barang miliknya, ke 
mana pun orang itu lari. Ia pasti akan mencegah tangan orang yang hendak 
mengambil harta miliknya berupa sarang dan madu. Ia tidak akan pernah 
menyerahkan harta miliknya begitu saja kepada siapa pun, kecuali terpaksa. 
Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Demi menjaga kehormatan diri, 
agama, keutuhan amal, dan keluarganya, ia rela mengorbankan jiwa dan hartanya. 

29. Semua jenis burung menjadi najis begitu mereka mati dan tempat mereka mati 
juga menjadi najis. Lain halnya dengan lebah. Selagi hidup dan sesudah mati, ia 
tetap suci. Begitu pula seorang mukmin. Semasa hidup dan setelah matinya, ia 
tetap suci.

30. Makanan yang paling menggugah selera dan paling manis di dunia ini adalah 
madu yang dihasilkan oleh lebah. Demikian juga halnya dengan seorang mukmin. Ia 
menghasilkan manisan yang paling manis dan paling mengundang selera, yaitu 
makrifat, iman yang murni, ilmu yang bermanfaat, dan cinta yang suci.

31. Lebah, bila diterjang angin kencang hingga terlempar ke permukaan air, ke 
tanah berlumpur, atau ke tengah-tengah duri, ia masih bisa berjuang untuk 
bangkit dan akhirnya selamat lalu terbang lagi. Tetapi, apabila terlempar ke 
dalam api atau ke tengah-tengah asap, ia tidak akan selamat dan akhirnya 
binasa. Seperti itu pulalah seorang mukmin. Karena satu dan lain hal, mungkin 
ia terhempas ke dalam lumpur dosa dan maksiat. Hampir dapat dipastikan, ia bisa 
bangkit kembali dan keluar dari lumpur itu. Namun, jika ia terjerumus ke dalam 
kekufuran dan bidah, ia pasti akan binasa di dalamnya. Tidak ada harapan untuk 
bisa selamat.

32. Semua burung dapat dipikat dengan biji-bijian yang disimpan di dalam 
perangkap, sedangkan lebah tidak bisa dipancing dengan apa pun selain dengan 
apa yang dihasilkannya, yakni madu. Begitu terperangkap dalam madu, ia mati di 
dalamnya. Demikian pula halnya dengan seorang mukmin. Ia tidak bisa dipancing 
dengan benda atau rayuan duniawi. Ia hanya akan terpancing oleh Allah Swt. atau 
dengan apa yang dimiliki-Nya, seperti kebenaran, ilmu, dan hikmah.

33. Setiap kelompok lebah mempunyai seekor pemimpin. Selama sang pemimpin 
berada di tengah-tengah mereka, musuh tidak akan berani mengusik dan tidak akan 
coba-coba mengambil milik mereka. Apabila sang raja mati atau pergi 
meninggalkan mereka, mereka pun kocar-kacir berhamburan dan akhirnya satu 
persatu binasa. Demikian juga kaum mukmin. Selama para ulama dan imam berada di 
tengah-tengah mereka, musuh tidak akan berani mengusik mereka dan setan tidak 
akan berani mengganggu mereka. Jika tidak ada seorang pun ulama dan imam di 
antara mereka, mereka pun tercerai-berai dan akhirnya binasa.

34. Apabila raja lebah mempunyai cacat, rakyat lebah tidak dapat bekerja dengan 
baik, sarang pun tidak terawat dengan baik, dan pada gilirannya mereka akan 
hancur. Sebaliknya, jika sang raja lurus dan bertindak dengan bijaksana, rakyat 
lebah pun hidup dengan baik dan lancar. Seperti itu pulalah kaum mukmin. Bila 
para pemimpin mereka adil, para ulamanya bertakwa, serta para pedagang dan kaum 
profesionalnya jujur, maka urusan mereka akan berjalan dengan baik dan lancar. 
Jika tidak, mereka akan celaka.

35. Komunitas lebah akan tetap makmur meskipun sebagian anggota komunitasnya 
ada yang mengikuti hawa nafsu, ditimpa penyakit, atau melakukan kesalahan, 
selama raja mereka adil dan bertindak lurus. Demikian juga komunitas kaum 
mukmin. Apabila kalangan khusus mereka sudah tidak bermoral, kalangan awam pun 
akan terbawa binasa. Sebaliknya, meskipun kelakuan kalangan awam bobrok, mereka 
tidak akan binasa selama kalangan khusus berperilaku baik dan berakhlak mulia. 

36. Ada dua jenis lebah: lebah yang ada di gunung-gunung dan bersarang di 
pepohonan dan lebah yang ada di tengah-tengah keramaian dan bersarang di 
perumahan. Lebah yang ada di gunung-gunung dan bersarang di pepohonan 
terlindung dari polusi dan relatif aman dari ancaman kebinasaan. Lebah yang ada 
di tengah-tengah perkampungan manusia dan bersarang di rumah-rumah atau 
bangunan lain yang dibuat oleh manusia, tidak aman dari bahaya kehancuran. 
Demikian juga halnya dengan orang beriman, ada dua macam. Di antara mereka ada 
yang menghabiskan sebagian besar waktunya di pasar-pasar dan sentra-sentra 
keramaian lainnya. Ada pula yang menempuh pola hidup zuhud, jauh dari 
keramaian, dan gemar mengasingkan diri di gunung-gunung atau di gua-gua untuk 
berkhalwat. Yang pertama relatif tidak aman dari fitnah dan kemungkinan 
terjerumus dalam hal yang haram dan syubhat. Yang kedua aman dari semua itu; 
mereka lebih tenteram, damai, selamat, dan suci.

37. Lebah tinggal di dalam sarang yang terbilang bersih dari benda-benda yang 
tidak diperlukan dan kosong dari barang-barang yang tidak berguna. Lebah, 
bahkan, tidak menyimpan sumber pangannya di dalam sarang. Dengan kata lain, ia 
tidak pernah membawa sekuntum bunga atau sumber makanan lainnya ke dalam 
sarang. Hal itu tidak membuatnya takut kelaparan. Ia begitu tenang dan damai 
tinggal di dalam sarang tanpa ada kekhawatiran akan sumber pangan. Demikian 
juga halnya dengan seorang mukmin. Ia tidak takut akan kemiskinan dan 
kebangkrutan. Menjadi miskin atau kaya baginya sama saja, sebab yang membuat 
dirinya merasa kaya adalah limpahan keyakinan dan manisnya kebersamaan dengan 
Tuhan.

38. Kawanan lebah, jika dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, mereka 
menurut saja dan tinggal di tempat yang baru dengan nyaman. Seperti itu pulalah 
seorang mukmin. Di mana pun ia berada dan ke mana pun ia diajak, dengan senang 
hati ia akan menjalani dan mengikutinya. Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan 
seorang mukmin adalah seperti air, mengalir dengan mudah ke mana saja selama di 
sana tidak ada hal-hal yang dilarang oleh agama atau hal-hal yang dapat 
mengurangi kadar keberagamaannya.”

39. Lebah tidak suka dengan iklim yang terlalu panas atau terlalu dingin. Itu 
karena, baik iklim yang terlalu panas maupun yang terlalu dingin, keduanya 
dapat mengganggu, bahkan menghancurkan tatanan kehidupan mereka. Demikian pula 
halnya dengan seorang mukmin. Ia berada di antara takut dan harap. Terlalu 
berharap dapat merusak tatanan keberagamaannya dan terlalu takut dapat 
membuatnya putus asa dari rahmat Tuhan.

40. Lebah takut akan dua hal, yaitu: terik matahari yang menyengat di musim 
panas dan dingin yang menusuk di musim dingin. Begitu juga halnya dengan 
seorang mukimin. Ia berada di antara dua hal yang ditakutkan, yakni: ajal yang 
telah ditetapkan Allah Swt.—karena ia tidak tahu apa yang telah Allah Swt. 
tentukan bagi dirinya dalam ketetapan itu—dan ketetapan yang akan datang—karena 
ia tidak tahu apa yang Allah Swt. kehendaki bagi dirinya di masa depan.

Rasulullah saw. juga bersabda, “Seorang mukmin laksana lebah; ia memakan yang 
baik-baik, mengeluarkan yang baik-baik, serta hinggap di ranting tanpa 
mematahkannya.”
Inilah salah satu sifat mukmin. Ia memakan hanya yang baik dan memberi makan 
kepada yang lain pun hanya dengan yang baik. Ia orang baik dan memberi kebaikan 
bagi sesamanya. Ia memberi tanpa diminta, berlapang dada, bersikap santun, dan 
jauh dari keinginan menyakiti orang. Di mana pun berada, ia tak pernah membuat 
kerusakan. Tak heran jika persangkaan orang terhadapnya hanya persangkaan yang 
baik. Dengan sifat-sifat inilah segolongan kaum mukmin dikenal.
—http://www.mail-archive.com